Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pekerja Magang Digaji Rp117 Juta Sebulan oleh Perusahaan-Perusahaan Besar
20 Mei 2022 10:38 WIB
·
waktu baca 7 menitSejumlah perusahaan di beberapa sektor memberikan paket gaji luar biasa besar kepada para pekerja magang sebagai cara untuk memikat mahasiswa lulusan terbaik.
Di sejumlah perusahaan, berstatus magang berarti bekerja remeh-temeh seperti mengisi kertas untuk printer dengan upah minimum.
Namun, di perusahaan lain, seperti Uber dan Amazon, beda cerita: berstatus magang sama artinya dengan memperoleh pendapatan lebih dari US$8.000, atau setara Rp117 juta per bulan.
Angka itu terungkap dalam survei tahunan yang dirilis situs review kerja Glassdoor pada 2022, yang melacak 25 posisi magang berpenghasilan terbaik di AS.
Posisi magang dalam daftar itu, jika diteruskan selama setahun, penghasilannya jauh melampaui rata-rata pendapatan tahunan pegawai AS.
Sebagai contoh, posisi teratas dalam daftar itu—perusahaan gim Roblox—membayar pemagang sebesar US$9.667 (Rp141,5 juta) per bulan.
Perusahaan lain, semisal Microsoft, Deutsche Bank, dan eBay membayar pemagang sebesar US$7.000 (Rp102,5 juta) per bulan.
Glassdoor, yang telah melacak pemagang berpenghasilan tertinggi sejak 2017, memantau adanya peningkatan upah pemagang setiap tahun.
Angka upah tersebut mungkin membuat para pegawai yang bekerja secara penuh selama berpuluh tahun terdiam, tak bisa berkata-kata.
Namun, meroketnya upah pemagang juga bisa menjadi pertanda betapa bursa kerja telah berubah sejak pandemi berlangsung.
Angka itu mencerminkan bahwa sejumlah perusahaan lebih gigih menarik pegawai berbakat secepat mungkin—walaupun pegawai itu berada pada tahap dini dalam karier mereka.
Dari pemagang menjadi karyawan tetap
Ada banyak alasan mengapa sejumlah pemagang berpenghasilan lebih tinggi ketimbang pekerja biasa dalam setahun.
Namun, alasan-alasan itu seharusnya tidak mengagetkan, kata Lauren Thomas, seorang ekonom dan peneliti data dari Glassdoor yang bertanggung jawab dalam survei upah pemagang.
"Angka tersebut benar-benar merupakan cerminan dari apa yang akan didapatkan para pemagang itu di kemudian hari," ucap Lauren.
Seorang pemagang yang diupah US$8.000 (Rp117 juta) per bulan di sebuah perusahaan teknologi atau keuangan bakal memperoleh gaji yang jumlahnya tidak jauh berbeda jika dia diangkat sebagai karyawan tetap di perusahaan yang sama.
Berupaya agar seorang pemagang bertalenta tinggi bisa bertahan menjadi karyawan adalah alasan mengapa sejumlah perusahaan begitu jor-joran mengeluarkan uang untuk mengupah mereka, demikian dijelaskan Lauren.
"Banyak perusahaan menggunakan program magang ini sebagai jalur masuk menuju tahap karyawan, dan mereka mengupah para pemagang penuh waktu," papar Lauren.
Cara itu secara khusus diterapkan selama pandemi karena ini adalah era di mana "bursa kerja amat ketat bagi para perusahaan—yang berarti para pegawai punya lebih banyak pilihan dari biasanya".
Pilihan ekstra tersebut juga berlaku bagi para pemagang karena banyak perusahaan ingin mempertahankan mereka di tengah perang mencari karyawan berkemampuan tinggi.
Sebagian besar tawaran magang menggiurkan berada di sektor teknologi dan keuangan.
Dua tahun lalu, kata Lauren, kurang dari setengah dalam daftar pemagang dengan upah terbaik ditempati pemagang di perusahaan teknologi.
Saat ini, 68% posisi dalam daftar tersebut diisi oleh pemagang di perusahaan-perusahaan Silicon Valley.
"Banyak perusahaan harus memindahkan operasi mereka dan kegiatan harian di ranah daring. Itu artinya [kemampuan] teknologi jauh lebih diperlukan dari masa sebelumnya," papar Lauren.
Meski demikian, perusahaan-perusahaan di sektor lain—seperti energi dan manufaktur—juga membayar para pemagang dengan baik dan berjuang mempertahankan mereka.
Ini artinya banyak perusahaan besar berupaya memikat pekerja, bahkan pada tahap paling awal dari karier mereka.
"[Jumlah upah] itu hanya sedikit contoh bahwa 'jika kamu bekerja di sini, inilah yang akan kamu dapatkan. Inilah kualitas hidup yang bisa kamu harapkan'," papar Ron Delfine, direktur layanan karier di Heinz College of Information and Public Policy, Universitas Carnegie Mellon, AS.
Dia mengutarakan, banyak mahasiswa dari universitasnya menjadi pemagang di perusahaan-perusahaan pada daftar Glassdoor. Adapun lebih dari setengahnya mendapat tawaran sebagai karyawan penuh waktu.
Menurut Ron, mengupah pemagang dengan nilai yang bagus adalah investasi yang bisa menghemat uang perusahaan di bidang perekrutan pegawai sekaligus menjaring talenta-talenta top.
Tawaran magang menggiurkan terbatas pada segelintir orang?
Universitas-universitas dengan reputasi bagus memang menjadi salah satu sumber dari pemagang berupah tinggi.
Namun, menurut para pakar, memperoleh tawaran magang nan menggiurkan tidak melulu berpatokan pada latar belakang sekolah elite, terdaftar pada program akademik tertentu, atau punya koneksi dengan orang dalam.
Zaman sekarang, para perekrut menekankan pada kemampuan calon pemagang ketimbang latar belakang, khususnya karena banyak perusahaan ingin menggunakan jalur magang untuk mengidentifikasi pemagang yang cocok dijadikan karyawan tetap.
Lagipula, bekerja dari rumah alias WFH membuat posisi magang berupah tinggi semakin banyak tersedia bagi para pekerja dari latar belakang sosial dan keuangan yang lebih beragam—orang-orang yang mungkin tidak mampu pindah ke wilayah kota dengan biaya hidup tinggi untuk posisi magang impian.
"Berita bagusnya adalah banyak posisi magang berupah tinggi ini masih tersedia untuk orang yang bekerja jarak jauh."
"Sehingga kandidat di seantero negeri—tidak hanya di pusat San Francisco atau New York—yang punya peluang untuk dipertimbangkan," jelas Lauren Thomas, seorang ekonom dan peneliti data dari Glassdoor yang bertanggung jawab dalam survei upah pemagang.
Lebih jauh, tambah Lauren, zaman sekarang ada banyak opsi lebih baik bagi para mahasiswa yang tidak mengincar pekerjaan di sektor keuangan atau teknologi.
Walau posisi magang berupah tinggi berpusat di sektor-sektor tertentu, bagi banyak mahasiswa pilihannya tidak lantas berpenghasilan US$8.000 per bulan atau nol sama sekali.
Masih banyak opsi di tengah-tengah dan di berbagai macam sektor usaha.
Pada 2021, Asosiasi Nasional Kampus dan Perusahaan (NACE) di AS membuat survei terhadap 267 perusahaan besar.
Hasil survei itu adalah upah pemagang meningkat di berbagai sektor, termasuk transportasi, asuransi, manajemen ritel, dan pangan.
Riset Nace menemukan bahwa rata-rata upah per jam untuk pemagang di perusahaan-perusahaan ini pada musim panas 2020 mencapai US$20,76 (Rp303.976), naik US$1,22 (Rp17.862) dari tahun sebelumnya dan yang tertinggi dalam catatan NACE.
Jika dijumlahkan, angkanya menjadi US$3.300 (Rp48,3 juta) per bulan atau hampir US$40.000 (Rp585,6 juta) per tahun—lebih tinggi dari gaji individu untuk setengah populasi AS.
Apa maknanya untuk masa depan
Walaupun upah pemagang naik di banyak sektor, pemagang di sektor lain—seperti sektor kreatif dan amal—mungkin masih bekerja secara cuma-cuma.
Kenyataannya, menurut data 2018, lebih 40% dari semua pemagang di AS tidak mendapat upah sama sekali.
Tren ini sudah lama berlangsung, khususnya di bidang seperti non-profit, pemerintahan, atau seni.
Upah yang bagus untuk pemagang mungkin telah menjadi kebiasaan di sektor yang berupah baik, seperti perbankan, konsultasi, dan teknologi.
Namun, "bukan berarti itu adalah pertanda adanya normalisasi pemagang [berupah tinggi] di bidang kesenian, olahraga, media, atau industri lain", kata Heather Byrne, direktur pelaksana kantor pengembangan karier di Ross School of Business, Universitas Michigan, AS.
Tanda-tanda perubahan sudah tampak. Kecaman publik terhadap posisi magang tak berupah telah berkembang secara signifikan beberapa tahun terakhir.
Contohnya, ada beberapa mantan pemagang sukses menggugat bekas tempat mereka bekerja atas tuduhan eksploitasi.
Ditambah lagi banyak perusahaan semakin sadar bahwa sejak pandemi orang-orang berkemampuan tinggi menghindari pekerjaan berupah rendah.
"Dalam pengalaman saya di bidang SDM, perusahaan menyadari bahwa para individu tidak punya kemampuan bekerja cuma-cuma dalam suasana seperti ini," papar Yvette Lee, penasihat di Komunitas Manajemen SDM (Shrm) di AS.
"Semakin menantang untuk menarik talenta jika para individu harus mengorbankan keamanan keuangan mereka untuk meraih pengalaman," tambahnya.
Di masa mendatang, boleh jadi pemagang berpenghasilan tinggi adalah sesuatu yang sudah seharusnya terjadi dan bukan pengecualian—khususnya ketika pemagang bisa menawarkan sedemikian banyak kepada tim, kata Ron Delfine, direktur layanan karier di Heinz College of Information and Public Policy, Universitas Carnegie Mellon, AS.
Mungkin yang dimaksud dengan upah besar bukanlah ribuan dollar per bulan untuk semua pemagang, tapi mungkin secara rata-rata lebih tinggi ketimbang saat ini.
"Saya hanya berharap masyarakat menyadari nilai para pemagang karena pemagang bisa menimbulkan dampak dan membuat perusahaan bisa menjajaki cara baru dalam berbisnis," ujar Ron.
Kerap kali perusahaan mencoba meyakinkan para pemagang bahwa mereka mencari pengalaman dan seharusnya bersyukur bisa mendapat kesempatan belajar.
Namun, di bursa kerja pascapandemi, para pemagang seharusnya lebih percaya diri menemukan posisi magang yang mengenali kemampuan dan gagasan yang bisa mereka bawa.
"Daftar [pemagang berupah tinggi] ini sebaiknya menguatkan orang untuk menarik banyak hal dari proses magang. Banyak perusahaan di sana yang membayar dengan bagus dan memperlakukan pekerja mereka dengan baik—khususnya di pasar seperti ini."
---
Versi bahasa Inggris dari artikel ini, The 'top-talent' interns taking home sky-high wages , di laman BBC Worklife.