Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pemimpin Anti-taliban: Afghanistan Kini Ancaman yang Lebih Besar Dibanding 2001
16 Juli 2022 13:09 WIB
ยท
waktu baca 5 menit"Afghanistan saat ini adalah ancaman yang jauh lebih besar untuk dunia ketimbang pada saat 2001."
Ini adalah peringatan keras dari anak laki-laki pemimpin gerakan perlawanan anti-Taliban.
Ahmad Massoud baru berusia 33 tahun, namun dia telah mengikuti jejak sang ayah.
Ayahnya adalah komandan veteran, Ahmad Shah Massoud, yang dikenal sebagai 'Singa Panjshir'.
Panjshir adalah nama provinsi di utara Kabul di mana keluarganya berasal.
Ahmad Shah Massoud, tewas dalam operasi oleh al-Qaeda dua hari sebelum kelompok ini melancarkan serangan 9/11 di Amerika Serikat pada 2001.
Peristiwa ini terjadi pada periode kekuasaan Taliban yang lalu, ketika kelompok Islam militan di Afghanistan ini memperbolehkan kelompok-kelompok jihadis lain tinggal di wilayahnya.
Sekarang, putra Sang Singa Panjshir khawatir bahwa sejarah sedang berulang.
'Tempat aman teroris'
Ahmad Massoud berkata, negaranya sekali lagi telah menjadi tempat yang aman bagi belasan kelompok teroris, termasuk ISIS dan al-Qaeda, yang menginginkan agar ideologi ekstremis mereka mendunia.
Pemerintahan Afghan yang dibekingi oleh Barat kolaps pada Agustus tahun lalu, disusul dengan ditariknya pasukan bersenjata dari luar negeri.
Taliban mengambil alih kembali kekuasaan setelah lebih dari 20 tahun berperang melawan pemberontakan yang menentang mereka.
Dalam wawancara eksklusif dengan BBC, Ahmad Massoud memperingatkan dunia agar tak mengabaikan Afghanistan, dan berkata bahwa negaranya membutuhkan perhatian yang mendesak dan stabilitas politik.
Dia juga mengatakan kelompok-kelompok teroris akan memanfaatkan kekacauan ini untuk menargetkan kepentingan-kepentingan asing.
Mendiang ayahnya, Ahmad Shah Massoud, memberikan peringatan serupa beberapa hari sebelum tragedi 9/11 terjadi.
Ahmad Massoud berkata peringatan dari ayahnya tidak diindahkan dan sejak itu, dunia harus hidup dengan konsekuensinya. Dia juga menambahkan, situasi di Afghanistan sekarang jauh lebih buruk dibandingkan dengan di masa ayahnya.
"Saya sangat berharap dunia dan terutama Eropa memahami betapa seriusnya ancaman dari Afghanistan dan dapat menengahi dengan cara-cara yang berarti, untuk membantu membentuk pemerintahan yang akuntabel dan sah di Afghanistan," ujarnya.
'Dipaksa untuk bertarung'
Ahmad Massoud menjalani setahun pelatihan di Royal Military Academy Sandhurst, tempat di mana Inggris melatih pasukan bersenjatanya. Dia kemudian menamatkan gelar studi peperangan di King's College London.
Pemimpin muda ini berkata krisis di negaranya harus diselesaikan melalui negosiasi politik, alih-alih perang.
Meski begitu, dia melanjutkan, Taliban tidak memberinya pilihan lain kecuali untuk memberontak dan bertarung dengan apa yang dia sebut sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan" oleh Taliban.
Dengan bangkitnya kembali kekuasaan Taliban pada Agustus tahun lalu, Ahmad Massoud kembali ke kampung halamannya di Panjshir dan membentuk Front Perlawanan Nasional.
Massoud kini mengepalai lebih dari 3.000 pejuang bersenjata. Selama sebelas tahun terakhir, pasukannya telah bertarung melawan Taliban, terutama di lembah-lembah dan pegunungan Panjshir dan di Distrik Andarab yang strategis di Provinsi Baghlan.
Mereka menantang klaim Taliban yang berkata mereka telah membawa keamanan di seluruh Afghanistan.
Tak seperti perjuangan ayahnya melawan Taliban di akhir 1990-an, tidak ada negara yang sejauh ini secara terbuka memberikan dukungan kepada pasukan Ahmad Massoud yang melawan Taliban.
Bulan lalu, pemerintah Inggris mengeluarkan pernyataan yang berkata, "Inggris tidak mendukung siapa pun, termasuk warga negara Afghan yang berusaha untuk mendapatkan perubahan politik melalui kekerasan, atau aktivitas lain yang memicu kekerasan untuk kepentingan politik, di Afghanistan."
Taliban menyambut baik pendirian Inggris ini.
Namun Ahmad Massoud berkata pernyataan itu "dipertanyakan secara moral". Dia bertanya, bagaimana mungkin kekuatan global berkata perlawanan terhadap Taliban sekarang tidak dapat diterima, sementara Barat telah mendukung kampanye militer melawan mereka selama berpuluh-puluh tahun.
Dia juga mengatakan orang-orang Afghan berhak untuk mengupayakan keadilan dan kebebasan.
"Secara etika, ini adalah alasan yang harus didukung," kata dia.
Kekurangan uang dan persenjataan
Pemimpin Front Perlawanan Nasional ini mengakui bahwa pasukannya memiliki jauh lebih sedikit sumber daya dibandingkan Taliban.
Namun dia mengatakan, semangat yang tinggi dan motivasi adalah kunci dari keberlangsungan gerakan ini.
"Kita hidup di 2022. Generasi muda yang baru menginginkan Afghanistan baru di mana mereka bisa memutuskan masa depan mereka sendiri," katanya.
Ahmad Massoud kembali meminta pemimpin kekuatan dunia, termasuk Inggris, untuk berdiri bersama masyarakat Afghanistan dan meningkatkan tekanan kepada Taliban supaya bersedia menerima solusi politik.
Nyaris satu tahun sejak Taliban mengambil alih kekuasaan di Kabul, belum ada negara yang mengakui pemerintahan mereka. Meski begitu, sejumlah negara di kawasan, termasuk Rusia, telah mengisyaratkan mereka mau memiliki hubungan normal dengan pemerintahan Taliban.
Ahmad Massoud memperingatkan supaya negara-negara tidak mengakui Taliban. Dia menyebut, negara yang memutuskan demikian harus turut bertanggung jawab atas tirani dan kekejaman Taliban.
Dia menuduh Taliban melakukan kampanye besar-besaran untuk menahan secara ilegal, menyiksa, dan membunuh anak-anak di Panjshir, Andarab, dan tempat-tempat lain. PBB juga telah menyebutkan soal pembunuhan ini.
Ahmad Massoud berkata, 97% mereka yang ditangkap oleh Taliban tidak memiliki hubungan dengan kelompok Front Perlawanan Nasional yang dipimpinnya.
Dia menekankan, Taliban melakukan ini untuk memberi tekanan psikologis kepada mereka. Massoud kemudian meminta maaf kepada keluarga korban dan mengatakan dia tidak bisa membantu mereka karena memiliki sumber daya terbatas.
Meminta dialog
Lebih jauh, dia mengatakan dialog politik adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis ini.
Massoud mengaku telah beberapa kali bertemu dengan para pemimpin Taliban, termasuk pertemuan tatap muka dengan menteri luar negeri Taliban, Amir Khan Mottagi, di Teheran enam bulan yang lalu.
Namun, dikatakannya, pertemuan itu tidak berjalan lancar. Dia menyalahkan Taliban dan berkata mereka belum mencapai titik di mana mereka percaya dengan penyelesaian secara politik.
Meski begitu, Massoud berkata ada tanda-tanda bahwa anggota Taliban di level yang lebih rendah menghendaki proses yang lebih terbuka dan inklusiv. Dia berharap pemahaman ini akan sampai ke para pemimpin tertinggi.
Namun dia juga menyadari, dia sedang menghadapi pertarungan yang panjang dan sunyi.
"Dunia telah meninggalkan orang-orang Afghan. Mereka membiarkan kami melawan terorisme global sendirian."