Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Pengakuan Perawat dan Guru di AS yang Enggan Divaksin
12 Oktober 2021 16:17 WIB
·
waktu baca 5 menitPresiden Amerika Serikat, Joe Biden, mendesak pengusaha AS mengeluarkan ultimatum kepada staf mereka: divaksinasi atau kehilangan pekerjaan.
Biden mengatakan ia akan segera mengeluarkan mandat yang mengharuskan semua petugas kesehatan divaksinasi, dan telah mendesak negara bagian untuk melakukan hal yang sama terhadap para guru.
Di Concord, New Hampshire, beberapa dari mereka yang turut dalam demonstrasi besar menentang kewajiban vaksinasi mengenakan seragam rumah sakit.
'Pencipta saya memberi saya sistem kekebalan yang melindungi saya'
Leah Cushaman rela kehilangan pekerjaannya sebagai perawat ketimbang harus divaksinasi.
"Keyakinan saya berdasar pada [keyakinan] agama. Saya meyakini pencipta saya memberi saya sistem kekebalan yang melindungi saya, dan jika saya sakit, itu adalah tindakan Tuhan.
"Saya tidak akan minum obat yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh," kata Cushman.
Ia menyangkal ada konflik antara keyakinan ini dan tanggung jawab pekerjaannya.
Cushman berpendapat bahwa vaksin Covid tetap "eksperimental", meskipun vaksin Pfizer mendapat persetujuan penuh dari Food and Drug Administration (FDA) di AS - yang berarti FDA menganggap bahwa vaksin itu aman dan efektif.
Namun Cushman menegaskan bahwa ia tak menghendaki vaksin apapun.
Manajer yang memutuskan untuk memberlakukan mandat vaksinasi di rumah sakit mengatakan kebijakan tersebut bertujuan untuk membuat pasien merasa aman.
Tetapi Scott Colby, CEO Rumah Sakit Upper Connecticut Valley, mengakui bahwa ia telah kehilangan beberapa staf medis karena masalah mandat vaksin, di tengah periode lonjakan kasus akibat varian delta dan tumpukan prosedur kesehatan non-Covid.
Betapapun, manajer rumah sakit itu mengatakan kewajiban vaksinasi bagi staf rumah sakit masih merupakan keputusan yang tepat.
Sebagian karena penyakit serius terkait virus corona di antara staf - lebih mungkin terjadi bagi mereka yang tidak divaksinasi - adalah pengurasan sumber daya yang dapat dihindari.
Tapi Colby juga mengatakan ia menemukan beberapa staf yang menentang kewajiban vaksinasi tampaknya tidak memiliki dasar medis atau agama yang murni.
"Bukan hanya Covid. Ada vaksin lain yang harus diberikan pada karyawan, seperti vaksin MMR atau hepatitis. Jadi, mengatakan ini tidak politis akan menjadi tidak jujur," kata Colby.
Kembali pada unjuk rasa menentang kewajiban vaksinasi, Leah Cushman, yang selain menjadi perawat juga menjadi perwakilan Partai Republik di New Hampshire, menegaskan bahwa pendiriannya juga tentang kebebasan.
"Pemerintahan Biden menyasar hak kedaulatan kami. Kami profesional medis, tetapi kami masih membutuhkan kemampuan untuk memilih apa yang terjadi pada tubuh kami," katanya.
Beberapa perawat dalam demonstrasi merasa bahwa rumah sakit bermain politik, dan mengatakan jika kewajiban vaksinasi benar-benar demi kepercayaan pasien, tanggung jawab akan berada pada pengetesan mingguan daripada mewajibkan vaksinasi, mengingat bahwa mereka yang telah divaksin tetap dapat terpapar virus.
'Bertentangan dengan cara saya menjalani hidup'
Namun, bahkan pilihan pengetesan Covid secara reguler tidak dapat diterima oleh banyak orang Amerika yang menolak untuk divaksinasi.
Kahseim Outlaw baru saja kehilangan pekerjaannya di Wallingford, Connecticut, karena alasan itu.
Ia dinobatkan sebagai 'Guru Tahun Ini' di sekolah menengahnya tahun lalu, tetapi merasa kewajiban vaksinasi yang diperkenalkan oleh otoritas negara bagian adalah sesuatu yang tidak dapat ia patuhi.
"Saya tidak menggunakan bahan sintetis apa pun dalam hidup saya, apakah itu untuk tujuan pengobatan, suplemen atau makanan. Jadi ide untuk disuntik adalah sesuatu yang bertentangan dengan cara saya menjalani hidup saya," katanya.
Seperti semua guru di negara bagian, Outlaw ditawari alternatif tes mingguan tetapi mengatakan dia memandang itu sebagai "prosedur medis yang tidak perlu" yang tidak nyaman.
"Cara jiwa kita berbicara kepada kita, suara kecil yang memberi tahu kita ketika ada sesuatu yang sejalan atau tidak, suara itu memberi tahu saya bahwa saya perlu membuat keputusan khusus ini sekarang."
Satu hal yang ia katakan siap lakukan adalah tes antibodi untuk menunjukkan bahwa ia telah tertular Covid di masa lalu, seperti yang ia yakini, dan begitu juga kekebalan alami tubuh terhadap virus.
Ia mengaku bahwa tidak ada yang tahu berapa lama respon imun alami akan bertahan.
Tapi ini bukan pilihan yang ditawarkan kepadanya oleh atasannya.
Di kelas, Kahseim Outlaw tentu akan berkontak erat dengan siswanya, namun bagaimana dengan karyawan yang bekerja sepenuhnya dalam isolasi di rumah? Apakah atasan mereka memiliki hak untuk meminta mereka divaksinasi?
Kewajiban vaksin sebagai 'serangan pribadi'
Rob Segrin tinggal di dekat Gunung Monadnock di daerah terpencil di pedesaan New Hampshire.
Ia diberitahu bahwa ia akan kehilangan pekerjaanya di bidang teknologi informasi jika ia belum mendapatkan suntikan Covid pertamanya pada akhir bulan ini.
"Pekerjaan saya adalah 100% jarak jauh, jenis pekerjaan dari rumah untuk kontraktor federal. Saya tidak pernah pergi ke kantor, saya tidak pernah berinteraksi dengan orang-orang."
"Saya keberatan dengan vaksin karena menurut saya belum cukup waktu untuk mempelajarinya, tetapi saya melindungi keluarga saya dengan cara yang saya bisa," kata Segrin.
"Rasanya perintah 'lakukan ini atau Anda akan kehilangan pekerjaan' adalah serangan pribadi terhadap saya dan keluarga saya. Seperti mereka mengejar mata pencaharian saya," lanjutnya.
Segrin mengatakan bahwa diskusinya dengan atasan sejauh ini tidak membuahkan hasil dan seperti yang terjadi, ia akan kehilangan pekerjaannya, dan akibatnya asuransi kesehatan dan tunjangan kesehatan keluarganya juga.
Di seluruh AS, ada inkonsistensi besar dalam kebijakan publik yang berkaitan dengan vaksin, seperti halnya inkonsistensi di setiap kesempatan selama pandemi ini, dan negara bagian yang didominasi Partai Republik terus melawan mandat vaksin.
Tetapi ketika AS bergulat dengan argumen tentang kebebasan pribadi dan kesehatan masyarakat, angka-angka menunjukkan virus itu masih merenggut hampir 1.500 nyawa orang Amerika dalam sehari.