Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pengakuan Turis Asing Bekerja Secara Ilegal di Bali: Tentu Saja Saya Mengerti
7 Maret 2023 7:10 WIB
·
waktu baca 7 menitPemerintah Bali mengakui turis asing yang bekerja secara ilegal makin marak, dan akan mengambil langkah membentuk satuan tugas khusus untuk menanggulanginya.
Sebelumnya, sejumlah unggahan menyebutkan turis asing di Bali bekerja secara ilegal dengan menawarkan jasa fotografi, latihan bersepeda motor, berselancar, cukur rambut, sampai jualan sayur.
Hal ini membuat sejumlah warga Bali khawatir ruang pendapatan mereka semakin sempit.
Seorang pakar hubungan internasional berpendapat persoalan ini tak lepas dari konflik Rusia-Ukraina di mana kedua warga negara berupaya untuk menghindarinya dengan memilih Bali yang nyaman untuk ditinggali.
Ivan-bukan nama sebenarnya-40 tahun, asal Moskow, Rusia, tinggal di Bali sejak satu tahun lalu. Ia mengaku pindah ke Pulau Dewata karena menyukai "budaya, tradisi, semuanya", bukan karena perang. Ia bekerja sebagai pelatih selancar khusus untuk turis asal Rusia. Alasannya, pelatih asal Indonesia tidak cukup cakap berbicara bahasa Rusia."[Pelatih selancar lokal] tidak punya cukup pengalaman," katanya kepada wartawan di Denpasar, Bali, Luh Sekar, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (06/03).Ivan sudah bermain selancar air sejak 2018, dan mengaku sudah merencanakan tinggal di Bali sejak itu.Ia menggunakan Visa on Arrival [visa yang diperoleh saat kedatangan], di mana "setiap dua bulan saya pergi ke Kuala Lumpur untuk memperpanjang visa saya"."VoA US$35 per bulan, Anda dapat memperpanjangnya," katanya.
Ia menyadari dengan visa tersebut, ia tak diizinkan untuk bekerja di Indonesia. "Ilegal, tentu saja saya mengerti... Kalau tertangkap petugas imigrasi, Anda harus membayar US$3000," katanya dan ini harga denda resmi.Ia nekat bekerja secara ilegal dengan alasan agar bisa memperoleh "uang ekstra" dari latihan selancar sebesar "US$50 dalam sekali latihan".Dan, kata Ivan, isu bekerja ilegal ini sudah menjadi masalah berlarut-larut di Indonesia. "Banyak orang seperti bule tinggal di sini selama 15-20 tahun, dan mereka bekerja seperti itu setiap saat," katanya.
Tapi belakangan ini Ivan mulai khawatir dengan aktivitas ilegalnya, karena kasus ini ramai di media sosial.
Ia pun membantah telah mengambil penghasilan dari warga lokal."Karena pelanggan saya, klien saya mereka berasal dari teman-teman saya, teman-teman dekat. Saya tidak memberi promosi, personal, atau promosi internet," katanya.Selain itu, Ivan juga mengaku aman bekerja secara ilegal sebagai pelatih selancar di Bali dalam satu tahun terakhir, karena harus menyetor ke petugas pemerintah. Namun, BBC tak bisa mengklarifikasi tuduhan ini.
Bagaimana pun, pengakuan ini menguatkan laporan dugaan pekerja asing ilegal di Bali yang dihimpun akun Instagram @moscow_cabang_bali.
Akun ini mengklaim telah mengunggah ratusan laporan tuduhan terkait dengan jasa layanan ilegal yang diberikan oleh turis asing di Bali, khususnya warga negara Rusia.
Jasa yang ditawarkan mulai dari sewa penginapan, fotografi, jasa perjalanan wisata, pelatihan berselancar, rental sepeda motor, latihan piano, cukur rambut hingga jualan sayur.
Salah satu yang diunggah adalah dugaan seorang turis yang sedang mengajarkan cara berselancar.
'Mengkhawatirkan'
Ragam penjajakan jasa dan bisnis dari turis asing ini memicu "keresahan" di tengah masyarakat Bali, terutama terkait dengan ceruk pendapatan.
Ketua Paguyuban Yasa Segara Bengiat Nusa Dua, Nyoman Sadnya mengaku resah dengan keberadaan pelatih selancar asing. Tapi ia tak bisa menegur karena tak punya kewenangan. Paguyuban ini mewadahi usaha pelatihan dan perangkat berselancar warga di Bali.
"Itu mematikan bisnis kita," kata Nyoman.
Ia melanjutkan keberadaan jasa pelatih berselancar oleh turis asing di Bali "sangat meresahkan".
"Andai kata berlanjut, tanpa ada penanganan, kita mati," katanya.
Keluhan yang sama juga diutarakan seorang pengemudi mobil online, Gede Agus Feriawan. Menurutnya, penyewaan sepeda motor dari dan oleh turis asing sedikit banyak sudah berpengaruh terhadap pendapatannya.
"Pemerintah harus memberi atensi penuh dengan tamu-tamu yang stay lama di Bali. Bagaimana cara membuat mereka nyaman, tapi bagaimana kelonggaran mereka memberi kebebasan, seperti sewa motor, membuka usaha gelap... Saya harap lebih cepat ditanggapi masalah ini," katanya.
Seorang fotografer di Bali, Wayan Parmana mengaku sejauh ini keberadaan fotografer ilegal yang dijalankan oleh turis asing belum berdampak langsung terhadap bisnis yang ia jalankan. Musababnya kata dia, masing-masing sudah punya pasarnya.
Akan tetapi, ia tetap khawatir jika ini dibiarkan usahanya akan tergerus di tengah keberadaan layanan jasa fotografi ilegal dari turis asing.
"Mengkhawatirkan, iya. Karena mereka punya support system dan modal yang jauh di atas kita. Koneksi sesama orang luar pun banyak. Lambat laun bisa menggeser fotografer lokal," katanya.
Baca Juga:
Pemilik usaha Agra Photo & Film ini juga mengatakan warga asing yang bekerja secara ilegal di dunia fotografi bukan baru pertama kali terjadi.
"Sebenarnya sudah terjadi semenjak bisnis fotografi naik daun mulai tahun 2012, terutama banyak WNA China yang membawa langsung tim foto, video serta make up dari negaranya kemudian menetap di Bali. Beberapa sempat dilaporkan dan akhirnya dideportasi," katanya.
Wayan berharap pemerintah segera mengatasi persoalan ini.
"Kasian juga orang Bali-nya, Sepertinya mereka [turis asing yang bekerja ilegal] tidak berterima kasih pada Bali sendiri yang sudah kasih mereka kehidupan yang nyaman," kata Wayan.
'Kebut bentuk satgas'
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengaku sedang kebut membentuk satuan tugas khusus untuk membenahi turis asing yang bekerja secara ilegal. Satgas ini melibatkan kepolisian dan kantor imigrasi.
"Mudah-mudahan minggu ini sudah selesai semua," kata Cok Ace - sapaan Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati kepada BBC News Indonesia, Senin (06/03).
Cok Ace mengakui keberadaan turis asing yang bekerja secara ilegal di Bali sudah dilaporkan sebelum pandemi Covid-19. Tapi saat itu, umumnya turis asing bekerja secara ilegal pada "posisi level tinggi di bidang marketing dan restoran."
"Sekarang masuk ke level lebih bawah lagi," katanya.
Cara kerja mereka, tambah Cok Ace, melibatkan komunitas sendiri apa yang disebut "dari mereka, untuk mereka".
"Mereka ekslusif, membuat semacam komunitas khusus warga-warga tertentu," katanya.
Warga Ukraina pemilik KTP bernama Rudi dan film tidak layak
Sejauh ini pihak Pemprov Bali belum mendata laporan dugaan turis asing yang bekerja secara ilegal. Tapi, Cok Ace menggambarkan sejumlah temuan kasus yang diduga terkait hal ini.
Pertama, kasus temuan warga asal Ukraina yang memiliki KTP Indonesia ilegal bernama Alexandre Nur Rudi, 37 tahun. Saat ditangkap akhir Februari lalu, pria berinisial RK sempat bersikukuh sebagai warga Indonesia dengan panggilan Rudi.
"Ini sudah parah sekali sebenarnya, kalau sudah ada pemalsuan KTP sudah luar biasa sekali," kata Cok Ace.
Kasus lainnya, apa yang disebut Cok Ace sebagai pembuatan film tidak layak.
"Jadi ada dua kerugian kami. Secara ekonomi Indonesia dirugikan, secara pencitraan yang kita jaga selama ini juga dirugikan. Jadi tidak ada salahnya kita tertibkan lebih cepat lagi," kata mantan bupati Gianyar tersebut.
Selain itu, baru-baru ini Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar mendeportasi dan menangkal seorang Warga Negara Rusia berinisial SZ.
Tindakan tersebut diambil lantaran SZ menyalahgunakan izin tinggalnya, di mana kegiatan yang dilakukan oleh SZ tidak sesuai dengan ketentuan izin tinggal tersebut.
"Dari hasil pemeriksaan, yang bersangkutan terbukti menyalahgunakan izin tinggalnya dengan melakukan kegiatan sebagai seorang fotografer selama berada di wilayah Bali.
SZ mengiklankan jasa fotografinya melalui media sosial. Yang bersangkutan masuk ke Indonesia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan menggunakan Visa Tinggal Terbatas Investor pada tanggal 27 April 2022," ungkap Kepala Kantor Imigrasi Denpasar, Teddy Riyandi , Selasa (28/02).
Bisa memperpuruk citra wisata Indonesia
Pakar hubungan internasional, Teuku Rezasyah mengamati persoalan ini secara serius, karena menurutnya bisa berdampak terhadap minat turis dari negara lainnya. Indonesia dianggap tidak optimal menyelesaikan pelanggaran visa oleh warga asing.
"Bisa secara drastis mengurangi kedatangan wisatawan asing yang benar-benar ke Indonesia. Akibatnya target pariwisata kita tidak tercapai," kata Rezasyah.
Selain itu, keberadaan turis asing asal Rusia yang bekerja tidak sesuai visanya tak lepas dari faktor geopolitik perang Ukraina-Rusia. Bali, kata dia, merupakan lokasi yang paling aman untuk ditinggali dan menghindar dari wajib militer.
"Karena dari pada nanti ikut wajib militer dengan risiko kematian yang tinggi, mendingan gabung di luar negara Rusia kemudian kalau sudah bisa mendeteksi sejak dini kabur ke Bali," kata Rezasyah.
Peneliti senior hubungan internasional dari Strategic and International Studies (CSIS), Fitriani menilai turis yang bekerja ilegal di Bali bukan sekadar persoalan geopolitik.
"Tapi masalah perlunya penegakan hukum yang lebih kuat," kata Fitriani.
Laporan-laporan dugaan turis yang bekerja di Bali perlu diverifikasi terlebih dahulu.
"Mengenai orang asing yang bekerja menurunkan pendapatan warga lokal, ini menurut saya masalah pengaturan, bidang apa saja yang memperbolehkan orang asing bekerja dan memiliki bisnis, bagaimana aturannya, apakah harus bermitra dengan WNI misalnya," katanya.
Berdasarkan laporan Dinas Pariwisata Bali, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Pulau Dewata mencapai 2,1 juta jiwa selama 2022 . Jumlah turis asing didominasi dari Australia, India, Singapura, Inggris, Amerika dan Prancis.
Sementara wisatawan asal Rusia menyumbang 58.031 kedatangan atau sekitar 2,69% dari total turis yang datang ke Bali di tahun yang sama. Namun, jumlahnya terus meningkat setelah invasi Moskow ke Kiev meletus.
Di sisi lain, Ukraina menyumbang 7466 kedatangan atau 0,35% dari total turis di Bali pada 2022.