Konten Media Partner

Sejumlah Negara Jadi Sasaran Tarif Baru AS, Bagaimana Nasib Indonesia?

2 April 2025 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Sejumlah Negara Jadi Sasaran Tarif Baru AS, Bagaimana Nasib Indonesia?

Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah yang ditandatangani pada 26 Maret silam untuk pengenaan tarif terhadap mobil dan suku cadang mobil
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah yang ditandatangani pada 26 Maret silam untuk pengenaan tarif terhadap mobil dan suku cadang mobil
Rencana pengenaan tarif baru untuk mobil dan suku cadang mobil menjadi bagian dari gelombang pajak impor yang akan diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada Rabu (02/04).
Trump menyebut tanggal tersebut sebagai "Hari Pembebasan", yang merujuk pada pengenaan tarif balasan terhadap berbagai negara untuk mengekang praktik yang dianggapnya tidak adil.
AS telah mengenakan tarif tinggi pada impor baja dan aluminium, dan pada barang-barang dari Kanada, China, dan Meksiko.
Negara-negara mana saja yang dikenai tarif baru dan akankah Indonesia turut terdampak?

Ancaman terbaru

Presiden Trump menegaskan pada Minggu (30/03) bahwa tarif baru akan berlaku secara luas, tidak hanya dikenakan pada negara-negara yang dinilai punya ketidakseimbangan perdagangan terbesar dengan AS.
"Akan mulai dengan semua negara, jadi mari kita lihat apa yang terjadi," katanya kepada wartawan.
Trump juga mengancam akan mengenakan tarif sekunder pada negara-negara yang membeli minyak Rusia, jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina, katanya kepada NBC News pada Minggu (30/03).
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
"Jika Rusia dan saya tidak dapat membuat kesepakatan untuk menghentikan pertumpahan darah di Ukraina, dan jika saya pikir itu adalah kesalahan Rusia... saya akan mengenakan tarif sekunder pada minyak, pada semua minyak yang keluar dari Rusia," kata Trump.
Imbas dari pernyataan Trump, terjadi penurunan tajam di pasar saham seluruh Asia dan Eropa pada Senin (31/03), menjelang penerapan tarif yang dia usulkan pada Rabu (02/04).

Apa saja tarif yang sudah diumumkan AS?

Awal bulan ini, Presiden Trump mengumumkan pengenaan tarif sebesar 25% untuk kendaraan bermotor, yang akan mulai berlaku pada 2 April.
Sementara itu, tarif untuk suku cadang mobil akan mulai berlaku pada Mei atau sesudahnya, kata Trump.
Adapun AS mengimpor sekitar delapan juta mobil per tahun, dengan nilai US$240 miliar.
AS mengenakan tarif sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko pada tanggal 4 Maret, dengan tarif sebesar 10% untuk impor energi dari Kanada.

Baca juga:

Namun, kendaraan bermotor dan suku cadang kendaraan bermotor yang dibuat sesuai dengan perjanjian perdagangan bebas AS-Meksiko-Kanada (USMCA) dikecualikan dari pengenaan tarif ini, hingga pejabat bea cukai AS merancang sistem untuk mengenakan bea masuk.
Gedung Putih mengatakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko dimaksudkan untuk membujuk pemerintah mereka agar menghentikan migran ilegal dan fentanil (obat opioid yang dibuat secara ilegal) ke AS.
Sebelumnya, pada 4 Februari, AS mengenakan tarif menyeluruh sebesar 10% terhadap barang-barang dari China, yang kemudian dinaikkan menjadi 20% pada 4 Maret.
Presiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan).
Kendati begitu, impor barang dengan nilai kurang dari US$800 dikecualikan.
China kemudian merespons kebijakan tarif Trump dengan mengenakan pajak 10-15% atas barang-barang dari AS seperti produk pertanian.
Sementara itu Kanada telah membalas dengan mengenakan tarif atas impor AS senilai lebih dari US$40 miliar.
Adapun Meksiko menunda penerapan tarif balasan.
Pada 12 Maret silam, AS memperkenalkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap impor baja dan alumunium dari semua negara di seluruh dunia.
Pengenaan tarif ini secara khusus berdampak pada Kanada, Brazil, Meksiko, Korea Selatan, Vietnam dan Jepang, yang merupakan eksportir logam terbesar ke AS.
Uni Eropa kemudian membalas dengan mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai US$28 miliar mulai 1 April, termasuk kapal, wiski bourbon, dan sepeda motor.
Pada 25 Maret, AS mengenakan tarif sebesar 25% pada semua barang dari negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela.
Gedung Putih mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menekan pemerintah "korup" negara tersebut dan memaksanya untuk menindak tegas geng-geng Venezuela seperti Tren de Aragua, yang katanya aktif di AS.
Sebuah organisasi penelitian, Moody's Analytics, mencatat tarif saat ini mencakup barang senilai US$1,4 triliun dan telah mendorong tarif rata-rata AS untuk barang-barang impor dari 3% menjadi 10%—tingkat tertinggi sejak Perang Dunia Kedua.

Negara mana saja yang akan dikenai tarif baru pada 2 April? Akankah Indonesia terdampak?

Trump berulang kali menyebut 2 April sebagai "Hari Pembebasan".
"Tanggal 2 April adalah Hari Pembebasan di Amerika!!!" tulisnya baru-baru ini di Truth Social.
"Selama puluhan tahun kita telah ditipu dan dilecehkan oleh setiap negara di Dunia, baik kawan maupun lawan," ujar Trump kemudian.
"Sekarang akhirnya tiba saatnya bagi Amerika Serikat untuk mendapatkan sebagian dari UANG itu, dan RASA HORMAT, KEMBALI. TUHAN MEMBERKATI AMERIKA!!!"
Donald Trump menjanjikan tarif yang luas saat kampanye Pilpres AS 2024 silam
Dalam kampanye Pilpres AS 2024 lalu, Trump kerap berbicara tentang pengenaan tarif sebesar 10% atau 20% pada barang-barang dari semua negara yang memasuki AS.
Baru-baru ini ia berbicara tentang penerapan tarif "timbal balik"—yang menyamakan tarif yang dikenakan negara lain pada ekspor AS dengan dasar "mereka mengenakan tarif kepada kami, kami mengenakan tarif kepada mereka".
Namun, dalam wawancara dengan saluran televisi Newsmax pada 24 Maret, Trump mengatakan akan melonggarkan rencana penerapan tarif ini, dengan mengatakan bahwa dia "mungkin akan memberikan keringanan kepada banyak negara".

Baca juga:

"Kami mungkin akan menerima tarif yang lebih rendah dari yang mereka tetapkan karena mereka telah menagih kami begitu banyak, saya rasa mereka tidak akan sanggup menerimanya," katanya, dan menambahkan bahwa beberapa negara mungkin akan terhindar sama sekali.
Selain itu, dia mengatakan akan membatalkan rencana untuk mengenakan tarif pada negara-negara yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai pada barang, menurut laporan CNBC yang mengutip Gedung Putih.
Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, menambahkan: "Salah satu hal yang kami lihat dari pasar adalah mereka mengharapkan... tarif yang sangat besar ini pada setiap negara... Hanya beberapa negara, dan negara-negara tersebut akan dikenakan beberapa tarif."
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengisyaratkan tarif mungkin difokuskan pada sejumlah negara
Pemerintahan Trump belum mengonfirmasi negara mana yang akan terkena dampak.
Pada Minggu (31/04), Trump mengatakan tarif baru dapat berlaku untuk "semua negara".
Namun, masih belum jelas sejauh mana tarif akan diterapkan.
Bulan lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan upaya difokuskan pada "Dirty 15", yaitu 15% negara yang mengekspor lebih banyak barang ke AS ketimbang yang mereka impor dari AS serta mengenakan tarif atau aturan lain yang merugikan perusahaan AS.
Kantor Perwakilan Dagang AS, saat bersiap menyusun rekomendasi, mengidentifikasi negara-negara yang "sangat diminati".
Negara-negara tersebut adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki, Inggris, Vietnam, dan Indonesia.
Selain mengenakan pajak pada mobil impor, Trump juga baru-baru ini mengancam akan mengenakan tarif pada produk farmasi dan chip komputer asing, menurut laporan sejumlah media.

Mengapa Trump mengenakan tarif?

Presiden Trump telah menjadikan tarif sebagai landasan utama strategi ekonominya.
Ia memulihkan neraca perdagangan Amerika, mengurangi kesenjangan antara seberapa banyak AS membeli dari negara lain dan seberapa banyak AS menjual kepada negara lain.
Pada 2024 silam, AS mengalami defisit perdagangan lebih dari US$900 miliar.
Pada 4 Maret, Presiden Trump mengatakan kepada Kongres AS: "Kami telah ditipu selama beberapa dekade oleh hampir setiap negara di Bumi, dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi."
Trump mengatakan bahwa dalam jangka waktu panjang, pengenaan tarif terhadap produk impor ini akan meningkatkan industri manufaktur AS, melindungi lapangan kerja, meningkatkan pendapatan pajak, dan memacu pertumbuhan ekonomi.
Dia menyebut tarif akan meningkatkan pendapatan pemerintah dalam jumlah yang "cukup besar".
Pabrik mobil Meksiko sebagian besar mengekspor ke AS dan mungkin akan sangat dirugikan oleh tarif.
Trump juga mengatakan tarif akan mendorong perusahaan asing untuk membuat produk di AS.
Ia mengumumkan pada 24 Maret silam bahwa produsen mobil Korea Selatan, Hyundai, menginvestasikan US$21 miliar di AS.
Trump juga mengeklaim tarif telah membuat produsen mobil itu memindahkan operasinya ke AS.
Penasihat perdagangan utama Trump, Pete Navarro, baru-baru ini mengatakan bahwa tarif akan mendatangkan pendapatan besar dan menciptakan lapangan kerja.
Pajak atas semua impor mobil dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar US$100 miliar per tahun, katan Navarro.
Sementara untuk semua yang direncanakan, dapat meningkatkan pendapatan negara US$600 miliar per tahun, sekitar seperlima dari nilai total impor barang ke AS, tambahnya.
Dokumen yang dirilis Gedung Putih pekan lalu menunjukkan tarif 10% pada setiap impor dapat menciptakan hampir tiga juta pekerjaan di AS.

Bagaimana tarif akan memengaruhi AS dan negara lain?

Para ekonom memperingatkan tarif akan menaikkan harga bagi konsumen AS dan menaikkan biaya produksi bagi perusahaan-perusahaan AS dengan membuat komponen impor menjadi lebih mahal.
Mereka juga memperingatkan bahwa tarif balasan dari negara-negara lain akan merugikan eksportir AS.
Moody's Analytics mengatakan tarif akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 0,6% selama beberapa tahun mendatang, dan akan menyebabkan hilangnya 250.000 pekerjaan.
Dikatakan bahwa Kanada dan Meksiko—yang sangat bergantung pada AS sebagai pasar untuk ekspor mereka—akan "menderita lebih banyak dan tidak mungkin terhindar dari resesi".