Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Studi Banding dan Tiru: Membangun Tata Kelola Lembaga Pendidikan
20 Oktober 2024 4:05 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Studi banding --- lebih dari sekadar perbandingan antar lembaga --- merupakan upaya menemukan keunggulan yang dapat diadaptasi dan diterapkan. Dalam dunia pendidikan, studi banding berfungsi sebagai alat yang sangat berharga dalam memperbaiki tata kelola dan meningkatkan mutu layanan. Contoh nyata dari hal ini terlihat pada sebelas yayasan dari Keuskupan Agung Medan yang melakukan studi banding di Perkumpulan Strada belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini menunjukkan bagaimana penerapan praktik terbaik dapat memperkuat manajemen lembaga pendidikan. Salah satu peserta studi banding juga memperkenalkan istilah "studi tiru," yang berasal dari konsep ATM—Amati, Tiru, dan Modifikasi—sebagai pendekatan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan lembaga.
Studi banding efektif tidak hanya melibatkan observasi pasif terhadap praktik-praktik di tempat yang dikunjungi, tetapi juga mengharuskan pihak-pihak yang terlibat untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran bersama.
Mereka dapat berdialog, menemukan kesamaan, dan mencatat aspek-aspek relevan dengan kebutuhan organisasi masing-masing. Kolaborasi ini penting agar ide-ide yang diambil dari tempat lain dapat dipahami lebih mendalam, sehingga lebih mudah disesuaikan dengan situasi internal yayasan atau institusi pendidikan (Tampubolon, 2019).
Lebih jauh lagi, penting meninjau dan memberi konsep ulang apa yang telah dilihat selama studi banding. Hal demikian mencakup menyesuaikan praktik unggulan tersebut agar sesuai dengan konteks lokal dan kondisi spesifik dari lingkungan yayasan. Dalam kajian Rahajo (2021) apa yang berhasil di satu tempat belum tentu dapat diterapkan secara langsung di tempat lain karena adanya perbedaan budaya, sumber daya, atau kebutuhan lokal.
ADVERTISEMENT
Tidak semua aspek dari praktik yang diamati dapat diadopsi secara mentah-mentah. Institusi harus selektif dan berhati-hati dalam menyaring elemen-elemen yang paling relevan dan dapat diterapkan dengan efektif. Pendekatan ini menurut Sutrisno (2020) memerlukan analisis kritis terhadap relevansi dan manfaat dari setiap temuan studi banding untuk memastikan bahwa hanya praktik sesuai dengan visi dan misi yayasan yang dapat diimplementasikan.
Oleh karena itu, penyesuaian yang matang sangat penting sebelum praktik-praktik baru diintegrasikan ke dalam rencana strategis yayasan. Rencana tersebut harus mempertimbangkan berbagai aspek lokal, seperti kapasitas sumber daya manusia, infrastruktur, dan dukungan masyarakat. Dengan demikian, hasil studi banding tidak hanya memperkaya wawasan tetapi juga memberikan dampak signifikan dan berkelanjutan bagi yayasan atau institusi (Setiawan, 2022).
ADVERTISEMENT
Keberhasilan studi banding ini juga bergantung pada bagaimana implementasinya di empat pilar utama: pendidikan, personalia, keuangan, dan sarana prasarana (sarpras). Bidang pendidikan memerlukan perhatian pada kurikulum dan metode pengajaran, sementara manajemen personalia menuntut peningkatan kompetensi guru dan karyawan.
Di sisi keuangan, pengelolaan efisien dan transparan menjadi kunci, dan untuk sarpras, infrastruktur memadai akan menunjang proses belajar mengajar. Dengan rencana strategis terstruktur dan aplikasi yang tepat, hasil studi banding dapat menghasilkan perubahan positif berkelanjutan.
Studi banding semacam ini mengajarkan bahwa inovasi tidak harus datang dari nol; meniru yang baik, lalu menyesuaikan dengan kondisi spesifik lembaga, adalah langkah cerdas dalam membangun tata kelola lebih baik. Melalui pendekatan ini, lembaga pendidikan dapat memanfaatkan praktik-praktik terbaik dari institusi lain, yang telah terbukti efektif dalam mencapai tujuan mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, proses adaptasi dan penerapan ide-ide baru dapat mempercepat kemajuan dan meminimalkan risiko kegagalan, karena lembaga tidak perlu menghabiskan waktu dan sumber daya dalam membuat semuanya dari awal.
Selanjutnya, penting untuk menekankan bahwa meniru bukan berarti kehilangan identitas; sebaliknya, hal ini merupakan upaya meningkatkan diri sambil tetap menghormati nilai-nilai dan budaya yang sudah ada. Dengan menerapkan inovasi yang telah teruji, lembaga dapat menghasilkan lingkungan lebih responsif terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, dalam konteks pengembangan tata kelola lebih baik, studi banding ini berfungsi sebagai jembatan dalam merangkul kemajuan dan efisiensi, sekaligus menghasilkan fondasi lebih kuat bagi masa depan pendidikan yang lebih berkualitas.