Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa 'Aset Tak Berwujud' Teramat Penting
26 April 2021 6:17 WIB
Tulisan dari Benny Sudrata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian sebuah lembaga terkenal: Intangible Asset (ITA) atau disebut juga ASET TAK BERWUJUD di dalam rangka penilaian perusahaan menjadi semakin dominan karena alasan-alasan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Nilai ITA masih pada level 17% pada tahun 1975, naik menjadi 32% pada 1985, selanjutnya 68% (1995), 80% (2005), 84% (2015) dan 90% (2020).
Persentase tersebut membandingkan valuasi 500 perusahaan terbaik di New York Stock Exchange (NYSE) dengan Tangible asset (TA), ASSET BERWUJUD yang ada di dalam neraca perusahaan-perusahaan tersebut.
Hasil riset ini tidak begitu mengejutkan buat saya, selama dua puluh lima tahun terakhir ini sudah banyak terjadi pergeseran cara berbisnis dan mendapatkan laba.
Semakin ke sini laba bisnis semakin didominasi oleh ITA sedangkan TA-nya hanya berperan sebagai aset pelengkap yang penting, di mana ekonomi yang berbasis INDUSTRI (manufaktur) sudah digeser dengan ekonomi yang berbasis JASA dan PENGETAHUAN.
Ini nampak jelas dari sumbangan ekonomi di Amerika Serikat, di mana komponen jasa sudah lama mendominasi komponen Produk Domestik Bruto-nya, kurang lebih mencapai 80%.
ADVERTISEMENT
Jadi tidak mengherankan kalau pada tahun 2020 di dalam komponen ITA dari perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat mencapai 90% dari total aset yang dimiliki oleh 500 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang tercatat di NYSE.
Tulisan saya ini mencoba membahas fenomena tersebut sebagai hal yang tidak bisa dihindari dan menjadikan metode valuasi perusahaan klasik jadi kurang relevan. Saya akan lebih banyak membahas bagaimana terjadinya ITA secara Accounting dan Keuangan.
Pada saat dimulainya industri manufaktur, pasar yang tersedia masih sangat besar dan persaingan di pasar tidaklah sekejam seperti yang kita lihat pada saat ini. Konsumen mencari barang. Semua teori ekonomi dan pemasaran basisnya adalah produksi barang sebanyak-banyaknya dan seefisien-efisiennya maka akan mendapatkan laba yang besar.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan teori ekonomi mikro, kalau suatu bidang bisnis mampu menciptakan laba yang besar maka akan menarik pemodal lain untuk masuk di bidang bisnis yang sejenis.
Sampai tercapai suatu tingkat laba yang dianggap normal, kurang lebih Return On Investment-nya sama dengan suku bunga deposito. Dalam tahapan ini, riset untuk menciptakan barang yang lebih baik dan efisien menjadi aktivitas bisnis yang sangat penting untuk dilakukan kalau ingin perusahaannya tetap hidup dan mampu bersaing di pasar sehingga otomatisasi di dalam sistem produksi dianggap menjadi jalan keluar untuk memenangkan persaingan.
Periode persaingan efisiensi produksi yang sangat cepat mendorong terjadinya perubahan pasar. Perubahan pasar terjadi dengan sangat cepat karena didorong oleh persaingan pada cara-cara produksi yang mengalami saturasi. Apa yang dimaksud dengan perubahan pasar di dalam tulisan ini adalah terjadinya filosofi, KONSUMEN MENJADI PENGUASA PASAR.
ADVERTISEMENT
Kalau konsumen sudah menjadi sedemikian berkuasanya untuk menentukan pilihan-pilihan untuk membeli dan mengkonsumsi barang atau jasa yang mereka butuhkan, maka HATI KONSUMEN menjadi objek untuk diperebutkan agar mau membeli produk yang dijual oleh produsen.
Untuk kebutuhan mengikat konsumen tetap menggunakan dan membeli suatu produk pun segera tercipta, sebagai pembeda dari produk-produk sejenis yang bersaing, JENAMA (BRAND). Di sinilah mulai muncul salah satu bentuk INTANGIBLE ASSET. Saya tidak begitu tahu bagaimana cara kemunculan eksistensi ITA dimulai dan di-NYATAKAN DI DALAM NERACA PERUSAHAAN SECARA MONETER.
Pada bagian berikut tulisan ini saya akan mencoba untuk mendiskusikan berbagai ITA yang kadang-kadang ada di dalam neraca perusahaan dan sering pula tidak bisa terlihat di dalam neraca perusahaan namun KEMAMPUANNYA MENCIPTAKAN LABA ADALAH NYATA TERLIHAT.
ADVERTISEMENT
Memperebutkan pasar dengan perbaikan produk yang dijual melalui perubahan teknologi produksi barang, kalau kita lihat sekarang, terutama untuk produk-produk utama yang banyak digunakan konsumen sudah mencapai titik di mana produsen sudah mencapai efisiensi yang sangat tinggi dan dengan desain produk yang sangat menarik dan saya anggap semua produsen besar sudah pada posisi PAR (sama).
Maka dengan sangat sadar produsen-produsen besar ini mencari cara-cara lain diluar perbaikan produk untuk mengambil hati konsumen agar mau membeli dan menggunakan produknya. Pada tahapan ini persaingan harus dilakukan dengan cara MEMBUJUK DAN MERAYU KONSUMEN. Maka kompetisi beralih ke cara-cara berkomunikasi dengan konsumen, promosi dan cara-cara pemasaran dan penjualan yang lebih sophisticated.
Kegiatan-kegiatan yang baru saja saya sebutkan ini adalah salah satu bentuk yang paling banyak dilakukan namun tidak dapat dicatat sebagai aset di dalam neraca perusahaan karena pada umumnya langsung dibebankan menjadi biaya operasional perusahaan.
ADVERTISEMENT
Pengeluaran untuk kegiatan ini sangat besar dan seringkali sudah melebihi pengeluaran untuk investasi pada sarana dan prasarana fisik perusahaan. Namun, hasil dari kegiatan seperti ini akan sangat berpengaruh pada pendapatan perusahaan dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Perlakuan atas pengeluaran yang dilakukan untuk kegiatan ini pada umumnya diperlakukan sebagai biaya operasi perusahaan dan langsung menjadi pengurang pendapatan perusahaan di dalam perhitungan laba-rugi perusahaan pada tahun fiskal di mana pengeluaran ini dikeluarkan.
Di sini kita bisa melihat kesulitan bagaimana memperlakukan pengeluaran sejenis untuk merebut hati konsumen atau sering disebut dengan biaya promosi atau biaya pemasaran. Manfaat kedua jenis pengeluaran ini sulit kita lakukan PERIODESASI, misalnya pengeluaran sekarang, apakah manfaatnya kita nikmati sekarang? Atau manfaatnya akan kita nikmati di masa yang akan datang? Sehingga prinsip Akuntansi untuk “MATCHING COST WITH REVENUE PROPERLY” jadi agak membingungkan.
ADVERTISEMENT
Namun demikian di dalam prinsip akuntansi masalah profesional judgement diizinkan untuk melakukan perlakuan sendiri di dalam memperlakukan pengeluaran. Jadi seringkali terjadi perbedaan perlakuan biaya dari satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Walaupun untuk tujuan yang sama: Mempertemukan biaya dengan pendapatan secara tepat untuk mendapatkan angka laba-rugi yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Dan kesulitan lainnya adalah memperkirakan apakah jenis pengeluaran untuk pemasaran dan promosi yang kita lakukan memang berhasil untuk menarik konsumen atau tidak? Dan bagaimana mengukur keberhasilannya atau kegagalannya?
Selain jenis biaya-biaya yang sudah saya uraikan dalam alinea sebelumnya, berikut ini saya akan mencoba untuk melihat biaya yang lain lagi yang sering sulit untuk diklasifikasikan sebagai biaya masa kini atau biaya masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Biaya PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (litbang). Untuk perusahaan-perusahaan besar yang pendapatannya juga besar, biasanya mereka sudah menganggarkan 5-10% laba perusahaan (mungkin bisa lebih atau kurang) digunakan untuk aktivitas litbang. Yang pembebanannya dilakukan secara konsisten, menjadi biaya tahun fiskal yang bersangkutan dengan pengeluaran ini.
Kalau biaya seperti ini menghasilkan temuan yang akan menjadi produk dan menjadi BRAND baru, nilai brand baru ini tidak kelihatan di dalam neraca perusahaan. Ini adalah bentuk ITA juga. Apakah brand seperti ini mempunyai nilai ekonomis? Jawaban saya: Tergantung, brand ini laku di pasar atau tidak!
Kalau brand ini laku, maka brand ini akan menambah laba buat perusahaan. Kalau tidak maka brand ini tidak ada harganya. Namun demikian brand seperti ini, bisa saja pada saat dikeluarkan tidak laku di pasaran, disimpan, pada saat tertentu dikeluarkan lagi, mungkin saja brand ini akan laku pada saat dikeluarkan bertepatan dengan momentum pasar yang bisa menerima brand ini.
ADVERTISEMENT
Di sini kita bisa melihat kesulitan yang kita hadapi di dalam melakukan penilaian suatu brand. BRAND BERNILAI KALAU DIA BISA MEMBERIKAN NILAI TAMBAH EKONOMIS BUAT PEMILIKNYA. Brand pun bermacam-macam level nilai ekonomisnya, misalnya Soto Pak Soleh, Sate XYZ, Beras Kencur Omega dan lain-lainnya, contoh ini juga semacam brand.
JADI UNTUK MEMBUAT BRAND ITU MUDAH NAMUN UNTUK MENJADIKAN BRAND BISA MEMBERIKAN NILAI EKONOMIS BAGI PEMILIKNYA TIDAKLAH MUDAH.
Apalagi sekarang, semua orang membuat brand untuk produknya masing-masing untuk dipromosikan melalui platform-platform online, menambah masalah penilaian berapa nilai brand menjadi makin sulit karena tingkat inflasi brand sudah sangat besar dan saya melihatnya brand akhir-akhir ini malah menjadi “NOISE”.
Biasanya hasil dari penelitian perusahaan yang menemukan sesuatu yang dianggap bernilai, dimintakan PATEN sebagai alat perlindungan hukum untuk menghindari dijiplak oleh orang atau perusahaan lain.
ADVERTISEMENT
Paten seperti ini pun bisa bernilai, bisa juga tidak. Tergantung, bisa memberi nilai ekonomis atau tidak? Jadi kesulitan kita untuk menempatkan berapa besar nilai brand atau paten ke dalam neraca perusahaan atau menambahkan nilai perusahaan di dalam kita menilai berapa nilai perusahaan secara wajar semakin jelas. Jadi perbedaan pengeluaran untuk investasi atau untuk operasi semakin sulit dibedakan.
Biaya lainnya yang sejenis dengan biaya-biaya yang sudah saya uraikan adalah: Biaya training karyawan. Apakah ini merupakan pengeluaran investasi yang kita perhitungkan untuk masa yang akan datang atau merupakan biaya operasi?
Kembali saya katakan untuk perusahaan besar, pengeluaran seperti ini, sama halnya dengan pengeluaran-pengeluaran untuk pemasaran dan promosi, tidak ada masalah, karena secara konsisten perusahaan besar melakukannya dan pembebanannya ke dalam pos biaya sudah dianggap normal.
ADVERTISEMENT
Untuk perusahaan kecil dan menengah biaya seperti ini jadi beban yang akan sangat mengganggu arus kas mereka.
Di dalam proses penilaian perusahaan biasanya, siapa orang yang mengelola perusahaan menjadi dasar yang sangat penting untuk menilai, apakah perusahaan ini baik atau kurang baik. Menilai personel yang mengelola perusahaan yang paling mudah adalah dengan melihat latar belakang pengalaman dan pendidikannya.
Banyak sekali terjadi, harga saham perusahaan di bursa saham akan turun atau naik yang disebabkan oleh adanya pergantian orang-orang kunci di dalam perusahaan yang bersangkutan. Jadi, jangan heran, kalau publik menganggap faktor siapa yang mengelola perusahaan menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk menilai perusahaan. Aset manusia ini menjadi begitu penting di dalam penilaian perusahaan, namun demikian tidak bisa kita lihat di dalam neraca perusahaan. ITA seperti ini pun sulit kita nilai.
ADVERTISEMENT
Intellectual Property (IP) yang bersifat Seni juga merupakan ITA yang sulit diukur nilainya karena banyak sekali kemunculan IP menjadi berharga secara moneter sulit kita usut kebelakang dan IP pun banyak yang bermunculan tetapi tidak menghasilkan nilai ekonomis bagi pemiliknya.
Namun demikian banyak pula IP yang memberikan nilai ekonomis bagi pemiliknya. Jadi kita akan menghadapi kesulitan yang cukup serius untuk mengatakan suatu IP mempunyai nilai moneter kalau kita tidak bisa membuktikan bahwa IP yang bersangkutan memang sudah menjadi kenyataan bisa membawa nilai tambah ekonomis bagi pemiliknya. Kesulitan lain menilai IP, akan bertahan berapa lama IP ini bisa membawa nilai tambah buat pemiliknya, kita juga mengalami kesulitan untuk memprediksinya.
Jadi kita juga mengalami kesulitan untuk menetapkan IP di dalam neraca perusahaan. Kecuali IP yang memang dibeli oleh suatu perusahaan dengan harga yang sudah jelas.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai kesulitan menilai ITA seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, lantas bagaimana mungkin hasil riset yang dipublikasikan pada alinea pembukaan tulisan ini bisa mengatakan bahwa pada tahun 2020, ITA perusahaan yang terdaftar pada S&P 500 ITA nya sudah mencapai 90% dari aset totalnya?
Saya berikut ini akan berusaha untuk menjelaskan beberapa hal menyangkut bagaimana ITA dapat muncul di dalam neraca perusahaan. Kalau pada penjelasan sebelumnya saya memperlihatkan bagaimana kesulitan menilai ITA sehingga pencatatannya ke dalam neraca mengalami kesulitan, berikut ini saya akan menjelaskan bagaimana ITA dapat dicatat di dalam neraca perusahaan.
Salah satu yang paling umum terjadi dan paling mudah dimengerti, adalah dengan terjadinya jual beli, aset berupa brand, paten, atau aset ITA lainnya. Misalnya perusahaan A memiliki ITA, anggaplah brand tertentu. Kemudian aset ini dijual ke perusahaan B. Maka perusahaan B akan mencatat di dalam neracanya aset dalam bentuk ITA. Sedangkan untuk perusahaan A, karena aset yang dijual merupakan hasil usaha dari pengeluaran-pengeluaran sebelumnya yang sudah dibebankan sebagai biaya dan tidak terlihat di dalam neracanya, maka transaksi ini seratus persen penerimaannya diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain atas penjualan ITA nya.
ADVERTISEMENT
Dan yang paling umum terjadi juga adalah: Kalau terjadi MERGER atau AKUISISI. Pada saat transaksi merger maka seluruh aset dari perusahaan-perusahaan yang dimerger dinilai, termasuk ITA nya.
Jadi pada saat selesai merger, neraca perusahaan hasil mergernya sudah mencatat ITA dari perusahaan-perusahaan yang dimerger.
Berbeda dengan transaksi Akuisisi, di dalam transaksi akuisisi hanya perusahaan yang diakuisisi saja yang asetnya dilakukan valuasi termasuk di dalamnya adalah ITA. Mengingat transaksi merger dan atau akuisisi di Amerika Serikat sangat sering terjadi dalam rangka konsolidasi industri atau kepentingan-kepentingan lainnya maka banyak sekali perusahaan di Amerika Serikat sudah mencatatkan ITA nya ke dalam neracanya.
Berbeda dengan di Indonesia, kejadian transaksi merger dan akuisisi sangat jarang terjadi sehingga kebanyakan ITA yang ada di dalam perusahaan yang merupakan hasil pengembangan sendiri tidak terdapat di dalam neraca perusahaan. Lebih-lebih kalau perusahaannya masih dimiliki oleh keluarga. Proses kemunculan ITA ke dalam neraca perusahaan sering disebut dengan istilah "UNLEASH COMPANY VALUE."
ADVERTISEMENT
Kita bisa melihat dengan nyata bahwa ITA memberikan nilai tambah pada perusahaan yang memilikinya cukup dengan melihat dua atau tiga perusahaan sejenis dengan aset yang kurang lebih sama tetapi pendapatan dan labanya berbeda jauh sekali, sangat mencolok. Hal ini membuktikan bahwa ITA memang mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang memilikinya.
Saya banyak melihat perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia—saya tidak sebutkan di sini—menunjukkan hal seperti itu. Bisa saja karena nama besar perusahaan yang bersangkutan, bisa juga karena pelayanan yang sangat baik, bisa juga karena reputasi perusahaan dan lain-lainnya. Akan membawa akibat pada besaran pendapatan dan laba yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang sebaliknya. Semua yang saya sebutkan terakhir inipun merupakan ITA.
ADVERTISEMENT
ITA, yang saya uraikan di atas kalau sudah melekat dan menjadi darah daging di dalam suatu perusahaan, sering disebutkan dengan bagian dari "CORPORATE CULTURE", budaya perusahaan. Nilai-nilai baik yang tertanam dan sudah menjadi pedoman seluruh anggota manajemen dan karyawan yang berkarya di dalam suatu perusahaan dan menciptakan laba untuk perusahaannya, merupakan rangkuman dari seluruh ITA. Nilai ini sungguh sangat sulit untuk dikuantifikasi secara moneter dan dicantumkan ke dalam neraca perusahaan.
Sebagai penutup tulisan ini, saya sedikit menyinggung mengapa transaksi merger dan atau akuisisi sangat jarang terjadi di Indonesia? Kebanyakan perusahaan di Indonesia masih dipegang pendirinya yang masih sangat menyayangi perusahaan yang dibangun oleh keluarganya untuk dimerger atau diakuisisi dengan dan oleh pihak di luar keluarga.
ADVERTISEMENT
Dan yang paling menghalangi adalah besarnya pajak yang dikenakan di dalam proses merger dan atau akuisisi. Kalau tingkat pajaknya diturunkan, mungkin transaksi merger dan atau akuisisi bisa lebih semarak dan nilai perusahaan di dalam neracanya menjadi lebih rasional. Dan mudah-mudahan konsolidasi industri semakin cepat terjadi.