Konten dari Pengguna

'Short Selling' GameStop dan Bitcoin yang Fantastis?

1 Maret 2021 8:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Sudrata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi GameStop. Foto: Mohammad Khursheed/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi GameStop. Foto: Mohammad Khursheed/REUTERS
ADVERTISEMENT
Saya sebagai pengamat dan penggembira pasar modal menjadi tertarik untuk membuat tulisan ini karena kehebohan yang disebabkan kenaikan harga saham GameStop Corp (GS), perusahaan yang memiliki banyak toko untuk menjual video game di Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
Namun kenaikan harga ini terjadi bukan karena alasan fundamental atau karena ada corporate action yang mendorong harga saham itu naik melainkan karena adanya SHORT SELLING (SS) yang berlebihan.
Pada bagian lain di dalam tulisan ini saya akan sedikit mengulas juga tentang kenaikan harga BITCOIN (BTC) yang sangat fantastis dan apa sebenarnya BTC itu memang sedemikian ampuhnya sehingga harganya mencapai Rp 700 juta per unit yang beberapa tahun yang lalu hanya berharga sekitar sepersepuluhnya.
Selain itu apakah BTC itu akan dapat menggantikan FIAT MONEY kelak di kemudian hari? Fenomena harga kedua jenis aset ini apakah memang wajar dan layak untuk dijadikan instrumen investasi bagi khalayak ramai?
Kejadian SS ini terjadi di bursa New York (NYSE) dan BTC bursanya masih belum diatur oleh pemerintah AS, sehingga mereka mempunyai bursa sendiri semacam Coinbase dan banyak lagi yang kesemuanya tidak/belum diatur oleh pemerintah jadi semacam pasar yang belum punya aturan yang mengikat dan bisa dilakukan tindakan hukum kalau sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hanya merupakan konsensus di antara para pemain saja.
ADVERTISEMENT
Kedua kejadian ini mungkin di Indonesia tidak banyak terdengar buat khalayak banyak kecuali untuk orang-orang yang bersinggungan dengan kedua instrumen tersebut di atas. Namun demikian kita bisa banyak menarik pelajaran dari kedua kejadian ini dalam hal cara berinvestasi dan jual beli saham di bursa. Sebagai bahan dari tulisan ini saya banyak mengutip dari berbagai media dalam negeri maupun luar negeri.

"Short Selling" GameStop

Apa itu SS? Kejadian ini dapat terjadi hanya di beberapa bursa yang memang mengizinkan untuk dilakukannya mekanisme SS. Bursa yang mengizinkan kita untuk melakukan SS hanya di bursa-bursa yang memiliki mekanisme pinjam-meminjam saham sebagai alat untuk menghindari terjadinya gagal serah barang.
Mekanismenya adalah sebagai berikut: Jika saya ingin menjual saham GS tetapi saya tidak mempunyai barang GS maka saya bisa meminjam barang tersebut melalui mekanisme pinjam meminjam saham, dengan suatu perjanjian tertulis yang mengatur tata cara pengembalian dan ongkos yang harus dibayar untuk mendapatkan pinjaman tersebut. Atau peminjaman barangnya bisa kita lakukan tanpa melalui mekanisme pinjam-meminjam saham yang formal, kita bisa meminjam dari teman dekat dengan jaminan kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Mengapa mekanisme ini diizinkan oleh bursa? Bursa mengizinkan pinjam-meminjam saham ini tujuannya adalah untuk menjaga agar harga suatu saham tidak terlalu ekstrem tinggi karena kurangnya penjual. Kalau pasar dalam keadaan overbought, harga saham cenderung menjadi sangat tinggi dan tidak mencerminkan fundamental saham tersebut. Untuk menjaga agar overbought tidak menjadi terlalu panas maka diharapkan munculnya penjual baru dari orang-orang yang bisa meminjam saham dari orang atau lembaga yang bisa memberikan pinjaman. Tujuannya untuk menahan kenaikan harga yang berlebihan, sehingga dapat dicapai harga-harga saham di bursa sesuai dengan fundamentalnya.
Dengan sedikit penjelasan yang baru saja saya uraikan kira-kira kita sudah bisa tahu mengapa seseorang melakukan SS. Semua yang dilakukan oleh orang yang melakukan SS adalah dengan harapan harga saham yang di SS itu ke depan akan turun.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh: saya meminjam saham GS pada saat harganya Rp 1.000/unit lalu saya menjualnya pada harga Rp 1.000/unit juga. Karena barang saya pinjaman maka saya berharap beberapa hari kemudian harga saham tersebut turun menjadi misalnya Rp 750/unit. Kalau saya sudah menjual di harga Rp 1000/unit lalu di pasar tersedia barang yang sama dengan harga Rp 750/unit maka kalau saya membeli saham di pasar dengan harga Rp 750/unit, saya langsung menikmati keuntungan Rp 250/unit. Harga jual dikurangi harga beli.
Pada saat kita melakukan pembelian saham untuk menutup pinjaman barang sering disebut dengan SHORT COVERING. Dengan melihat mekanisme ini, kalau yang terjadi sesuai dengan apa yang kita harapkan maka kita mendapatkan keuntungan dengan mudah, apalagi kalau penurunan harga sahamnya lebih dalam lagi maka keuntungan yang kita dapatkan tentu lebih besar lagi.
ADVERTISEMENT
Namun kalau yang terjadi sebaliknya, kita melakukan SS pada harga Rp 1.000/unit tetapi barang yang sama tersedia di pasar adalah Rp 1.500/unit maka untuk kita harus membeli barang yang bersangkutan pada harga Rp 1.500/unit, berarti kita mengalami kerugian sebesar Rp 500/unit.
Sekarang dengan berbekalkan penjelasan singkat saya di atas saya akan menjelaskan apa yang terjadi pada saham GS yang menimbulkan kerugian besar untuk pemain yang melakukan SS. Bisanya SS dilakukan dalam jumlah sedikit dan agak tertutup agar pasar tidak melakukan hal yang sebaliknya dari apa yang diinginkan oleh pelaku SS.
Yang terjadi dengan saham GS selama Januari dan Februari 2021 adalah sudah sangat keterlaluan, SS dilakukan sampai 140% di atas saham yang beredar.
ADVERTISEMENT
Dan celakanya, dengan teknologi media sosial hal ini menjadi pengetahuan para pemain saham. Dengan menggunakan forum diskusi di platform REDDIT, semuanya menjadi terbuka. Dengan terbukanya informasi berapa besar SS dilakukan maka orang-orang yang memegang barang GS langsung menahan untuk menjual segera.
Semua pemain saham tahu bahwa SS harus mereka beli kembali/cover secepatnya, apalagi kalau sudah mendekati selesai masa kontrak peminjamannya, mereka harus membeli di harga berapapun untuk menutup kontraknya agar tidak terjadi wanprestasi. Keadaan ini diperparah dengan adanya peredaran SHORT OPTION, surat opsi untuk menjual lebih dahulu tanpa memiliki barang, jadi kontrak ini menambah jumlah saham di SS menjadi lebih besar.
Dengan terbukanya informasi banyaknya SS yang beredar dan pemilik barang sungguhan (bukan peminjam) tidak mau menjual maka orang-orang yang melakukan SS harus menaikkan harga setinggi-tingginya agar dia bisa mendapatkan barang untuk menutup pinjamannya.
ADVERTISEMENT
Berikut ini saya sampaikan beberapa harga penutupan pasar yang saya anggap dapat menunjukkan berapa besar fluktuasi harga yang terjadi:
Harga saham GS pada tanggal 11 Januari 2021, USD 19,94/unit, pada tanggal 27 Januari 2021 harganya menjadi USD 347,51/unit dan harga intraday tertinggi pernah mencapai USD 483/unit.
Hanya dalam waktu kurang lebih 15 hari perdagangan naik sebesar USD 327,57 atau 1.600% lebih.
Kalau kita lihat data hariannya fluktuasinya luar biasa besar dan aktif. Sampai sekarang masih berlangsung fluktuasi seperti ini karena yang mengalami kerugian, menurut dugaan saya masih memegang barang dengan harga tinggi sehingga sedang berusaha untuk mengerek harga GS lebih tinggi dari sekarang agar dia bisa menjual barangnya pada harga yang dia inginkan.
ADVERTISEMENT
Kejadian seperti ini mempertontonkan kepada kita bahwa setiap saat pasar saham bisa berubah menjadi pasar perjudian dengan instrumen saham sebagai mediumnya. Dari kejadian ini sebenarnya kita bisa mempelajari kapan saham itu menjadi alat judi dan kapan sebagai instrumen investasi yang sehat.

Bitcoin

Logo Bitcoin. Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Pada tulisan saya beberapa bulan yang lalu saya pernah menulis mengenai apa itu BTC, mungkin untuk mengingat kembali saya akan sedikit menyinggung tulisan saya itu secara singkat.
BTC adalah virtual currency (menurut para penggemarnya) yang diciptakan oleh suatu sistem komputer dengan menggunakan teknologi yang dapat membuat produk yang dapat dipindah-pindahkan kepemilikannya di dalam suatu sistem tertutup (di antara para pemainnya saja, blockchain).
Jadi produk ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan fiat currency yang dikeluarkan oleh suatu negara. Harganya akan naik sampai berapapun dan seberapa besarpun tidak akan berpengaruh pada sistem perekonomian.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan komoditi minyak, misalnya, kalau harga minyak naik maka barang-barang yang diproduksi memakai energi minyak akan ikut terdorong naik.
Fiat money di dalam emisinya dikontrol oleh birokrasi pemerintah, dan ada perjanjian-perjanjian internasional yang harus ditaati kalau mata uangnya masih membutuhkan penghargaan dari masyarakat internasional dan di dalam satu negara pada umumnya hanya memiliki satu mata uang.
Berbeda dengan cryptocurrency (CC), bukan hanya BTC tetapi jumlahnya ratusan dan siapa saja yang punya kemampuan membuat program komputer untuk membuatnya bisa menciptakan CC baru dengan nama apapun, pada intinya adalah sama, produk virtual sebagai alat pembayaran yang bisa diterima oleh kalangan yang memang bisa menggunakannya.
CC ini bisa diciptakan di mana saja di dalam yurisdiksi pemerintahan tertentu selama negara yang bersangkutan tidak melarang. Jadi BTC dan sejenisnya ini sama sekali secara natural sampai sekarang masih belum bisa menggantikan posisi fiat currency.
ADVERTISEMENT
Para pendukung CC pada umumnya membanggakan bahwa CC tidak mengalami inflasi karena jumlahnya sudah tidak bertambah, berbeda dengan fiat currency yang jumlahnya setiap saya bisa ditambah oleh Bank Sentral suatu negara.
Apakah ini benar? Saya kira, suatu negara di dalam mengelola negaranya membutuhkan fleksibilitas jumlah uang beredar untuk mengendalikan segala macam kerumitan ekonomi di dalam suatu negara. Kalau tidak ada fleksibilitas maka gejolak nya justru terjadi pada mata uangnya seperti yang dialami oleh BTC dan sejenisnya.
Di sini saya akan perlihatkan harga BTC, pada Febuari 2011 harga BTC hanya USD 1/unit. Pada 21 Februari 2021 harga BTC adalah USD 50.000.
Bagaimana kalau mata uang suatu negara berfluktuasi dalam kurun waktu kurang lebih sepuluh tahun value-nya meningkat (mengalami apresiasi) lima puluh ribu kali. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada negara yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Dan CC yang lain selain BTC jumlahnya sangat banyak sampai-sampai ada bursanya untuk menampung orang yang ingin jual beli CC, dengan value berbeda-beda tergantung bagaimana para penggemar CC melihat masa depannya.
Saya pada saat menghadiri suatu investor gathering di Tokyo pada tahun 2019, bertemu dengan teman dari Filipina. Dia adalah salah seorang pakar di bidang CC. Dia bercerita pada saya dia juga mengembangkan CC di Filipina. Namun karena kebanyakan orang-orang di Filipina masih belum mengerti tentang CC jadinya tidak berkembang. Dan terakhir saya mendengar kabar bahwa CC ciptaannya dibubarkan.
Namun demikian banyak orang, bahkan Elon Musk, pendiri perusahaan mobil Tesla baru-baru ini membeli BTC seharga USD 1,5 miliar, Elon Musk bukanlah orang bodoh. Namun di lain pihak kita juga membaca di media-media, apa kata Bill Gates (pendiri Microsoft) pada saat dia mengomentari tindakan Elon Musk membeli BTC sebesar itu: "Kalau uang anda tidak sebanyak Elon Musk, anda jangan ikut membeli BTC".
ADVERTISEMENT
Saya sependapat dengan apa yang dikatakan Charly Monger, partner lama dari Warren Buffett, yang mengatakan sampai hari ini kemungkinan untuk CC menggantikan fiat currency masih sangat jauh karena terlalu berfluktuasi dan tidak di dalam kendali institusi ekonomi.
Saya lebih melihat CC ini adalah sebagai VIRTUAL COMMODITY yang diciptakan sebagai media perjudian tidak mempunyai fundamental ekonominya. Jadi kalau kita mau berinvestasi pada instrumen virtual commodity sebangsa BTC kita harus mengerti betul benda yang satu ini tidak diatur seperti mata uang suatu negara. Sebagai penutup dari tulisan ini saya mengutip kata-kata teman saya yang mungkin hasil ngobrol dengan para pemain CC:
BTC (dia hanya mengatakan BTC), TOO BIG TO FAIL. Saya tidak percaya dengan kata-kata ini. Karena harga BTC berapapun tidak akan berpengaruh pada sistem keuangan suatu negara atau dunia.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan