Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
4 Contoh Puisi Karya Taufik Ismail yang Terbaik Sepanjang Masa
16 Juli 2022 17:08 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Taufik Ismail adalah salah satu penyair legendaris yang lahir di Bukittinggi pada tahun 1935. Puisi karya Taufik Ismail sarat akan nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas. Hal ini tidak mengherankan, mengingat Taufik hidup di masa saat kolonialisme masih berlangsung di Indonesia. Pastinya, kamu juga sudah tidak asing lagi dengan nama tersebut. Mengingat, nama Taufik Ismail kerap disebut dalam pelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SD hingga SMA. Melalui puisi, ia banyak menorehkan pemikirannya yang bebas dan idealis. Lalu, apa saja puisi Taufik Ismail yang hingga kini masih dikenang? Berikut adalah contoh puisi terbaik sepanjang masa karya Taufik Ismail.
ADVERTISEMENT
Contoh Puisi Karya Taufik Ismail
Mengutip buku Sasrawan Angkatan 1966-1970 oleh Dian Ika Pratiwi (2014), Taufik Ismail telah bercita-cita menjadi seorang sastrawan sejak duduk di bangku SMA. Namun, ia memilih jalan hidup yang cukup unik, yakni dengan menempuh sekolah kedokteran hewan dan menjadi ahli peternakan. Hal ini dilakukannya untuk bisa membiayai karir impiannya, yakni menjadi penulis puisi .
Adapun beberapa contoh puisi karangan Taufik Ismail yang legendaris yakni sebagai berikut:
1. Kembalikan Indonesia Padaku (Paris, 1971)
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
Sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
Yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
Dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,
ADVERTISEMENT
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
Karena seratus juta penduduknya,
2. Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini (1966)
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
Duli Tuanku ?
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
ADVERTISEMENT
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
3. Dengan Puisi, Aku… (1966)
Dengan puisi aku bernyanyi,
Sampai senja umurku nanti,
Dengan puisi aku bercinta,
Berbatas cakrawala…
Dengan puisi aku mengenang,
Keabadian Yang Akan Datang,
Dengan puisi aku menangis,
Jarum waktu bila kejam mengiris…
Dengan puisi aku mengutuk,
Nafas zaman yang busuk,
Dengan puisi aku berdoa,
Perkenankanlah kiranya…
4. Doa (1966)
Tuhan kami,
Telah nista kami dalam dosa bersama,
Bertahun membangun kultus ini,
Dalam pikiran yang ganda…
Dan menutupi hati nurani,
Ampunilah kami,
Ampunilah,
Amin…
Tuhan kami,
Telah terlalu mudah kami,
Menggunakan asmamu,
Bertahun di negeri ini,
Semoga…
Kau rela menerima kembali,
Kami dalam barisanmu,
Ampunilah kami,
Ampunilah,
Amin…
Sekumpulan puisi pendek Taufik Ismail yang disebutkan di atas dapat membuka cakrawala pemikiran kita tentang dunia sastra . Pastinya, puisi-puisi tersebut masih tetap abadi hingga kini meskipun penulisnya telah tiada. (DLA)
ADVERTISEMENT