Konten dari Pengguna

Putra Salahuddin Bernama Al-Zahir Mewarisi Tahta Ayahnya di Aleppo

Berita Terkini
Penulis kumparan
30 Januari 2024 17:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Putra Salahuddin Bernama Al-Zahir Mewarisi Tahta Ayahnya yang Berkedudukan di. Sumber: Pexels/Tarek Hagrass
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Putra Salahuddin Bernama Al-Zahir Mewarisi Tahta Ayahnya yang Berkedudukan di. Sumber: Pexels/Tarek Hagrass
ADVERTISEMENT
Salahuddin Al-Ayyubi merupakan jenderal Islam yang berasal dari wilayah Tikrit. Setelah kepergiannya, putra Salahuddin bernama Al-Zahir mewarisi tahta ayahnya yang berkedudukan di Aleppo.
ADVERTISEMENT
Kekuasaan atau dinasti Ayyubiyah ini wajib dipahami. Sebab termasuk salah satu sejarah Islam di dunia.

Ulasan Putra Salahuddin Bernama Al-Zahir Mewarisi Tahta Ayahnya yang Berkedudukan di Aleppo

Ilustrasi Putra Salahuddin Bernama Al-Zahir Mewarisi Tahta Ayahnya yang Berkedudukan di. Sumber: Pexels/Meruyert Gonullu
Putra Salahuddin bernama Al-Zahir mewarisi tahta ayahnya yang berkedudukan di Aleppo. Dikutip dari buku Crusader Art in the Holy Land: From The Third Crusade to The Fall of Acre, 1187-1291, Folda (2005), Al-Zahir Ghazi adalah putra dari Salahuddin yang memerintah Aleppo dari tahun 1186 sampai ia wafat di tahun 1216 (AH 582-613).
Al-Zahir pertama kali diangkat menjadi Gubernur Aleppo pada usia lima belas tahun. Wilayah tersebut baru saja direbut dari Zengid. Di saat yang bersamaan pula, kedua kakak laki-lakinya juga diangkat menjadi gubernur Suriah dan Mesir. Tanah yang diterima oleh Al-Zahir yaitu Aleppo berada di bawah kendali Al-Adil (saudara laki-laki Salahuddin).
ADVERTISEMENT
Di bawah kepemimpinannya tahun 1193, Al-Zahir dihadapkan dengan pemberontakan Zengid ‘Izz al-Din di Mosul. Kemudian ia meminta pamannya yang bernama Al-Adil untuk membantu menekan pemberontakan tersebut. Akhirnya pemberontakan Zengid dengan cepat dapat dipadamkan.
Pada tahun 1194, Al-Zahir menerima wilayah Jableh dan Latakia sebagai bagian dari penyelesaian otoritas Al-Afdal. Namun dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1196, Al-Afdal membuktikan bahwa dirinya tidak kompeten sebagai penguasa.
Al-Afdal kemudian kehilangan dukungan dari Al-Adil. Setelahnya, Al-Zahir, Al-Aziz, dan Al-Adil bergabung untuk menggulingkan serta mengasingkan Al-Afdal.
Selama menjadi gubernur atau penguasa di wilayah Aleppo, Al-Zahir memiliki banyak penasihat. Penasihat-penasihat tersebut dahulu bekerja dengan ayahnya, Salahuddin.
Tahun 1198, Al-Aziz meninggal dunia di Mesir dan kekuasaannya jatuh ke tangan putranya yang bernama Al-Mansur. Karena takut dengan ambisi Al-Adil, para petinggi di Mesir memanggil Al-Afdal untuk bertindak menjadi Bupati Mesir, atas nama keponakannya.
ADVERTISEMENT
Setahun kemudian, Al-Afdal dan Al-Zahir beraliansi dan mengepung Damaskus. Selama beberapa tahun, Al-Zahir berperang melawan tentara salib dan meminjamkan pasukannya untuk mendukung pangeran-pangeran Ayyubiyah lainnya. Al-Zahir pernah dikalahkan oleh Raja Leo dari Kilikia di pertempuran Amq.
Pada tahun 1212, Al-Zahir menikahi Dayfa Khatun dan empat tahun kemudian Az-Zahir meninggal dunia. Sebelum kematiannya, Al-Zahir menunjuk putra bungsunya yang bernama Al-Aziz Muhammad untuk menggantikan dirinya.
Putra Salahuddin bernama Al-Zahir mewarisi tahta ayahnya yang berkedudukan di Aleppo. Semoga penjelasan singkat tadi dapat menambah wawasan seputar sejarah Islam. (FAR)