Konten Media Partner

Berkaca dari Kasus Meninggalnya Dini Sera, Ini Cara Lepas dari Hubungan Toksik

12 Oktober 2023 8:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi toxic relationship. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi toxic relationship. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Kasus meninggalnya Dini Sera Afrianti oleh sang kekasih yang merupakan anak anggota DPR RI, Ronald Tannur, hingga kini masih menjadi sorotan. Sebelum tewas dianiaya sang kekasih, Dini kerap curhat soal kekerasan dalam berpacaran di akun Tiktoknya.
ADVERTISEMENT
Dari curhatan Dini tersebut, tak sedikit netizen yang menyebut jika Dini terjebak dalam hubungan toksik atau toxic relationship.
Istilah toxic relationship memang terdengar tidak asing di telinga masyarakat. Toxic relationship adalah suatu hubungan atau relasi yang tidak sehat sehingga menimbulkan perasaan negatif.
Menurut Ayu Kartika SPsi MPsi Psikolog, definisi hubungan toksik sebenarnya sangat beragam. Beberapa karakteristik hubungan tidak sehat seperti memaksakan kehendak, suka berbohong, bersikap terlalu curiga, hingga merendahkan pasangan. Selain itu, hubungan terkategori toksik apabila melibatkan kekerasan baik secara fisik, emosional, seksual, finansial, atau penelantaran.
Ayu menyebut, keinginan untuk selalu bergantung (kodependensi) pada orang lain dan narsistik juga menjadi tanda seseorang menjalin hubungan tidak sehat.
“Jadi sebenarnya toxic relationship hanya istilah umum yang sering kita gunakan. Sebab ada banyak jenis hubungan tidak sehat dalam relationship spectrum,” kata Ayu, Kamis (12/10).
ADVERTISEMENT
Ia lalu menjelaskan penyebab seseorang terjebak dalam hubungan toksik, yakni adanya siklus trauma. Kejadian di masa lampau yang tidak menyenangkan ternyata dapat mempengaruhi otak. Sehingga saat dewasa, orang cenderung menjalin hubungan yang serupa dengan pengalaman hidupnya.
“Sebagai ilustrasi, anak yang sering mendapatkan perlakuan kekerasan dari orang tua, maka ketika dewasa akan rentan terjebak dalam toxic relationship. Alasannya, karena mereka sudah familiar dengan situasi tersebut dan inilah yang dinamakan cycle of abuse,” terang Ayu.
Psikolog klinis itu mengungkap dampak akibat hubungan yang tidak sehat di antaranya gangguan sosial, ketidakmampuan emosional, bahkan perkembangan saraf terganggu. Oleh karena itu, ia menyarankan bagi seseorang yang berada dalam hubungan toksik untuk berani keluar dari ikatan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Cari akar permasalahan yang menyebabkan kalian merasa mengalami hubungan tidak sehat, misalnya perasaan tidak dicintai, cemas, penolakan, dan lain-lain. Kemudian, jangan ragu untuk memutus lingkaran toksik,” ujarnya.
Ayu juga mengaku bahwa tahap pemulihan pasca perpisahan merupakan momen yang menyakitkan. Sehingga tak heran, banyak orang memilih bertahan dalam hubungan tidak sehat.
Setelah melewati tahap perpisahan, penting bagi seseorang meluangkan waktu untuk menyadari bahwa proses tersebut tidak mudah. Selain itu, menilai kualitas hubungan sebelumnya dan mengenali kembali batasan personal.
“Jangan terburu-buru untuk bersikap reaktif, kita akui kalau tahap move on memang membutuhkan waktu. Dari sini, kita bisa menjadikannya sebagai pelajaran saat menjalin hubungan ke depan,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, refleksi diri juga dapat dilakukan dengan menerapkan teknik mindfulness. Selain itu, mengenali strategi coping yang sehat seperti olahraga, latihan relaksasi, validasi emosi, dan journaling. Proses ini dapat mempermudah seseorang pulih secara emosional.
ADVERTISEMENT
Terakhir, definisikan kembali makna cinta yang ingin dibangun dalam relasi baru. Ayu berpesan kepada pasangan yang pernah terjebak dalam hubungan toksik agar menyembuhkan diri terlebih dahulu. Dengan begitu, maka mencegahnya agar tidak menjadi pelaku dari lingkaran toksik.