Konten Media Partner

Kasus COVID-19 Melonjak di Singapura, Epidemiolog Ingatkan Soal Ini

5 Juni 2024 8:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Surabaya beberapa waktu lalu. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Surabaya beberapa waktu lalu. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Lonjakan COVID-19 baru-baru ini kembali terjadi di Singapura. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran di negara-negara tetangga, termasuk Indonesia. Salah satu penyebab lonjakan kasus ini adalah munculnya varian baru dari COVID-19, seperti KP.1/KP.2 dan JN.1. Varian ini lebih mudah menular, namun tidak menunjukkan tingkat keparahan yang lebih tinggi. Lonjakan kasus ini berdampak pada sistem kesehatan, dengan peningkatan rawat inap dan ICU.
ADVERTISEMENT
Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Kurnia Dwi Artanti dr MKes memberikan tanggapan terkait lonjakan kasus COVID-19 tersebut. Ia menyampaikan, tidak dapat dimungkiri bahwa mobilitas penduduk dan aktivitas masyarakat yang tinggi dapat meningkatkan risiko penularan COVID-19.
“Ketika mobilitas dan aktivitas masyarakat tinggi, maka interaksi dan kontak antar individu pun meningkat. Sehingga peluang penyebaran droplet yang terkontaminasi virus COVID-19 pun semakin besar,” ungkap Kurnia, seperti dikutip Basra, Rabu (5/6).
Sebagai negara yang memiliki kedekatan geografis dengan Singapura, tentu Indonesia perlu tetap waspada. Terlebih lagi, interaksi dan aktivitas masyarakat di kedua negara tersebut terbilang cukup tinggi.
Kedekatan geografis itu, kata Kurnia, dapat menjadi faktor utama yang meningkatkan potensi penularan COVID-19.
ADVERTISEMENT
“Mobilitas penduduk dan perjalanan antarnegara yang tinggi bisa membuka peluang penyebaran virus melalui droplet atau kontak fisik,” ucap Kurnia.
Sebagai bentuk antisipasi, lanjutnya, perlu adanya peningkatan kewaspadaan oleh masyarakat. Ia menjelaskan, penting untuk menggunakan masker di tempat dengan risiko tinggi. Seperti ketika berada di bangsal rumah sakit, fasilitas perawatan kesehatan, serta saat bepergian dengan transportasi umum.
“Meskipun penggunaan masker tidak lagi diwajibkan, hal ini dapat masuk dalam kategori pencegahan sekunder, yaitu self protection atau perlindungan diri sendiri,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kurnia menuturkan bahwa pemerintah Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat sistem kesehatan untuk mencegah penularan.
“Hal tersebut penting untuk dilakukan, meskipun kita telah melakukan penyesuaian sistem kesehatan dan respons publik untuk mengelola situasi lebih efektif daripada saat awal pandemi,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kurnia menegaskan bahwa vaksinasi tetap menjadi pertahanan utama dalam melawan COVID-19. Menurutnya, vaksinasi perlu digalakkan dengan mendorong masyarakat, terutama kelompok rentan, untuk segera melengkapi vaksinasi mereka.