Konten Media Partner

Kurangi Limbah Pangan, FOI Lakukan Kampanye Makan Tanpa Sisa

5 April 2023 10:59 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wida Septarina, Ketua Yayasan Foodbank of Indonesia (dua dari kiri) dalam acara #ABCDapurBersamaIbu yang digelar di Surabaya, Selasa (4/4) sore. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Wida Septarina, Ketua Yayasan Foodbank of Indonesia (dua dari kiri) dalam acara #ABCDapurBersamaIbu yang digelar di Surabaya, Selasa (4/4) sore. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Food waste masih menjadi masalah besar di Indonesia. Bahkan berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit di 2021, secara umum Indonesia adalah negara penghasil sampah makanan (food loss and waste/FLW) terbesar kedua di dunia.
ADVERTISEMENT
Menurut Wida Septarina, Ketua Yayasan Foodbank of Indonesia, food waste adalah limbah pangan yang terjadi di tingkat pasar ritel hingga di tingkat konsumen. Pangan terbuang akibat tidak laku ataupun penyia-nyiaan di rumah tangga.
Wida melanjutkan, ada kecenderungan lapar mata selama Ramadan. Menjelang waktu berbuka, banyak orang yang berburu makanan berbuka atau takjil hingga beberapa kantong plastik, tetapi yang dikonsumsi hanya sedikit.
"Kadang-kadang kita milih banyak makanan tetapi tidak mampu menghabiskannya. Di lingkungan saya saja seperti itu, buka puasa di restoran semua dipesan atau ketika belanja tanpa pakai catatan. Jadi belanja tanpa rencana sehingga banyak yang dibeli," jelasnya saat ditemui Basra usai acara #ABCDapurBersamaIbu yang digelar di Surabaya, Selasa (4/4) malam.
ADVERTISEMENT
Wida menuturkan pihaknya cukup getol mengampanyekan makan secukupnya saja sebagai upaya untuk mengurangi food waste.
"Kita makan yang baik itu kan sebenarnya hal yang baik ya, tidak berlebih-lebihan karena di luar sana masih banyak yang membutuhkan makanan," tukasnya.
Wida mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia cenderung berlebihan ketika mengkonsumsi makanan. Pertama, sudah tidak diterimanya lagi nasihat lama terkait makan harus habis.
"Dulu kan kita selalu dinasihati kalau makan itu harus habis jangan ada sisa di piring supaya nasinya enggak nangis. Sehingga kita makan selalu habis. Nah kalau sekarang nasihat semacam itu sudah tidak bisa diterima lagi," paparnya.
Kedua, tidak adanya contoh di keluarga untuk selalu menghabiskan makanan.
"Tidak ada role model di keluarga. Tidak ada yang memberikan contoh ke anak-anak untuk ketika makan harus selalu dihabiskan, jangan sampai menyisakan di piring," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Wida menegaskan seorang ibu mempunyai peran penting dalam akses makanan kepada keluarga, mulai dari ketika belanja hingga pengolahannya.
"Akses makanan di keluarga itu ya disediakan oleh ibu. Sehingga ketika ada sisa makanan, ibu bisa menyiasati untuk mengolahnya lagi. Misalnya ada sisa nasi, bisa digoreng atau diolah bagaimana, itu ibu bisa melakukannya," tuturnya.
"Kalau tidak habis kan juga bisa dibagikan ke orang lain. Jadi ada banyak hal yang bisa dilakukan sebelum sisa makanan itu sampai ke TPA (tempat pembuangan akhir). Karena kalau sudah di TPA akan berubah menjadi gas metana dan itu sangat berbahaya," tukasnya.
Selain menyasar para ibu, kampanye makan sekali habis juga kerap dilakukan FOI ketika melakukan pembagian makanan. Ini seperti yang dilakukan saat kegiatan Gerakan Dapur Bersama Ibu. Ketika membagikan makanan, FOI selalu mengimbau masyarakat yang menerima makanan untuk mengonsumsinya sampai habis.
ADVERTISEMENT
"Jadi jangan menyisakan makanan, dikonsumsi sampai habis, itu yang selalu kita imbau. Kepada ibu-ibu yang menyediakan makanan (dalam Gerakan Dapur Bersama Ibu) kita juga imbau agar makanan yang dikemas porsinya tidak berlebih," pungkasnya.