Konten Media Partner

Studi Sebut Sering Tidur Kurang Nyenyak Bisa Picu Penurunan Fungsi Otak

26 Februari 2024 17:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tidur. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tidur. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sebanyak 61% masyarakat Indonesia mengaku ingin hidup lebih sehat secara fisik di tahun 2024. Demikian fakta yang diungkap oleh hasil survei terkini YouGov tentang resolusi tahun baru.
ADVERTISEMENT
Selain tidak merokok, diet gizi seimbang dan olahraga teratur, meraih target hidup lebih sehat juga perlu disertai dengan tidur yang cukup dan nyenyak. Sebab kualitas tidur mempengaruhi banyak aspek dalam kesehatan fisik dan mental pada manusia.
Terutama tahapan tidur nyenyak, atau dikenal sebagai tahapan tidur gelombang lambat, yang bisa mengoptimalkan kesehatan fisik dan otak, serta membantu melindungi individu dari demensia. Tahapan ini berfungsi membantu proses pembuangan protein beracun yang terkait dengan penyakit Alzheimer. Oleh sebab itu, penting bagi orang dewasa untuk memprioritaskan tidur nyenyak dengan durasi waktu yang cukup, yakni 7-8 jam setiap harinya.
Melengkapi temuan ilmiah di atas, sebuah penelitian di Monash University mengungkap bahwa rata-rata individu berusia 60 tahun ke atas mengalami penurunan waktu tidur nyenyak sebesar 0,6% seiring bertambahnya usia setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Individu yang mengalami penurunan waktu tidur nyenyak memiliki risiko demensia yang lebih besar di masa depan, di mana setiap persentase penurunannya diasosiasikan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 27%.
Studi ini mengimbau orang-orang lanjut usia untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas tidur gelombang lambat dalam membantu mencegah demensia.
Pemimpin studi tersebut, Associate Professor Matthew Pase dari Monash School of Psychological Sciences dan Turner Institute for Brain and Mental Health di Melbourne, Australia, telah meneliti 346 responden lanjut usia yang terdaftar dalam Framingham Heart Study untuk menjalani dua studi tidur semalaman (overnight sleep) antara tahun 1995-1998 dan 2001-2003, dengan rentang waktu sekitar lima tahun. Responden yang sama kemudian secara hati-hati dipantau untuk risiko demensia hingga tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Selama 17 tahun masa penelitian, terdapat 52 kasus demensia yang ditemukan. Bahkan setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, kelompok, faktor genetik, status merokok, penggunaan obat tidur, penggunaan antidepresan, dan penggunaan ansiolitik, setiap persentase penurunan tidur nyenyak setiap tahun diasosiasikan dengan peningkatan risiko demensia.
“Tahapan tidur gelombang lambat atau deep sleep, dapat meminimalisir dampak penuaan pada fungsi otak dan memfasilitasi pembersihan sisa metabolisme di otak, termasuk protein berlebih yang memicu penyakit Alzheimer. Meski begitu, hingga saat ini kami masih belum yakin akan peran tidur gelombang lambat terhadap risiko demensia. Ada pun temuan studi kami menunjukkan bahwa kurangnya kecukupan tidur gelombang lambat mungkin menjadi faktor risiko pemicu demensia,” jelas Associate Professor Matthew Pase, dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Basra, Senin (26/2).
ADVERTISEMENT
Temuan serupa lainnya datang dari hasil penelitian gabungan oleh Sleep Health Foundation dan Monash University, yang menjelaskan bagaimana gangguan pola tidur dapat menjadi tanda awal penyakit Alzheimer. Premisnya adalah seiring perubahan kapasitas otak, masalah gangguan tidur dan gejala Alzheimer cenderung meningkat secara bersamaan.
Oleh karena itu, penting sesegera mungkin menanamkan kebiasaan sehat untuk meningkatkan kualitas tidur secara keseluruhan dengan menciptakan rutinitas waktu tidur yang nyenyak dan konsisten, serta memastikan lingkungan tidur yang nyaman.
Selain itu, menjaga paparan cahaya alami secara teratur juga memainkan peran penting dalam mengatur jam biologis alami tubuh.
Menetapkan rutinitas yang mencakup aktivitas fisik secara teratur merupakan faktor penting dalam memperkuat siklus alami tubuh untuk tidur dan bangun setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Aktivitas fisik yang rutin mempengaruhi kualitas tidur dengan berdampak pada suhu tubuh, meningkatkan suasana hati, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan faktor-faktor di otak yang berkontribusi terhadap kesehatan otak secara keseluruhan.
Sementara itu, potensi musik transformatif juga patut diperhatikan. Sebagaimana mengutip data 2023 World Alzheimer Report, tari poco-poco, yakni tarian serupa senam yang berasal dari wilayah Indonesia bagian timur, ternyata mendatangkan manfaat luar biasa dalam membantu pasien demensia. Banyak perawat yang mengurus pasien demensia menyadari kekuatan musik dalam memberikan kenyamanan, kebahagiaan, dan memulihkan ingatan, bahkan ketika komunikasi verbal menjadi sulit.
Begitu pun terkait pola makan, terutama yang kaya akan melatonin dan triptofan seperti pada buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, ikan, dan minyak zaitun, dapat meningkatkan durasi dan kualitas tidur. Praktik nutrisi ini kini diakui sebagai bagian integral dari kesehatan kognitif dan mungkin berperan dalam menurunkan risiko demensia.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, menjadikan kecukupan tidur nyenyak sebagai prioritas adalah bagian dari langkah mendasar menuju kesehatan otak yang lebih baik dan pencegahan demensia. Rangkaian temuan ilmiah terkait oleh Monash University menggarisbawahi pentingnya memahami dan menjaga pola tidur dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup secara menyeluruh.