Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten Media Partner
Kisah di Balik Desa Miliarder di Tuban: 3 Dusun Bakal Hilang dari Peta
27 Februari 2021 13:16 WIB
ADVERTISEMENT
Tuban - Pembangunan proyek Kilang Tuban atau New Grass Root Refinery (NGRR), memunculkan ratusan miliarder desa, di Kecamatan Jenu, setelah warga menerima uang ganti rugi pembebasan lahan untuk pembangunan kilang tersebut. Namun, pembebasan lahan proyek tersebut berdampak terhadap kondisi sebagian pemukiman warga di kecamatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di Desa Kaliuntu dan Desa Sumurgeneng, pembebasan lahan hampir tidak berdampak terhadap pemukiman warga, karena sebagian besar lahan yang dibebaskan merupakan meupakan area pesawahan.
Sementara, di Desa Wadung, ada pemukiman warga di 3 dusun yang dibebaskan atau direlokasi, yaitu Dusun Tadahan, Dusun Boro, dan Dusun Bringin.
Dampak dari relokasi proyek tersebut, tiga dusun dipastikan akan hilang dari peta dan data administrasi kependudukan Pemerintah Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.
Saat ini, sebagian besar warga di 3 dusun tersebut telah berpindah secara mandiri atau membeli tanah dan rumah baru, dari uang ganti rugi pembebasan lahan tersebut. Kondisi jalan beraspal menuju Dusun Tadahan yang sebelumnya ramai dengan lalu lalang kendaraan, kini nampak sepi. Yang tersisa hanya sejumlah bangunan rumah kosong dan sudah mulai rusak karena ditinggal oleh penghuninya.
ADVERTISEMENT
Namun masih ada beberapa warga yang bertahan di dusun tersebut, khususnya yang memilih untuk direlokasi, karena hingga saat ini masih belum ada kejelasan terkait rumah relokasi untuk warga tersebut.
Kepala Desa (Kades) Wadung, Sasmito, kepada awak media ini menjelaskan, di desanya, ada 150 kepala keluarga (KK) yang tersebar di tiga dusun, yaitu Dusun Tadahan, Dusun Boro, dan Dusun Bringin, yang digusur atau dibebaskan untuk pembangunan proyek kilang tersebut, sehingga ketiga dusun tersebut nantinya akan dihapus dari data administrasi kependudukan Pemerintah Desa Wadung.
"Ada kurang lebih 150 kepala keluarga di Dusun Tadahan, Boro, dan Bringin yang terkena pembebasan lahan atau direlokasi," ujar Sasmito.
Menurutnya, pihak Pertamina telah menyiapkan lahan untuk relokasi di lahan milik Perhutani, namun beberapa warga terpaksa masih harus tinggal di tempat-tinggalnya yang lama, karena hingga saat ini belum ada kejelasan kapan akan direlokasi karena tanah dan rumah untuk relokasi tersebut belum dibangun.
ADVERTISEMENT
"Kondisi ini membuat warga terpaksa harus menempati rumah di dusun yang sudah sepi, karena mereka ditinggalkan para tetangganya yang memilih relokasi mandiri menggunakan uang ganti rugi," kata Kades Wadung, Sasmito.
Dari penelusuran awak media ini, di Desa Wadung ada 3 skema yang ditawarkan pihak Pertamina kepada warga terdampak, yaitu yang pertama, warga memilih menjual tanahnya atau menerima uang ganti rugi.
Yang kedua, memilih direlokasi dengan luas lahan dan bangunan yang sama dengan rumah sebelumnya, sehingga tidak mendapatkan uang ganti rugi, namun hanya mendapat tanah dan bangunan seluas yang mereka miliki sebelumnya.
Dan yang ketiga, memilih direlokasi dengan lahan lebih kecil dari lahan yang dimiliki sebelumnya, sehingga dari selisih luas lahan tersebut masih menerima uang ganti rugi sesuai harga yang ditentukan oleh tim appraisal.
ADVERTISEMENT
Namun, kabarnya hingga saat ini Pertamina masih melakukan negosiasi tukar guling lahan dengan pihak Perhutani, sehingga lahan dan rumah untuk warga yang memilih direlokasi, masih belum dapat direalisasikan.
Dari pembebasan lahan tersebut, warga mendapat ganti kerugian senilai miliaran rupiah. Untuk lahan warga yang berupa area pesawahan dihargai antara Rp 600.000 hingga Rp 800.000 per meter persegi, sementara untuk lahan pemukiman dihargai lebih mahal atau diatas Rp 1 juta per meter persegi.
Salah satu warga yang masih menempati rumah di Dusun Tadahan, Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Ponijan (43), dirinya bersama 5 orang warga lainnya terpaksa tetap menempati rumahnya lantaran belum ada kejelasan terkait relokasi dari pihak Pertamina.
ADVERTISEMENT
"Katanya mau ada gusuran, tapi saya tidak tahu kapan akan dilakukan. Dengar-dengar ya bulan empat (red, April 2021). Saya juga sudah menunggu-nunggu, tapi sampai sekarang belum tahu kapan pastinya," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Jumat (26/02/2021).
Ponijan yang hanya tinggal berdua dengan istrinya Marni (42) yang saat ini dalam kondisi sakit-sakitan. Dirinya mengaku jika sudah dua kali digusur oleh pemerintah. Kali ini, rumah beserta pekarangan miliknya mendapat ganti rugi sebesar Rp 600 juta.
"Saya ini sakit lambung dan sudah sering kumat. Apalagi ketika mendengar kabar akan kena gusur lagi, kondisi saya juga langsung lemes," tutur Marni, istri Ponijan.
Marni menceritakan, jika dulu dirinya berserta warga yang tinggal di Dusun Tadahan ini, terdampak pembangunan pelabuhan yang saat ini menjadi lahan milik KLHK. Kini dirinya bersama warga lainnya kembali dipaksa meninggalkan rumah beserta kenangan indah bersama keluarga dan masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
"Namanya orang kecil dan tidak punya, ya mau gimana lagi, ya hanya bisa pasrah," tutur Marmi. (ayu/imm)
Kontributor: Ayu Fadillah
Editor: Imam Nurcahyo
Publisher: Imam Nurcahyo
Story ini telah dipublish di: https://beritabojonegoro.com