Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Fahri Yakin Pemborgolan Tahanan KPK Tak Kurangi Korupsi
3 Januari 2019 10:32 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Jakarta (beritajatim.com) - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai kalau kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memborgol tersangka korupsi yang sudah ditahan, tidak akan mengurangi jumlah koruptor di Indonesia. Sebab, cara berpikir efek jera ini dengan memborgol tersangka korupsi malah membuat semua menjadi orang bodoh dan menerima nasib.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya bangsa ini memerlukan ide-ide yang cemerlang dalam mendisain sistem anti korupsi. Itu harusnya fokus KPK. Soal borgol, dulu rompi oranye, dan lain-lain itu itu, bukan ide cemerlang," kata Fahri Hamzah saat dihubungi wartawan, Rabu (2/1/2019).
Menurut Fahri, pemberantasan korupsi itu bukan cuma menimbulkan efek jera bagi pelaku, tetapi bagaimana mengurangi praktik-praktik korupsi itu sendiri.
"Kebijakan pemborgolan tahanan KPK tidak akan mengurangi jumlah koruptor di Indonesia. Hal itu terbukti dengan kebijakan sebelumnya, yaitu memakaikan rompi oranye kepada tahanan," katanya.
Karena itu, masih menurut Fahri, mumpung mau pergantian presiden, sebaiknya KPK fokus siapkan masukan kepada calon presiden (capres) yang akan datang. Sebab semua pihak harus yakin kalau korupsi itu bisa dihentikan dan bukan kutukan.
ADVERTISEMENT
"Nah, ini perlu kecerdasan otak. Cara berpikir efek jera ini bikin kita semua jadi orang bego, dan menerima nasib. Jadi, KPK jangan pakai otot terus, pakai otak dong," sindir Anggota DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu lagi.
Lantas, Fahri pun mengambil contoh Korea Selatan yang dulu punya KICAC (Korean Independent Commission Against Corruption) yang sama-sama lahir tahun 2002 dengan KPK. Tapi hanya 6 tahun mereka evaluasi, dan hasilnya sukses.
Korsel sekarang maju, income percapita di atas 20,000 USD/kapita. Padahal UU KICAC lahir pas pada saat KPK lahir. KPK harus mulai buka telinga, jangan karena bisa melakukan apa saja seolah jadi sempurna dan tidak punya kelemahan.
"Jadi kalau ada yang anggap KPK agak gagah-gagahan aja wajar. Karena inovasinya sudah makin tidak berguna bagi mengurangi jumlah korupsi di Indonesia," kata Fahri. [hen/suf]
ADVERTISEMENT