Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Surabaya (beritajatim.com) – Dhani Ahmad Prasetyo dihukum satu tahun penjara oleh majelis hakim yang diketuai R Anton Widyopriono dalam sidang yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (11/6/2019).
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangan putusan hakim nomer perkara 275/pid.sus/2019/PN Surabaya ini disebutkan jika peristiwa ini bermula pada rencana deklarasi ganti presiden yang dihadiri terdakwa pada Minggu 26 Agustus 2018 di Tugu Pahlawan Surabaya.
Saat terdakwa berada di lobi hotel Majapahit, terdakwa dihadang oleh orang-orang yang tidak dia kenal. Tujuan adalah supaya terdakwa tidak datangi deklarasi.
Karena dihalangi untuk keluar dan tidak bisa mengikuti deklarasi, terdakwa kemudian membuat rekaman video dan memposting di instagram @ahmaddhaniprast.
Video berdurasi 1 menit 30 detik tersebut diantaranya berbunyi, “Assalamualaikum teman-teman yang ada di deklarasi, maaf saya tidak bisa keluar karena saya didemo oleh 100 orang. Biasanya yang didemo kan Presiden, Menteri, Kapolri. Tapi ini musisi yang didemo, musisi yang tidak punya backing polisi dan tentara. Yang mendemo lak lucu a. Ini idiot, idiot, idiot ini mendemo orang yang tidak berkuasa. Saya nggak bisa keluar. Dua jam pendemo itu dibiarkan oleh polisi. Saya takut keluar karena kalau saya keluar nanti, saya habisi semua kan repot. Jadi mohon maaf pada teman-teman.”
ADVERTISEMENT
Majelis hakim menyatakan, video tersebut dibuat terdakwa karena rasa jengkel sebab terdakwa tidak bisa datang ke deklarasi di Tugu Pahlawan Surabaya. Terdakwa juga tidak dianggap sebagai orang Surabaya padahal dia adalah orang asli Surabaya.
Bahwa dengan kata-kata idiot yang dilontarkan terdakwa tersebut ditransmisikan dengan sadar oleh terdakwa ke akun instragramnya @ahmaddhaniprast. Dan kata idiot yang menurut ahli bahasa Indonesia Andi Yulianto adalah taraf berfikir paling rendah ini menurut hakim membuat para saksi merasa tersinggung.
Hakim juga mempertimbangkan berdasarkan keterangn ahli yang seorang pakar linguistik forensik Endang Solihatin disebutkan bahwa kata ini idiot, idiot ini dan teks “Ini” yang dimaksud adalah pendemo yang lokasinya tidak jauh dari terdakwa yang tak lain adalah saksi-saksi yang melaporkan kasus ini.
ADVERTISEMENT
“Maka berdasarkan fakta tersebut maka unsur mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik telah terpenuhi,” ujar hakim Anton dalam pertimbangan putusannya.
Selain itu hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan pada terdakwa kelahiran 26 Mei 1972 ini. Hal yang memberatkan terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa merugikan saksi, terdakwa juga sedang menjalani perkara lain dan sebagai calon legislatif mestinya terdakwa menjaga lisannya. “Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan terdakwa kooperatif,” ujar hakim Anton. [uci/kun]