Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Keluarga Protes Aris Dikebiri Kimia: Adik Saya Tidak Normal
27 Agustus 2019 23:25 WIB
ADVERTISEMENT
Mojokerto (beritajatim.com) – Pihak keluarga terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak, M. Aris (20), tidak sepakat atas pidana tambahan kebiri kimia. Pihak keluarga meminta agar Aris direhabilitasi. Menurut pihak keluarga, anak terakhir dari empat bersaudara tersebut memiliki perilaku berbeda dari orang lain.
ADVERTISEMENT
“Keluarga tidak setuju atas hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepada adik saya. Kondisi adik saya ini tidak normal. Setahu saya kalau orang yang tidak 100 persen itu ada hukumannya sendiri. Kalau dia ini normal tak mungkin melakukan hal semacam ini,” ungkap kakak pertama Aris, Sobirin (33), Selasa (27/8).
Sobirin bilang, hukuman kebiri tidak diberikan kepada adiknya itu. Meski sebelumnya psikolog yang didatangkan pihak penyidik menyebut jika kondisi warga Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto tersebut normal.
“Saya masih ingat, patokan dari pihak dokter pada saat menyatakan adik saya normal itu hanya karena dia bisa naik sepeda motor. Karena adik saya bisa naik motor dia dianggap normal. Padahal dia bisa naik sepeda motor itu diajari oleh teman-teman di tempat kerjanya. Bukan dari keluarga,” katanya.
Padahal, dalam sehari-hari banyak masyarakat sekitar yang mengatakan dia memiliki kelainan alias tidak normal sehingga dikucilkan dari lingkungan. Dia mencontohkan, kebiasaan Aris yang suka berjalan dan berbicara sendiri.
ADVERTISEMENT
“Yang paling sering itu dia tiduran di teras masjid, kemudian bermain mobil-mobilan dan berimajinasi film kartun Naruto. Ya bersikap seperti anak kecil, wong di tengah-tengah masyarakat saja dia dikucilkan makanya dia banyak memiliki teman di luar,” jelasnya.
Terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak tersebut hanya mengenyam pendidikan hingga kelas IV Madrasah Ibtidaiyah (MI). Aris juga tidak bisa membaca maupun menulis. Namun, kata sang kaka, dia pandai menggambar.
“Dari empat bersaudara hanya saya (anak pertama, red) yang normal. Adik perempuan saya kedua juga mengalami hal yang sama dengan Aris, sehingga hanya saya yang berkeluarga, semua belum punya keluarga. Semua saya yang memperhatikan mereka,” tegasnya.
Sobirin menjelaskan, ia beserta ibu dan ketiga saudaranya ditinggalkan oleh sang ayah. Sejak itu, ibu merekalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Meninggalnya sang ibu, membuat Sobirin menjadi pengurus adik-adiknya.
ADVERTISEMENT
“Keluarga hanya bisa berdoa yang terbaik buat adik saya, semoga dia tidak dikebiri, melainkan bisa mendapatkan pengobatan agar cepat sembuh. Ya, rehabilitasi karena dia tidak normal,” harapnya.
Sekadar diketahui, Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemuda yang bekerja sebagai tukang las itu, dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, Aris dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Hukuman kebiri merupakan pertimbangan dan keputusan para hakim di PN Mojokerto. Putusan perkara perkosaan yang menjerat Aris, naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.
JPU menilai putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim PN Mojokerto, terlalu ringan dibanding tuntutan yang diajukan jaksa. PT Surabaya akhirnya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan PN Mojokerto. Aris sebelumnya didakwa melakukan pemerkosaan terhadap sembilan anak gadis di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto.
ADVERTISEMENT
Aksi itu ia lakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban usai pulang kerja. Salah satu aksinya teredam CCTV, Kamis (25/10/2018) di wilayah Prajuritkulon Kota Mojokerto. Ia akhirnya diringkus polisi pada 26 Oktober 2018. [tin/but]