Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Suku Anak Dalam Jambi, Suku Yang Hidup Di Hutan Tropis Jambi
31 Desember 2023 13:47 WIB
Tulisan dari Bhisma Putera keywa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suku Anak Dalam di Jambi merupakan suku yang unik dan menarik untuk diteliti. Mereka dikenal sebagai sekelompok masyarakat yang hidup terisolasi di hutan tropis Jambi. Suku Anak Dalam berbeda dengan suku Indonesia lainnya, memiliki cara dan adaptasi khusus untuk bertahan hidup di gurun pasir.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan sejarah, suku Anak Dalam kemungkinan berasal dari suku proto Melayu yang merantau ke pedalaman Sumatera pada abad ke-5 Masehi. Akibat invasi dan perluasan kerajaan Sriwijaya saat itu, mereka terdesak hingga ke pedalaman (Wahyuni, 2015) Hingga saat ini, sekitar 400-500 jiwa suku Anak Dalam diyakini tinggal dan beraktivitas di hutan pedalaman Kabupaten Sarolangun, Batang Hari, Bungo Tebo, dan Muaro Jambi. (Bakri, 2019)..
Suku ini mempunyai julukan unik yaitu “manusia hutan”; atau ahli kehutanan. Hal ini menunjukkan bagaimana mereka beradaptasi sepenuhnya dengan lingkungan hutan tempat mereka tinggal.
Adaptasi fisik suku anak dalam
Dari segi fisik dan biologis, suku Anak Dalam memiliki beberapa adaptasi yang menarik karena keterasingannya dan sedikitnya kontak dengan peradaban modern (Putra, 2017).
ADVERTISEMENT
Tubuh suku ini umumnya lebih pendek dan ramping dibandingkan suku Melayu pada umumnya. Rambut mereka keriting dan banyak yang berkulit gelap atau hitam jika terkena sinar matahari. Selain itu, penglihatan dan pendengaran suku Anak Dalam jauh lebih tajam dibandingkan masyarakat kebanyakan. Mereka dapat mendengar suara-suara halus di hutan yang tidak dapat ditangkap oleh manusia modern. Penglihatan mereka juga sangat tajam, bahkan di tempat gelap sekalipun.
Hal tersebut merupakan adaptasi alamiah manusia untuk mengasah panca indera agar dapat bertahan hidup di alam liar. Suku Anak Dalam sangat mengandalkan pendengaran dan penglihatannya yang tajam untuk berburu, menghindari bahaya, dan aktivitas hutan lainnya.
Gaya hidup nomaden suku Anak Dalam
Berbeda dengan suku terasing lainnya, suku Anak Dalam tidak hidup menetap, melainkan menjalani kehidupan nomaden atau berpindah-pindah. Mereka tinggal di hutan selama 2 minggu hingga 6 bulan sebelum berpindah mencari tempat baru di hutan. (Handayan, 2022).
ADVERTISEMENT
Mereka menentukan lokasi migrasinya berdasarkan apakah terdapat makanan dan minuman di alam liar. Jika suatu tempat kekurangan makanan, maka segera dipindahkan ke tempat lain yang lebih subur. Gaya hidup nomaden ini didorong oleh pola makan masyarakat Suku Anak Dalam yang mengandalkan hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari. Mereka memanfaatkan berbagai tumbuhan, akar, buah-buahan, jamur dan binatang buruan sebagai sumber makanan. (Pratama, 2020).
Teknik berburu suku Anak Dalam
Salah satu kemampuan luar biasa yang dimiliki suku Anak Dalam adalah kemampuannya berburu binatang liar di hutan. Mereka sangat pandai melacak dan menangkap berbagai jenis hewan seperti babi hutan, rusa, trenggiling, ular, ular, dan burung. Untuk berburu, suku ini menggunakan berbagai peralatan sederhana buatan tangan. Senjata utama mereka adalah sumpit dan anak panah berujung racun. Racun ini mereka buat dari bahan alami seperti akar tuba dan getah pohon. (Tentara, 2021).
Selain menggunakan senjata, suku Anak Dalam juga memasang perangkap khusus untuk menangkap hewan buruan. Salah satu cara favorit mereka adalah dengan menggunakan perangkap yang ditutupi dahan dan dedaunan. Hewan yang datang kesana ditangkap lalu bisa ditangkap. Teknik berburu yang sangat terampil ini merupakan tradisi turun temurun dan merupakan adaptasi suku Anak Dalam untuk memperoleh protein hewani dari tengah hutan. Keterampilan ini telah disempurnakan sejak masa kanak-kanak, mewariskan ilmunya antar generasi.
ADVERTISEMENT
Budaya sederhana dan menarik
Meski hidup terisolasi di gurun pasir, suku Anak Dalam mempunyai budaya dan tradisi yang menarik. Salah satu tradisi unik mengecat tubuh dan wajah dengan warna alami untuk berbagai ritual adat (Nuriyatin, 2019). Mereka juga kerap memakai berbagai aksesoris seperti kalung, gelang, dan ember yang terbuat dari bahan alami. Musik dan tarian saat upacara adat menjadi hiburan mereka. Bahkan alat musik sederhana seperti kendang dan seruling dibuat langsung dari kayu hutan.
Struktur sosial suku Anak Dalam sangat sederhana, tidak terdapat stratifikasi yang kuat antar kelompok masyarakat. Mereka dihubungkan oleh ikatan kekerabatan yang erat antar suku.
Ancaman dan tantangan terhadap kelestarian suku
ADVERTISEMENT
Meski memiliki adaptasi menarik yang mendukung kelangsungan hidup, suku Anak Dalam kini menghadapi beberapa ancaman (Maimunah, 2020). Tahun demi tahun jumlahnya semakin berkurang akibat berbagai penyakit dan kurangnya pelayanan kesehatan. Ancaman serius lainnya adalah rusaknya hutan alam tempat mereka tinggal. Meningkatnya pembalakan liar dan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit mendorong deforestasi. Akibatnya, suku ini semakin sulit mencari sumber makanan hewan buruan dan tumbuhan.
Selain itu, kontak dan interaksi singkat dengan peradaban modern seringkali berujung pada konflik. Stigma negatif masyarakat terhadap suku ini semakin memperburuk keadaan. Oleh karena itu, upaya menjaga dan melestarikan keberadaan Suku Anak Dalam menjadi penting. Pemerintah dan para penggiat lingkungan hidup harus memastikan kawasan hutan yang mereka tinggali tidak mengalami kerusakan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Suku Anak Dalam merupakan salah satu suku asli unik di Indonesia yang memiliki beberapa adaptasi menarik untuk bertahan hidup di alam liar. Mulai dari penampilan fisik, teknik berburu, hingga gaya hidup nomaden, suku ini patut dilestarikan sebagai aset budaya di Indonesia. Namun kini berbagai ancaman penggundulan hutan dan kontak dengan peradaban modern pun mengintai. Tanpa perlindungan yang tepat, kekayaan adaptif suku Anak Dalam yang luar biasa bisa habis atau punah. Mari kita bersama-sama menjaga dan membela suku-suku asli terpencil ini dengan kearifan lokal yang tinggi.
Mulai dari penampilan fisik, teknik berburu, hingga gaya hidup nomaden, suku ini patut dilestarikan sebagai aset budaya di Indonesia. Namun kini berbagai ancaman penggundulan hutan dan kontak dengan peradaban modern pun mengintai. Tanpa perlindungan yang tepat, kekayaan adaptif suku Anak Dalam yang luar biasa bisa habis atau punah. Mari kita bersama-sama menjaga dan membela suku-suku asli terpencil ini dengan kearifan lokal yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Daftar bacaan :
1. Wahyuni, S. (2015). Asal Muasal Suku Anak Dalam di Jambi. Jurnal Sejarah Budaya. 4(2), 29-34.
2. Bakri, M. (2019). Sensus Penduduk Suku Anak Dalam. BPS Provinsi Jambi
3. Putra, A. (2017). Adaptasi Biologis Suku Anak Dalam. Jurnal Bioantropologi. 5(2), 120-130
4. Handayani, T. (2022). Pola Migrasi Suku Anak Dalam. Etnografi Indonesia. 13(2), 55-65
5. Pratama, G. (2020). Sistem Subsisten dan Strategi Adaptasi Suku Anak Dalam. Jurnal Antropologi. 18(1), 15-25
6. Armiyati, Y. (2021). Teknologi Berburu Suku Anak Dalam. Buletin Antropologi. 23(2), 70-85
7. Nuriyatin, A. (2019). Seni Budaya Suku Anak Dalam. Jurnal Sejarah dan Budaya. 7(1), 110-120
8. Maimunah, D. (2020). Ancaman Terhadap Keberlanjutan Suku Anak Dalam. Info Singkat Kesejahteraan Sosial. 12(15), 9-12
ADVERTISEMENT