Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Sepotong Sosis yang Berharga
18 Desember 2022 17:44 WIB
Tulisan dari Bilqis Ramadhanty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ini adalah cerita pendek dari seorang gadis bernama Alika, gadis kecil yang sedari masa balitanya tidak merasakan kasih sayang dari seorang Ayah. Ia tinggal bersama Ibu dan Kakaknya di sebuah desa terpencil. Suatu hari ia ikut Kakaknya, Banu ke warung kelontong yang jaraknya 10 menit jika ditempuh menggunakan sepeda.
ADVERTISEMENT
"Banu, tolong belikan Ibu tepung terigu dan telur 2 butir ya, Nak. Ibu tadi lupa membelinya, padahal diri hari besok Ibu harus membuat roti odading dan dijual keliling" kata Ibu sambil menjulurkan uang pecahan selembar senilai 10 ribu.
"Baik, Bu. Ini uangnya tidak kembali kan?" Ucap Banu memastikan.
"Iya, Nak. Itu uang pas, Ibu sudah tidak punya uang lagi. Ajak adikmu, Alika. Walaupun tidak jajan, namun adikmu pasti senang diajak ke warung kelontong Pak Harto karena di sana lengkap. Ia mungkin bisa mencuci mata, melihat-lihat tanpa berharap bisa memilikinya. Maafkan Ibu, ya, Nak" Ucap lembut Ibu sambil mata berkaca-kaca
"Tidak apa, Bu. Mau bagaimana lagi, memang begini adanya. Ya sudah, akanku ajak Alika" Banu bergegas keluar
ADVERTISEMENT
Alika yang sedang bermain boneka di rumah Aca, tetangga rumahnya pun langsung bergegas meninggalkan Aca, boneka, dan segala percakapan anak kecil saat bermain boneka-bonekaan.
"Ayo, Lik. Kita ke warung kelontong Pak Harto, Ibu menyuruh Kakak untuk mengajakmu"
"Ayooo, Kakak. Alika senang sekali ke sana"
"Pegang baju Kakak, ya, Kakak mau ngebut" Ucap Banu sambil bersiap-siap mengayuh sepedanya dengan kencang namun tetap hati-hati.
Seusainya belanja di warung kelontong Pak Harto. Betul saja, Alika sibuk cuci mata, namun, pandangannya berbeda kali ini. Alika menatap fokus pada kaleng plastik dengan tutup berwarna oren dan bertuliskan merek sosis yang terkenal, iklan produk sosis itu silih berganti di televisi. Tak bisa mengucapkan apa-apa, Alika hanya memandangi sosis-sosis lezat yang berdiri rapih dalam toples itu dengan gigi yang menggigit bibir.
ADVERTISEMENT
"Ayo dek kita pulang" ajak Banu sambil menggandeng tangan Alika sekaligus membuyarkan Alika yang sedang melamun
"Kak, Alika ingin makan sosis itu" Tunjuk Alika pada toples plastik bertutup oren
"Iya nanti kita beli, tunggu Ibu ada uang, ya" Banu membujuk Alika
"Semoga begitu, tak apa jika kita beli sosis seharga seribu rupiah itu kita makan berdua. Kita bagi dua, ya, Kak"
"Iya, Dek".
Ketidakmampuan keluarga Alika hingga membeli sosispun harus dibagi 2, padahal hanya seharga seribu rupiah.
Suatu hari, keluarga Alika pergi merantau ke kota besar. Sosis impian Alika bisa ia beli bahkan tak lagi makan bagi dua dengan Banu. Sungguh sosis yang berharga. Hal kecil, entah pahit, asam, atau getirnya hidup Alika rasakan sedari kecil. Alika gadis kecil kini kian tumbuh dewasa. Hiduplah dengan benar dan bahagia.
ADVERTISEMENT