Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perubahan Iklim, Ketahanan Pangan, dan Politik Antar-negara
9 Oktober 2023 15:17 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Brilliant Christoffel Sinaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa dekade terakhir ini, pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi perhatian dunia termasuk pemerintah Indonesia. Ratusan negara menandatangani Konvensi Perubahan Iklim PBB (COP21) di Paris pada 12 Desember 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim dan dampaknya telah mengancam dunia termasuk Indonesia pada masa saat ini dan masa mendatang. Perubahan iklim menimbulkan peningkatan suhu bumi yang terus meningkat, peningkatan permukaan air laut, perubahan pola hujan dan iklim ekstrem (banjir dan kekeringan), gelombang panas dan siklus badai di dunia.
Di Indonesia, perubahan iklim berdampak luas terhadap sektor pertanian. Perubahan iklim memengaruhi pola tanam, waktu tanam, produksi dan kualitas tanaman pangan. Pola dan waktu tanam mengalami pergeseran sejalan dengan musim hujan dan kemarau yang tidak menentu.
Pertanian mengalami gagal panen akibat kekeringan dan juga kebanjiran. Dikutip dari Harian Kompas (8/10/2023), Kementerian Pertanian melaporkan bahwa 20,225 hektare lahan padi mengalami kekeringan dan 2,269 hektare tanaman padi yang terancam gagal panen pada tahun 2023 ini akibat dampak kekeringan atau El Nino.
ADVERTISEMENT
Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization) melaporkan bahwa produksi beras di Indonesia pada tahun 2023 berpotensi menurun sebesar 1,13 juta ton-1,89 juta ton dibandingkan dengan besaran produksi beras tahun 2022 lalu yang mencapai 31,54 juta ton.
Selain itu, sektor pertanian juga rentan mengalami serangan hama dan penyakit akibat musim hujan dan kemarau yang tidak menentu. Dikutip dikutip dari Antara Kaltim (23/8/2023), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan bahwa perubahan iklim telah berpengaruh terhadap ledakan hama perusak tanaman padi (serangan wereng coklat) di Indonesia.
Ancaman Kerawanan Pangan dan Kelaparan
ADVERTISEMENT
Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012, pasal 1 Tentang Pangan disebutkan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.
Termasuk dalam hal ini adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Sementara itu, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Ketahanan pangan berkaitan dengan tiga hal, sebagaimana dikutip dari laman Badan Ketahanan Pangan-Kementerian Pertanian (2020), yaitu ketersediaan pangan (food availability), akses terhadap pangan (food accessibility), dan pemanfaatan pangan (food utilization).
Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian (mengalami gagal panen,dan penurunan produksi) akan mengakibatkan terjadinya penurunan ketersediaan bahan pangan baik di dalam suatu negara maupun keluarga dan individu.
ADVERTISEMENT
Ketersediaan bahan pangan dapat dipenuhi dengan produksi dari dalam negeri dan juga mendatangkan dari negara lain (impor). Akibat El Nino, Perum Bulog telah mengimpor beras 1,6 juta ton di tahun 2023, sebagaimana dikutip dari laman resminya. Jika ketersediaan bahan pangan berkurang dibandingkan kebutuhan (jumlah penduduk), maka harga bahan pangan akan naik (mahal).
Belakangan ini diinformasikan dalam berbagai media baik cetak dan elektronik bahwa harga beras—salah satu bahan pangan utama di Indonesia—mengalami kenaikan. Jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka Indonesia akan mengalami rawan ketahanan pangan dan kelaparan.
Program Pemerintah Indonesia untuk Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan selalu menjadi isu penting di Indonesia karena pemenuhan pangan merupakan hak setiap warga negara yang harus dijamin kuantitas dan kualitasnya, aman, dan bergizi untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, aktif dan produktif (Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan).
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai hal tersebut di atas, pemerintah Indonesia telah merumuskan dan melakukan sejumlah langkah-langkah dan program strategis antara lain sebagai berikut:
Program-program tersebut dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia (mulai pusat dan daerah) guna memenuhi ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan ke depan. Komitmen Pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan nasional telah termaktub dalam Agenda Pembangunan Nasional tahun 2022-2024.
Selain itu, pemerintah juga melakukan upaya-upaya diversifikasi pangan, efisiensi distribusi pangan, penggunaan teknologi untuk meningkatkan produksi dan kualitas pangan, hingga penguatan stok pangan nasional. Dalam dua tahun belakangan ini, pemerintah melakukan program food estate di beberapa wilayah (Sumatera, Kalimantan, dan Papua) untuk menguatkan ketahanan pangan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Politik Pangan Antar-negara
Selain berdampak terhadap produksi dan ketahanan pangan, perubahan iklim juga akan mempengaruhi hubungan dan politik antar negara di dunia. Setiap negara termasuk Indonesia berusaha untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi warga negaranya.
Di sisi lain, kemampuan suatu negara dalam memproduksi dan memenuhi ketersediaan pangan berbeda satu sama lain. Negara yang memiliki kemampuan dalam memproduksi pangan memiliki pengaruh yang kuat dalam berinteraksi dengan negara lain khususnya negara-negara ketersediaan pangannya tergantung dari negara lain (impor).
Dalam beberapa waktu terakhir ini, hubungan Rusia, Ukraina, dan negara-negara Atlantik Utara/NATO cenderung negatif. Bahkan Rusia meluncurkan operasi khusus di Ukraina mengakibatkan hubungan antar ketiganya masuk fase kritis.
Konflik di Ukraina memiliki dampak langsung terhadap stabilitas pangan karena Rusia dan Ukraina merupakan produsen besar komoditas gandum, jagung, dan beberapa jenis minyak nabati. Saat ini, Rusia terpantau berhasil menguasai beberapa teritori di Ukraina Timur.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, terpantau belum ada gerakan signifikan dari pasukan NATO di sekitar Ukraina. Sebagaimana dikutip dari laman Lemhannas RI, negara anggota NATO cenderung menahan diri untuk terlibat langsung dalam konflik.