Konten dari Pengguna

Hidup Teratur Dengan Scotch-Brite

24 April 2018 19:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Btari Rahma Suhardi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika aku pulang kerja, aku sering melihat ibuku di dapur, sedang mencuci piring dan peralatan masak yang baru saja dipakainya. Maklum, walaupun ibuku masih bekerja, ia masih giat memasak makan malam untuk keluarganya - semacam kebiasaan untuk memaksa kami, anak-anaknya, untuk berkumpul di meja makan dan bercerita tentang kejadian-kejadian di hari tersebut. Bahasa Inggrisnya sih, ‘catch up’, hehe.
ADVERTISEMENT
Setelah menyantap makan malam, kami mencuci piring kami masing-masing, dan biasanya piring tempat lauk yang sudah habis juga. Ibu jarang mencuci piring setelah makan bersama kami - sebuah kebiasaan yang sangat wajar mengingat dia sudah memasak santapan malam seusai pulang kerja. Selama aku hidup di rumah ini, aku menyadari tak pernah sekalipun ibu memakai sabut hijau selain sabut hijau Scotch-Brite dari 3M. Memang, peralatan cuci piring tidak memiliki fungsi tambahan selain untuk membersihkan dengan maksimal. Namun mengapa ibuku cukup loyal dengan Scotch-Brite, aku masih tidak mengerti.
Esoknya, saat di kantor pada jam makan siang, aku menyantap bekal yang dibawakan oleh ibu karena ia membuat masakan favoritku, kwetiau goreng seafood. Kwetiau ibu memiliki rasa yang khas, aku tidak mengerti apakah itu kombinasi rasa kecap manis, lada putih, dan bawang putih yang pas, yang jelas kwetiau ini rasanya enak sekali, sampai rasanya sedih sekali saat kwetiau itu kusantap habis. Aku biasa mencuci tempat bekalku di kantor agar aku tidak perlu mencuci tempat bekalku di rumah. Maklum, ibuku sering berkomentar mengenai hal tersebut, yang cukup membuatku risih dan terganggu.
ADVERTISEMENT
Berbekal sabut biasa yang tergeletak di wastafel dan sabun cuci piring, aku membersihkan tempat bekalku. Aku harus menggosok dengan agak keras agar minyak dari kwetiau tersebut tidak menempel, ditambah lagi aku harus menambah sabun cuci agar kotoran dapat terangkat dari tempat bekalku dengan gosokan sabut. Saat aku mencuci, aku berpikir, “Hmm..kenapa repot sekali mencuci tempat bekal ini? Kayaknya dirumah nggak se-rempong ini deh..”. Ketika aku masih mencuci, datanglah staf cleaning service di kantorku, lalu aku bertanya mengenai kesulitanku mencuci tempat bekalku, lalu dijawab olehnya, “Ya sabutnya sabut murah itu, orang cuma gocengan, gimana mau bersih?”. Aku hanya membalas dengan mengangguk.
Memang terkadang masalah harga dan variasi akan sebuah produk yang terkesan sepele membuat kita memprioritaskan untuk membeli produk yang lebih murah. “Untuk apa beli yang lebih mahal jika performanya sama saja?” adalah opini umum ketika memutuskan untuk membeli, contohnya, sabut cuci. Namun dalam hal ini, Scotch-Brite benar-benar memberikan kemudahan untukku dan keluargaku dalam mencuci piring dan alat-alat masak lainnya - perbedaan harga tidak menjadi masalah jika produk tersebut memang menyelesaikan problematika dapur yang sudah menjadi fungsi utamanya, pikirku.
ADVERTISEMENT
Setelah mencuci tempat bekal dan sedikit berpikir tentang kualitas sabut Scotch-Brite, aku kemudian melihat jam di ponselku. “Wah, sudah jam 1? Aku sudah ada janji temu jam 1:15!”, ujarku sambil aku bergegas pergi. Ternyata sabut cuci murahan dapat mengganggu jadwalku juga, andai saja kantorku tidak pelit dan menggunakan sabut cuci Scotch-Brite.