Konten dari Pengguna

Menelusuri Sejarah dan Makna Simbolis Candi Cetho di Karanganyar

A Rima Mustajab
Mahasiswa, Magister Studi Islam, IAIN Kudus, 2023
20 Desember 2024 23:09 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari A Rima Mustajab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Relief Candi Sukuh, Dilihat dari atas. Sumber Gambar: A Rima Mustajab
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Relief Candi Sukuh, Dilihat dari atas. Sumber Gambar: A Rima Mustajab
ADVERTISEMENT
Candi Cetho, yang terletak di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, merupakan salah satu candi Hindu yang penuh dengan nilai sejarah dan simbolisme. Dibangun pada abad ke-15 pada masa Kerajaan Majapahit, candi ini menjadi saksi bisu dari peralihan era Hindu-Buddha menuju Islam di Nusantara. Dengan arsitektur yang unik, Candi Cetho tak hanya menarik dari segi sejarah, tetapi juga sarat makna filosofis dan spiritual (Puspo Wardoyo, Joglosemar: 2019).
ADVERTISEMENT
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dikenal sebagai daerah yang kaya akan objek wisata alam dan sejarah. Salah satu destinasi yang menjadi daya tarik utama adalah Candi Cetho, peninggalan bersejarah dari era Majapahit yang hingga kini menyimpan berbagai cerita menarik tentang masa lalu. Terletak di ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut, tepatnya di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, candi ini menawarkan keindahan arsitektur bercorak Hindu yang berpadu dengan nuansa mistis dan spiritual.
Sejarah Candi Cetho mulai terungkap melalui penelitian arkeologis yang dilakukan oleh Van de Vlies pada tahun 1842, diikuti oleh ekskavasi yang dimulai pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Kompleks candi ini terdiri dari struktur berteras yang menyerupai punden berundak, mencerminkan perpaduan tradisi lokal dengan budaya Hindu. Hal ini membuatnya sering dibandingkan dengan Candi Sukuh yang berada di dekatnya.
ADVERTISEMENT
Simbol-simbol di Candi Cetho, seperti relief kura-kura dan lingga-yoni, memiliki makna mendalam dalam filosofi Hindu, yaitu mencerminkan kesuburan dan penciptaan. Namun, pemugaran yang dilakukan pada era 1970-an hingga awal 1980-an menuai kritik dari para ahli arkeologi karena dianggap mengubah struktur asli candi tanpa studi mendalam (Liputan 6, Panji Prayitno) . Meski demikian, fungsi spiritual candi sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu dan penganut kepercayaan Kejawen tetap terjaga hingga saat ini.
Penempatan simbol-simbol seperti phallus (alat kelamin laki-laki) di berbagai bagian candi juga mengundang perhatian. Simbol ini, bersama dengan kura-kura dan relief lainnya, menggambarkan konsep penciptaan alam semesta dan manusia menurut kepercayaan Hindu kuno. Tidak hanya sebagai situs bersejarah, Candi Cetho juga menjadi tempat berlangsungnya berbagai ritual keagamaan, seperti upacara ruwatan yang populer dalam tradisi Jawa.
ADVERTISEMENT
Dengan segala keunikan dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, Candi Cetho bukan hanya saksi bisu peradaban masa lalu, tetapi juga cerminan harmoni antara tradisi lokal dan agama Hindu. Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam eksotisme dan simbolisme candi ini, serta mengajak pembaca memahami makna yang tersirat di balik setiap detailnya.

Sejarah Candi Cetho

Candi ini pertama kali ditemukan kembali pada abad ke-19 oleh seorang arkeolog Belanda, Van de Vlies. Berdasarkan penelitian, Candi Cetho didirikan sebagai tempat ritual oleh masyarakat Hindu yang masih bertahan pada masa akhir Majapahit. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat penyucian diri atau "tirtayatra," yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada dewa dan membersihkan jiwa dari dosa.
ADVERTISEMENT
Struktur candi yang bertingkat mencerminkan konsep kosmologi Hindu. Bagian-bagian candi melambangkan tiga dunia: Bhurloka (dunia manusia), Bhuvarloka (dunia para leluhur), dan Swarloka (dunia para dewa).

Arsitektur dan Simbolisme

Arsitektur Candi Cetho memiliki keunikan tersendiri, berbeda dari candi-candi Hindu lainnya di Jawa. Candi ini terdiri dari 13 teras berundak yang dihubungkan oleh jalan setapak. Setiap teras memiliki ornamen dan relief yang mengandung simbol-simbol spiritual.
Salah satu simbol yang menonjol di Candi Cetho adalah relief berbentuk lingga dan yoni, yang melambangkan kesuburan dan harmoni antara laki-laki dan perempuan. Simbol ini mencerminkan kepercayaan Hindu tentang keseimbangan kosmis. Selain itu, terdapat patung-patung yang menggambarkan tokoh-tokoh wayang, binatang mitologis, serta tulisan-tulisan kuno beraksara Jawa Kuno yang masih menjadi bahan kajian para ahli.
ADVERTISEMENT

Fungsi Spiritual dan Budaya

Hingga kini, Candi Cetho masih digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu dan penganut kepercayaan Kejawen. Setiap tahunnya, banyak orang datang untuk berziarah, bermeditasi, atau melakukan upacara adat. Bagi penganut Kejawen, Candi Cetho dipercaya sebagai tempat yang memiliki energi spiritual tinggi, yang dapat digunakan untuk mencari kedamaian batin dan berdoa memohon petunjuk.
Selain itu, candi ini juga menjadi simbol warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai lokal. Masyarakat sekitar tetap menjaga tradisi dan adat istiadat yang terkait dengan candi, sehingga keberadaannya tidak hanya menjadi peninggalan sejarah, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari.

Makna Candi Cetho: Simbolisme dan Filosofi yang Mendalam

ADVERTISEMENT
Candi Cetho tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga mengandung makna filosofis dan simbolisme yang mencerminkan kepercayaan, budaya, dan nilai-nilai spiritual masyarakat pada masa akhir Kerajaan Majapahit. Setiap elemen arsitektur dan reliefnya memiliki pesan yang mendalam, menggambarkan hubungan manusia dengan alam semesta, penciptaan, dan spiritualitas. Berikut adalah beberapa makna utama yang terkandung dalam Candi Cetho:

1. Kesuburan dan Penciptaan

Simbol lingga (phallus) dan yoni yang ditemukan di candi ini melambangkan kesuburan, keseimbangan kosmis, dan harmoni antara laki-laki dan perempuan. Lingga mewakili energi maskulin (dewa Siwa), sementara yoni mewakili energi feminin (dewi Parwati). Keduanya mencerminkan konsep penciptaan alam semesta dan keberlanjutan kehidupan (Indonesia Kaya) .

2. Kura-kura sebagai Simbol Alam Semesta

Relief kura-kura pada salah satu teras melambangkan dasar penciptaan dan kekuatan penopang alam semesta. Dalam mitologi Hindu, kura-kura sering dihubungkan dengan cerita "Samudra Manthan" (pengadukan lautan susu), yang menggambarkan proses penciptaan dunia. Kura-kura juga mewakili kestabilan, ketahanan, dan hubungan manusia dengan alam.
ADVERTISEMENT

3. Suryasengkala dan Kesakralan Waktu

Relief hewan seperti katak, ketam, dan mimi pada candi membentuk suryasengkala (penanda waktu) yang merujuk pada tahun 1373 Saka (1451 Masehi). Suryasengkala ini menunjukkan pentingnya konsep waktu dalam kehidupan spiritual dan mencatat momen bersejarah ketika candi ini dibangun.

4. Punden Berundak: Jalan Menuju Kesempurnaan

Struktur bertingkat pada Candi Cetho, yang dikenal sebagai punden berundak, mencerminkan perjalanan manusia menuju kesempurnaan spiritual. Setiap tingkat melambangkan tahap kehidupan manusia, mulai dari dunia fana (Bhurloka) hingga dunia para dewa (Swarloka). Konsep ini menggambarkan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

5. Kisah Sudhamala dan Ritual Penyucian

Relief Sudhamala pada candi menggambarkan kisah pembersihan dosa dan penyembuhan, yang menjadi dasar dari tradisi ruwatan. Upacara ini bertujuan untuk menyucikan individu dari pengaruh buruk dan membawa mereka menuju kehidupan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT

6. Sabdapalon dan Nayagenggong: Penjaga Spiritual

Arca Sabdapalon dan Nayagenggong, yang berada di teras tertentu, melambangkan penjaga spiritual dan penasihat Raja Brawijaya V. Kehadiran mereka menggambarkan pentingnya kebijaksanaan, perlindungan, dan koneksi dengan dunia spiritual dalam kehidupan masyarakat Jawa.

7. Keselarasan Tradisi Lokal dan Hindu

Candi Cetho adalah bukti nyata dari integrasi budaya Hindu dengan tradisi lokal Jawa. Struktur dan simbol-simbolnya menunjukkan bagaimana masyarakat setempat mengadaptasi agama Hindu dengan tetap mempertahankan kepercayaan asli mereka, menciptakan harmoni antara tradisi dan spiritualitas (Liputan 6, Panji Prayitno: 2024) .

Kesimpulan

Candi Cetho adalah warisan budaya yang menggabungkan keindahan arsitektur, nilai-nilai spiritual, dan sejarah yang kaya. Dengan keunikannya, candi ini menjadi destinasi wisata sekaligus tempat belajar tentang budaya Nusantara. Menelusuri sejarah dan makna simbolis Candi Cetho tidak hanya membuka wawasan tentang masa lalu, tetapi juga mengajarkan pentingnya menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
ADVERTISEMENT
Mengunjungi Candi Cetho adalah pengalaman yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga memperkaya jiwa.
Candi Cetho tidak hanya menjadi peninggalan sejarah, tetapi juga simbol perenungan spiritual dan filosofi kehidupan. Makna yang terkandung di dalamnya mengajarkan manusia tentang keselarasan dengan alam, pentingnya keseimbangan dalam hidup, dan perjalanan menuju kesempurnaan. Mengunjungi candi ini adalah perjalanan tidak hanya ke masa lalu, tetapi juga ke kedalaman spiritual manusia.