Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cokek: Bukti Nyata Akulturasi Budaya di Tanah Betawi
8 Desember 2024 15:05 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Cayla Auliannisa Kanahaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di pusat kota Jakarta, tempat di mana berbagai budaya bertemu dan menyatu, kita bisa menemukan sebuah warisan budaya yang kaya dan khas: tari cokek. Tarian ini tidak sekadar tarian biasa, tetapi juga merupakan gambaran nyata dari akulturasi budaya Tionghoa dan Betawi. Dengan gerakannya yang penuh semangat dan irama yang indah, tari cokek telah menjadi elemen yang tidak terpisahkan dari identitas budaya Betawi.
ADVERTISEMENT
Tari cokek adalah seni tradisional Betawi yang terinspirasi oleh budaya Tionghoa Peranakan. Menurut J. Kunst dalam Husein Wijaya (2000 : 79), tari cokek merupakan suatu tarian yang dilakukan sambil bernyanyi dan dianggap sebagai seni budaya orang-orang keturunan Tionghoa. Hampir di setiap elemen tari cokek ini tak lepas dari pengaruh budaya masyarakat Tionghoa, baik dalam hal gerakan, musik pengiring, maupun kostumnya.
Sejarah Tari Cokek
Tari cokek merupakan sebuah kesenian yang lahir pada abad ke-19 di lingkungan masyarakat Betawi-Tionghoa di pinggiran ibukota Jakarta, yakni di Teluk Naga, Tangerang. Tari tadisional ini, biasanya dibawakan bersama iring-iringan gambang kromong dan menjadi hiburan unggulan karena banyak digemari masyarakat Betawi kota hingga pinggiran.
Nama 'cokek' bermula dari tuan tanah asal Tionghoa bernama 'Tan Chiou Kek' yang pertama kali menciptakan tarian ini dengan diiringi musik gambang kromong. Untuk mempermudah penyebutan nama tarian ini, dengan kesepakatan bersama masyarakat Betawi mengubah 'chiou kek' menjadi 'cokek'.
ADVERTISEMENT
Awalnya, tari cokek diciptakan oleh para tuan tanah yang berasal dari Tiongkok di Batavia. Umumnya, para cokek akan diundang untuk memeriahkan suatu acara atau perayaan agar lebih meriah. Para wanita ini adalah perempuan-perempuan yang luwes dalam melaksanakan pekerjaan apapun. Seiring waktu, cokek kemudian diartikan sebagai tarian tradisional yang berasal dari Suku Betawi.
Tarian pergaulan ini disertai dengan iringan gambang kromong di setiap penampilannya. Bahkan tari cokek sering kali diiringi oleh kelompok penari wanita yang dikenal sebagai wayang cokek. Dalam setiap pertunjukan tari cokek, penonton akan dilibatkan untuk menari tarian khas ini berpasangan dengan para cokek. Masyarakat Suku Betawi umumnya menyebut aktivitas menari bersama ini sebagai ‘ngibing cokek’.
Dahulu tari cokek digunakan sebagai tari pergaulan pada saat dilaksanakannya hajatan yang sekaligus bertujuan memikat para tamu lelaki untuk ikut serta ngibing. Seiring berkembangnya zaman, kini tari cokek dapat digunakan sebagai tari hiburan atau tari persembahan.
ADVERTISEMENT
Makna Tari Cokek
Tari cokek merupakan salah satu ciri khas budaya Betawi yang membedakannya dari tarian tradisional yang lain. Tarian ini telah menjadi elemen yang tidak terpisahkan dari sejarah dan kehidupan warga Betawi. Menurut beberapa sudut pandang, tari cokek memiliki arti unik yang positif dalam setiap gerakannya.
Salah satu contohnya adalah gerakan tangan ke atas yang bermakna memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam tari cokek terdapat gerakan yang menunjuk ke arah mata, melambangkan usaha manusia untuk menjaga pandangannya, terutama dari hal buruk atau negatif. Selain itu, ada gerakan terakhir yang dianggap bermakna yaitu gerakan menunjuk dahi. Arti dari gerakan ini adalah bahwa manusia perlu memanfaatkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang bersifat positif.
ADVERTISEMENT
Kostum yang digunakan para penari cokek juga mengandung makna. Mereka memakai kostum baju kurung dan kebaya encim yang terbuat dari bahan sutra dalam berbagai warna cerah seperti merah, kuning dan hijau serta ungu. Tidak ketinggalan, para penari juga memakai selendang (cukin).
Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, warna merah melambangkan kekuatan, tekad, dan semangat serta dianggap sebagai pelindung dari gangguan roh jahat. Warna kuning melambangkan kesejahteraan. Sedangkan, warna hijau melambangkan kemurnian atau kesucian. Sementara itu, warna ungu melambangkan surga, Tuhan, atau aspek spiritual.