Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rasa Insecure dan Kepercayaan Diri Gen Z di Era Digital
28 November 2024 16:28 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari CHICIE AMANDA MARGHFIRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi Z (Gen Z) lahir antara pertengahan 1990-an hingga 2012, merupakan generasi yang hidup di persimpangan teknologi dan realitas. Sebagai generasi pertama yang tumbuh bersama media sosial, realitas virtual, dan konektivitas global yang tidak terputus, teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan generasi ini. Era digital membuka peluang besar bagi Gen Z untuk berekspresi, belajar, dan bersosialisasi. Namun, di balik peluang tersebut, tersembunyi tantangan emosional yang kompleks, seperti rasa insecure atau perasaan tidak aman, yang berdampak signifikan pada kepercayaan diri mereka.
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, rasa insecure pada Gen Z semakin meningkat seiring dengan mendominasinya media sosial dan tekanan yang dihasilkan oleh dunia digital. Paparan terhadap kehidupan "ideal" yang ditampilkan di media sosial sering kali menciptakan standar yang tidak realistis. Akibatnya, banyak Gen Z yang merasa kurang atau gagal dalam memenuhi harapan tersebut. Dampak dari hal ini tidak hanya pada kepercayaan diri, tetapi juga pada kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan rasa isolasi sosial.
Apa Penyebab Rasa Insecure pada Gen Z?
Rasa insecure pada Gen Z ini dipicu oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan dinamika sosial, pengaruh teknologi, tekanan internal dan eksternal. Berikut penjelasan tiga penyebab utama yang sering terjadi:
ADVERTISEMENT
Media sosial memperkuat kecenderungan Gen Z untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain. Platform seperti Instagram dan TikTok sering kali menampilkan versi ideal dari kehidupan orang lain, baik dalam hal penampilan, gaya hidup, maupun kesuksesan. Hal ini menciptakan fenomena Fear of Missing Out (FoMO), yang mana mereka merasa tertinggal dibandingkan orang lain.
Gen Z hidup di tengah paparan standar kecantikan, kesuksesan, dan gaya hidup yang tinggi. Tekanan ini muncul baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Ketika tidak dapat memenuhi harapan tersebut, mereka cenderung meragukan dirinya sendiri. Standar ini pada akhirnya akan meningkatkan rasa tidak aman.
Di dunia digital, validasi sering kali diukur melalui likes, komentar, dan jumlah followers. Ketergantungan pada validasi eksternal ini menciptakan pola pikir di mana rasa percaya diri Gen Z sangat dipengaruhi oleh respons orang lain. Ketika ekspektasi tidak terpenuhi, seperti kurangnya likes atau komentar, mereka sering kali merasa tidak dihargai, yang mana akan memperburuk rasa insecure. Pola ini membuat kepercayaan diri mereka lebih rapuh dan sulit untuk tumbuh secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Apa Hubungan antara Emosi, Afek, dan Teknologi Digital?
Rasa insecure yang dialami Gen Z berkaitan erat dengan emosi dan afek, yaitu respons psikologis yang kompleks terhadap rangsangan tertentu. Teknologi digital, khususnya media sosial, menjadi ruang di mana emosi dan afek dapat dipicu secara intens. Terdapat tiga mekanisme utama yang mempengaruhi emosi Gen Z:
Setiap kali Gen Z menerima likes atau komentar positif, otak melepaskan dopamin, neurotransmitter yang menciptakan rasa senang. Namun, ketika respons ini tidak terpenuhi, otak merespons dengan rasa kecewa. Pola ini memperkuat ketergantungan pada validasi eksternal dan memperburuk rasa insecure.
Amigdala merupakan bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses emosi, menjadi lebih aktif ketika seseorang menghadapi penolakan atau kritik, baik di dunia nyata maupun digital. Aktivitas amigdala yang meningkat ini membuat Gen Z lebih rentan terhadap stres dan rasa cemas.
ADVERTISEMENT
Korteks prefrontal bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pengendalian emosi, yang mana belum sepenuhnya berkembang hingga usia pertengahan 20-an. Ketidakmatangan ini membuat Gen Z lebih mudah bereaksi impulsif terhadap situasi emosional, terutama yang berkaitan dengan tekanan sosial atau digital.
Bagaimana Dampak Rasa Insecure pada Kehidupan Gen Z?
Rasa insecure yang dialami akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan Gen Z, seperti:
Paparan standar yang tidak realistis membuat banyak Gen Z merasa kurang percaya diri terhadap penampilan fisik, kemampuan, atau kepribadian mereka.
Perasaan tidak aman yang terus-menerus meningkatkan risiko gangguan mental, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan makan.
ADVERTISEMENT
Ketakutan akan kritik atau penolakan sering kali membuat mereka menghindari interaksi sosial atau bahkan kehilangan kesempatan baru.
Bagaimana Cara Menemukan Keseimbangan di Era Digital?
Untuk mengatasi rasa insecure, Gen Z perlu mengembangkan kesadaran diri dan keterampilan regulasi emosi. Adapun beberapa langkah yang dapat diambil:
Teknik seperti meditasi, mindfulness, atau terapi kognitif dapat membantu mengelola emosi negatif yang dipicu oleh media sosial.
Mengembangkan keterampilan atau minat pribadi dapat membantu membangun rasa percaya diri yang lebih kokoh.
Menanamkan rasa percaya diri yang berasal dari pencapaian internal, bukan pengakuan dari orang lain adalah kunci untuk mencapai keseimbangan.
Gen Z hidup di dunia yang menawarkan peluang besar tetapi juga tantangan emosional yang signifikan. Rasa insecure yang dialami adalah hasil dari interaksi kompleks antara teknologi digital, dinamika sosial, tekanan internal dan eksternal. Dengan memahami mekanisme di balik rasa tidak aman dan mengambil langkah-langkah proaktif, Gen Z dapat belajar menavigasi era digital dengan lebih percaya diri. Pada akhirnya, teknologi adalah alat, dan kesejahteraan emosional bergantung pada bagaimana mereka memilih untuk menggunakannya.
ADVERTISEMENT
Referensi :
Fitri, H., Hariyono, D. S., & Arpandy, G. A. (2024). Pengaruh self-esteem terhadap fear of missing out (FOMO) pada generasi Z pengguna media sosial. Jurnal Psikologi, 1(4), 21. https://doi.org/10.47134/pjp.v1i4.2823
Irwan Budiana. (2024). Media Sosial Dan Kesehatan Mental Generasi Z. Prosiding Seminar Nasional Ilmu Kesehatan Dan Keperawatan, 1(1), 13–23. https://doi.org/10.61132/prosemnasikk.v1i1.2
Sawitri, D. R. (2022) Perkembangan Karier Generasi Z: Tantangan dan Strategi dalam Mewujudkan SDM Indonesia yang Unggul. [PDF] undip.ac.id
Wirahadi, U. (2024). Tanggapan psikologi tentang: Insecure berlebihan anak-anak Gen Z [PDF]. Academia.
https://www.academia.edu/113756871/Tanggapan_Psikologi_Tentang_Insecure_Berlebihan_Anak_Anak_Gen_Z_Di_susun_oleh
Felita, P., Siahaja, C., Wijaya, V., Melisa, G., Chandra, M., & Dahesihsari, R. (2016). Pemakaian media sosial dan self-concept pada remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi MANASA, 5(1), 30–41. https://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/Manasa/article/view/184
ADVERTISEMENT