Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hashtag Aesthetic: Potret Estetika Tuhan di Kehidupan
31 Desember 2023 12:37 WIB
Tulisan dari Chindy Treisya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Anda pasti sering mendengar kata aesthetic pada postingan foto atau video seseorang. Sesuatu yang kerap diidentikkan dengan hal berbau sederhana, minim warna, tapi memiliki nilai keindahan di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Konsep minimalis yang tak hanya menawarkan kesempurnaan objek atau latar. Ia hadir dalam berbagai pertautan antara getaran rasa, daya tarik alam semesta, dan manusia yang mengejawantahkan melalui kesadaran pancaindra. Salah satu cabang ilmu filsafat yang ternyata sudah didalami oleh para filsuf Yunani kuno seperti Socrates dan Plato. Ide-ide keindahan yang sesungguhnya tak hanya berbicara tentang sudut kesempurnaan, tetapi turut mengaktualisasikan unsur sejati sebuah bentuk penciptaan di dalam keberadaan.
Sifat estetis yang menguatkan cita rasa kehadiran suatu bentuk benda pada realitas di sekitar kita. Gambaran pegunungan-pegunungan tinggi di belahan Eropa, jalanan kecil di kota-kota tua Andalusia, hingga hamburan sinar krepuskular matahari di belantara hutan Jawa dan Afrika.
Semua penangkapan material melalui kedua mata dan segenap indra. Hingga unsur immaterial tak kasat mata yang memancarkan gelombang keindahan imajinal melalui penglihatan hati manusia.
Tak sekadar berbicara mengenai nilai-nilai substansial di momen-momen indah keseharian, tapi memiliki tanda-tanda keberadaan Tuhan dari semua objek dan gambaran yang diabadikan.
ADVERTISEMENT
Telaah ilmu dari kepekaan manusia yang telah lama dihidupkan. Hingga konon, menjadi salah satu tradisi pengetahuan para ilmuwan dan seniman Islam di abad pertengahan. Sebut saja Ibnu Arabi dengan ratusan tafsir menawannya, Abdurrahman ad-Dakhil di antara kedahsyatan kisah Masjid Cordoba, serta Jalaluddin Rumi bersama putaran tari kesemestaannya.
Estetika yang menyatukan seni, sastra, dan kosmik alam semesta. Bak keajaiban aliran air dari kanal-kanal di atas bukit Granada. Tak hanya indah seni yang terlihat, namun mampu menyatukan semua perangkat hakikat kehidupan yang semestinya. Keindahan air memancar dan melimpah di setiap sudut jalan, keseimbangan alam di antara penduduk yang turut meramaikan, serta melahirkan esensi makna kemurnian dari sebuah kehidupan.
Warisan cara pandang yang telah diturunkan sedemikian indah di sepanjang sejarah. Menempuhi ruang dan waktu hingga sampai pada kesadaran sederhana yang kita punya. Menikmati kopi dan teh buatan rumah di penghujung senja, bertemu teman lama sembari bercengkerama, atau tak sengaja melihat kilauan cahaya di ujung peron saat menunggu kereta tiba.
ADVERTISEMENT
Semua yang dianggap biasa, tetapi memiliki hal yang mengingatkan akan kehadiran-Nya.
Menggerakkan hati manusia untuk mengabadikan momen indah yang dialami mereka. Nilai-nilai luhur kedalaman diri dari potret secangkir kopi di atas meja, senyum bahagia kawan yang sudah jarang duduk bersama, juga penumpang yang tak sengaja mampir menjadi objek keindahan di stasiun kereta.
Segala yang memenuhi penangkapan makna estetika hingga menjadi inspirasi tak terduga. Sesuatu yang dapat dirasakan dan disadari kehadirannya oleh hati manusia.
Filosofi seni yang tak akan terlepas dari fungsi estetika dan nilai artistika. Seni mendalami dan menemukan suatu pesona menggunakan hati dan jiwa. Pancaran yang mampu membangkitkan daya tarik keindahan bak medan magnet aurora borealis di danau besar Alaska.
ADVERTISEMENT
Warna-warna redup alam, bentuk-bentuk abstrak tak beraturan, menjelma menjadi sesuatu yang bersifat subtil—halus tak terkira. Pantulan keberadaan Tuhan yang dipancarkan pada objek dan ditangkap oleh manusia sebagai pusat penerjemah makna.
Pemakaian kata estetik atau estetis ini pun kian gandrung dijadikan tema utama pada pengambilan sebuah gambar. Nuansa alami abu batu, hijau redup, putih, dan kayu kecokelatan menjadi andalan bagi para penikmatnya. Elemen-elemen dasar bumi yang kerap menjadi tema inspirasi mereka. Suasana teduh, sendu, dan tak terburu-buru seakan menampilkan sisi lain dari setiap hal yang ingin disuguhkannya.
Namun ternyata, konsep yang mungkin tampak sedemikian umum ini mampu menumbuhkan kedalaman batin tersendiri. Pesan kehidupan yang terkadang muncul begitu saja sebab mengandung nilai-nilai spiritual di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Potret daun jatuh yang menggambarkan proses putaran kehidupan, turunnya hujan menyisakan segenap keyakinan akan terang, atau rumit jalanan ibu kota sebagai tanda kesabaran dan tumbuhnya daya juang. Pertemuan antara getaran objek, penyerapan makna dari sang pemotret, serta unsur ketuhanan yang disatukan.
Beberapa karya terkadang tidak terlalu mengutamakan teknik pengeditan yang begitu memukau. Terkesan seadanya, tetapi memiliki unsur kekuatan pencahayaan, ketajaman rasa, dan sudut pengambilan gambar yang tampil lebih maksimal.
Misalnya, memanfaatkan sinar matahari senja untuk mendapatkan warna kekuningan dan pendaran jingga. Memanfaatkan kesabaran demi menangkap bayang rumput dan dedaunan saat cahaya pagi mulai naik perlahan. Termasuk menghitung jumlah tetes air hujan hingga mendapat potret percik yang diinginkan.
Estetika bukanlah hanya sebatas keindahan yang ditautkan ke dalam berbagai bentuk kesempurnaan. Tak sekadar warna dan tata letak yang hendak digaungkan. Ia memiliki dimensi realitas seni kesadaran yang dipadukan dengan semua keberadaan.
ADVERTISEMENT
Nilai seni kebajikan, keseimbangan, dan keindahan ilahiah yang diturunkan. Estetika kehadiran Tuhan melebihi potret di dalam kehidupan.