Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jalan Panjang Menuju Kesuksesan, Pahami Tiga Kuncinya
18 Juli 2021 18:28 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Cici Yuli Wartuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kadang kala kita selalu dibuat terkagum-kagum akan indahnya lukisan Tuhan dalam menggambarkan cerita hidup yang kita jalani, betapa Maha Baiknya Tuhan akan takdir hidup yang telah disuguhkan-Nya.
ADVERTISEMENT
Ketika saya menapaki kerikil-kerikil kecil yang hadir dalam hidup ini, seringkali saya bertemu dengan mereka yang begitu mengagumkan, mereka tak memilih mundur tatkala banyak rintangan yang menghadang, mereka selalu memilih untuk maju dan tak gentar, semua berbekal dengan keyakinan hati, bahwa akan selalu ada masanya.
Seperti kata Andrea Hirata, dream for God will embrace your dreams, bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Mimpi bagaikan bunga tidur yang ingin kita realisasikan menjadi nyata, berharap secara perlahan didukung oleh semesta, meskipun harus terpatah-patah dalam prosesnya. Memang demikianlah kerja keras yang harus diusahakan, tidak ada mimpi yang mudah. Jika mimpi kita masih mudah untuk digapai, maka belumlah patut sesuatu yang kita cita-citakan tersebut dikatakan mimpi. Namun demikian, meskipun dalam hidup ini harus mempunyai mimpi, jangan sampai kita hanya hidup dalam mimpi, tak kenal aksi untuk menggapai hal yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Banyak di antara kita berpikir privilege sangat berarti untuk menggapai sebuah mimpi, jika tak dikelilingi oleh privilege, terasa sirna impian tersebut.
Namun ada satu hal yang mesti kita usahakan, meskipun hidup kita tak dipenuhi oleh privilege, maka sudah seharusnya kita yang bekerja keras untuk membangun privilege itu sendiri. Dengan cara apa? ya, dengan cara bekerja keras dan terus mencoba.
Saya mengetahui perjalanan hidup seorang anak yang berangkat dari desanya di Pulau Sumatera sana, ia lahir dari keluarga yang sangat sederhana. Akan tetapi, sedari kecil ia memiliki semangat yang menggelora, otaknya selalu diasah semenjak ia kecil. Ketika kakaknya yang perempuan masuk Sekolah Dasar (SD), ia hanya melihat dari balik jendela kelasnya, tekadnya ingin belajar memang sudah terlihat semenjak ia kecil, tanpa disuruh dan tanpa paksaan. Sebagian guru akan memperbolehkan beliau untuk masuk kelas, menemani kakaknya belajar. Namun sebagian lainnya, dengan berat hati beliau harus menjinjitkan kaki dari balik jendela, agar bisa belajar. Hal tersebut beliau lakukan dengan kesadaran dirinya sendiri, bagaikan candu untuk belajar apa pun yang beliau temui.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan lainnya, hampir setiap hari beliau berlatih untuk pidato di hadapan cermin, kegiatan itu diketahui oleh keluarganya, katanya ingin jadi da'i, masuk TV. Beliau selalu mengambil kesempatan-kesempatan kecil maupun kesempatan besar, yang dikira mampu membuat dirinya berkembang, seperti aktif di Organisasi menjadi ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) ketika beliau masih dalam masa remaja. Setelah perjalanan yang cukup baik selama Madrasah Tsanawiyah (MTs), beliau melanjutkan sekolah ke Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK), lalu melanjutkan perjalanan kuliah ke Bogor.
Hal-hal kecil namun berdampak besar bagi masa depannya, tak sedikitpun beliau biarkan berlalu, beliau mampu melihat peluang. Ketika semasa kuliah, di semester awal, ayahnya meninggal, hingga dapatlah sebuah pesan dari seberang lautan sana "Pulanglah, nak, kuliah di kampuang sajo, kalau di kampuang untuang-untuang lai takuliahan dek ibu." Meskipun begitu, tak urung niat beliau untuk melanjutkan mimpi, beliau tetap bertahan. Kecemasan-kecemasan yang hadir, beliau tepiskan, hanya ingat satu kalimat dari Ranah Minang yang telah beliau tanamkan di hati "untuang-untuang lai tabangkik batang tarandam".
ADVERTISEMENT
Perjalanan selama kuliah, bertahan dengan uang beasiswa yang dicari sambil berjalan kaki dari satu instansi ke instansi lainnya. Maklum dulu, belum ada masa-masa apply beasiswa melalui jaringan internet. Jika beliau tak tahan banting, mungkin sudah pulang kampung dan melambaikan tangan ke kamera-Nya sebagai pertanda tak sanggup.
Terkadang, jika sedang dalam masa-masa sulit, saya selalu mencoba untuk meminta beliau bercerita tentang masa lalunya dalam menggapai impian, meskipun selalu diulang, saya tidak pernah bosan mendengarnya, sebab dengan kata-kata semangat dari beliau mampu menyalakan kembali lampu-lampu semangat yang meredup dalam diri saya.
Sesekali beliau berkelakar;
ADVERTISEMENT
Saat menulis ini, saya diingatkan kembali oleh pepatah Minang;
Beliau lah salah satu contoh orang yang sebelumnya tak memiliki privilege materi, tapi tetap sukses. Hari ini, kami selalu bangga memiliki beliau, meskipun bukan anak orang kaya, tapi beliau dengan gagah berani menerjang segala bentuk kepahitan hidup yang pernah melilit hari-harinya. Hampir semua impian beliau sudah didapatkan, mendapatkan gelar S3 di waktu muda, sekarang memiliki jabatan penting di salah satu kementerian di Indonesia, pergi-pulang ke luar negeri, memberangkatkan orang tua naik haji, menjadi donatur di berbagai lembaga, dan beliau berhasil meraih mimpi masa kecilnya dulu, menjadi da'i yang menyebarkan gaungan kebaikan dalam skala yang lebih besar, beliau hadir di berbagai stasiun TV dan menyebarkan kebaikan ke beberapa negara Islam maupun Eropa.
ADVERTISEMENT
Benarlah kata pepatah Arab;
Tiga kunci tadi akan membawa pada kesuksesan: barang siapa yang bersungguh-sungguh dia pasti berhasil, barang siapa yang bersabar ia akan beruntung, barang siapa yang berjalan pada jalannya ia akan sampai di tujuan.
Intinya, bersungguh-sungguh, bersabar dan berjalanlah pada tempatnya. Insyaa Allah lambat laun akan berhasil.
Terimakasih telah mampir dan membaca, semoga bermanfaat.