Konten dari Pengguna

Tata Cara Memperingati Istri Dalam Kacamata Islam

Cici Yuli Wartuti
Secretary Of The Algebra International Islamic Boarding School (IIBS) - Hukum Perdata Islam (HK) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang
7 Oktober 2022 12:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cici Yuli Wartuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sore itu, saya sedang asyik mencari lowongan pekerjaan di Instagram untuk bulan Januari mendatang, karena saya memang berniat kembali ke Jakarta, saya berpikir harus gencar mencari informasi. Namun, bagai petir di siag bolong, saya melihat satu informasi yang sangat mencengangkan, yaitu permasalahan rumah tangga yang berakhir dengan kekerasan, yang selama ini biasa dikenal dengan sebutan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
ADVERTISEMENT
Rasanya, begitu miris jika berbagai persoalan diselesaikan dengan cara yang tidak patut. Tidak hanya berakibat pada kerusakan tubuh, namun juga berakibat pada kerusakan mental, rasa trauma yang harus diobati seumur hidup.
Dilansir dari laman news.detik.com, Jum'at (7/10/2022), Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menjelaskan, "Pada 2021, Komnas Perempuan menerima 2.527 kasus kekerasan di ranah rumah tangga/personal, dan kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan petama dari keseluruhan kasus KDRT/RP dan selalu berada di atas angka 70%."
https://unsplash.com/photos/7I1wrtRz5QQ
Melihat total kasus yang telah dipaparkan oleh Komnas Perempuan tersebut, cukup mencengangkan, bukan? lebih dari 2.000 kasus KDRT yang telah diterima oleh Komnas Perempuan. Itu hanyalah kasus yang sampai ke Komnas Perempuan, belum lagi desas-desus permasalahan KDRT yang tidak masuk dalam daftar tersebut, sangat banyak, karena hanya sedikit perempuan yang speak up terhadap kekerasan yang mereka terima.
ADVERTISEMENT
Salah satu efek yang membuat perempuan tidak ingin melaporkan kasus kekerasan yang mereka terima, yaitu dikarenakan stigma masyarakat yang selalu menganggap bahwa perempuanlah yang menyebabkan permasalahan tersebut dapat terjadi.
Padahal, penyelesaian masalah tidak harus dengan kekerasan fisik yang berakibat fatal terhadap perempuan. Apapun yang kita lakukan, sudah diatur dalam norma kehidupan, peraturan undang-undang, termasuk dalam literatur agama.
Tidak satupun agama yang membenarkan kekerasan fisik, termasuk agama Islam. Dalam Islam sendiri, cara untuk meluruskan kekurangan perempuan sudah dijelaskan oleh Allah, di antaranya:
Hal ini tentu saja dilakukan pada waktu yang tepat dan kadar nasihat yang tepat pula. Sebab, jika dilakukan secara terus-menerus sepanjang hari, hanya akan menambah kebal orang yang dinasihati. Karena, nasihat itu ibarat obat, dosis yag tepat bisa mengobati. Sedangkan, dosis yang berlebihan bisa merusak, bahkan mematikan.
ADVERTISEMENT
Cara kedua ini dilakukan apabila cara pertama sudah tidak mampu, maka suami diperbolehkan untuk pisah ranjang dengan istri.
Jika cara kedua tetap tidak memberikan dampak yang positif, maka suami boleh melakukan cara yang ketiga, dengan catatan tidak berakibat fatal terhadap fisik istri atau tidak membahayakan. Artinya, hanya pukulan yang dapat melunakkan kerasnya hati sang istri , bukan menyakitinya dan diyakini dapat mengubahnya menjadi lebih baik. Jika diperkirakan cara ini berakibat destruktif, maka cara ini harus ditinggalkan.
Ketika cara-cara sebelumnya tidak mampu untuk merubah tabiat buruk istri, maka dipersilakan untuk melakukan cara terakhir ini. Kedua juru damai tentu saja harus mampu memahami duduk permasalahan suami-istri dan juga mumpuni untuk memecahkannya. Selain itu, hendaknya meminta bantuan pada mereka yang dapat dipercaya, karena akan mengetahui duduk permasalahan yang barangkali terdapat aib keluarga di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Demikianlah tata cara penyelesaian di dalam Islam apabila terdapat permasalahan yang mengguncang kehidupan rumah tangga, terutama apabila memang permasalahan tersebut datang dari sifat istri yang harus diperbaiki.
Melakukan kekerasan terhadap perempuan, tidak akan menyelesaikan masalah, akan tetapi malah menambah masalah. Karena, perempuan memang bukan objek untuk diperbolehkannya melakukan kekerasan fisik.
ADVERTISEMENT