Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melawan Rasisme Struktural: Pelajaran dari Gerakan Black Lives Matter
12 Maret 2023 14:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Cindy Angelica Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena rasisme dan telah ada sepanjang peradaban manusia di bumi. Rasisme telah menjadi salah satu elemen yang mempengaruhi tatanan dunia dan sejarah manusia, contohnya adalah anti-semitisme era Perang Dunia II. Rasisme merupakan suatu keyakinan bahwa ras adalah penentu mendasar dari sifat dan kapasitas manusia.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi rasial merupakan bentuk fisik dari rasisme. Diskriminasi rasial dapat diartikan sebagai segala bentuk pembedaan berdasarkan ras, warna kulit, keturunan, asal-usul kebangsaan atau etnis yang berakibat hilangnya pengakuan atas dasar persamaan, kebebasan mendasar dan hak asasi manusia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau bidang kehidupan publik lainnya.
Rasisme tidak terbatas pada sikap seseorang terhadap orang lain yang berbeda dengan dirinya, namun juga dapat berbentuk rasisme yang tertanam dalam hukum, peraturan dan norma di suatu masyarakat sehingga praktik rasisme menjadi sebuah budaya yang ternormalisasi dalam masyarakat tersebut. Rasisme jenis ini disebut juga sebagai rasisme struktural.
Rasisme struktural merupakan bentuk rasisme yang paling buruk karena cakupannya tidak hanya terbatas pada aspek sosio-politik, namun juga dalam ekonomi dan hak-hak sipil mendasar seperti akses terhadap lahan pemukiman, kesehatan dan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk rasisme struktural yang banyak disorot adalah rasisme struktural yang oleh komunitas Afrika-Amerika di Amerika Serikat. Rasisme struktural inilah yang pada akhirnya melahirkan gerakan Black Lives Matter.
Black Lives Matter dan Rasisme Struktural terhadap Warga Kulit Hitam
Protes Black Lives Matter merupakan serangkaian protes besar-besaran yang terjadi pada tahun 2020 silam yang dipicu oleh terbunuhnya George Floyd oleh seorang polisi berkulit putih. Namun, kasus kematian Floyd hanyalah puncak gunung es dari diskriminasi rasial struktural yang dialami warga keturunan Afrika-Amerika selama berabad-abad.
Fenomena rasisme struktural yang dialami oleh warga kulit hitam di AS berakar pada stereotipe negatif terhadap warga kulit hitam yang diasosiasikan pada tindakan kriminal. Hal ini bahkan tercermin melalui penggambaran “young-black-criminal” dalam film, pop-culture bahkan videogame, misalnya dalam franchise game Grand Theft Auto.
ADVERTISEMENT
Selain stereotip yang lumrah di media, terdapat juga beberapa praktik problematika dalam sistem penegakan hukum di sejumlah negara bagian di AS. Misalnya praktik stop-and-frisk yang dilakukan oleh Departemen Kepolisian New York.
Stop-and-frisk merupakan tindakan menahan sementara dan menginterogasi warga sipil di jalan untuk mencari senjata dan barang selundupan lainnya. Praktik tersebut kenyataannya diwarnai fenomena race-profiling, yaitu sebagian besar warga yang dihentikan dan diinterogasi merupakan warga berlatar belakang etnis Afrika-Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa stereotip negatif terhadap ras kulit hitam yang telah mendarah daging di masyarakat dapat mendorong praktik nyata diskriminasi rasial yang terjadi dalam sistem penegakan hukum.
Melawan Rasisme Struktural: Edukasi, Re-edukasi, dan Inklusivitas Institusi
Rasisme struktural merupakan bentuk rasisme yang paling sulit diberantas karena merupakan hasil fenomena bola salju dari rasisme yang dinormalisasikan dalam suatu masyarakat. Rasisme struktural terjadi dari bawah ke atas, sehingga cara memberantasnya adalah dari akarnya yaitu rasisme internal yang tertanam dalam diri individu.
ADVERTISEMENT
Memberantas rasisme dari akar dapat dilakukan dengan cara edukasi. Menurut social learning theory yang dikemukakan oleh Albert Bandura, perilaku sosial dipelajari dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain. Maka perilaku rasis bukanlah perilaku hakiki manusia, melainkan merupakan hasil pembelajaran dari apa yang dia lihat di sekitarnya. Maka dari itu, perlu dilakukan edukasi sedini mungkin untuk membentuk generasi baru yang toleran terhadap perbedaan. Langkah ini merupakan solusi jangka panjang yang penting, karena generasi muda akan menjadi generasi penerus di masyarakat.
Kemudian, apabila seseorang bisa belajar berperilaku dan berpikir rasis, maka ia juga bisa diajarkan sebaliknya. Re-edukasi melalui program yang berorientasi akar rumput, seperti sosialisasi di keluarga dan komunitas kecil, juga dapat dilakukan bagi generasi pendahulu yang hidup saat rasisme masih dinormalisasikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, diperlukan juga reformasi dalam level institusional, karena institusi yang mendukung budaya rasis merupakan faktor yang melancarkan normalisasi rasisme struktural. Para pembuat kebijakan harus lebih sensitif terhadap inklusivitas dalam kebijakan yang dibuatnya dan benar-benar mempertimbangkan bagaimana suatu kebijakan dapat mempengaruhi kehidupan tiap lapisan masyarakat.
Inklusif bukan berarti menerapkan prinsip "buta warna" dalam pembuatan kebijakan. Namun adil dan color-conscious, yaitu sadar terhadap kebutuhan yang dimiliki kelompok-kelompok etno-sosial tertentu dalam masyarakat.