Konten dari Pengguna

Green Ramadhan: Ibadah Tanpa Banyak Sampah

Cindy Muspratomo
Penulis lepas, bookstagrammer, dan pemilik lapak haka bookstore
6 April 2023 16:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cindy Muspratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
ADVERTISEMENT
Selain iman dan takwa, yang bertambah pada bulan Ramadhan adalah sampah kita.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya volume sampah pada bulan Ramadhan adalah fenomena biasa. Sudah bertahun-tahun begitu. Jenis sampah yang peningkatan volumenya luar biasa adalah sampah makanan sisa, kantong plastik, dan alat makan sekali pakai.
Di tengah upaya dunia untuk mencegah perubahan iklim akibat kerusakan lingkungan, kondisi ini terdengar menyedihkan. Apalagi bulan Ramadhan seharusnya jadi momen menahan diri, menambah keimanan dan ketakwaan bukan malah menambah sampah.
Saya yakin semua orang sepakat, menahan diri adalah salah satu ajaran penting dalam agama. Oleh karenanya Allah memerintahkan umat muslim berpuasa. Karena salah satu langkah konkret untuk latihan menahan diri adalah berpuasa. Istilah menahan diri ini tentu luas dimensinya. Bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tapi juga menahan diri dari amarah, dari perbuatan tercela, dan sebagainya. Termasuk menahan diri dari kebiasaan negatif yang merusak lingkungan.
ADVERTISEMENT
Orang punya banyak cara bergembira mengisi bulan Ramadhan. Salah satunya dengan menyajikan menu konsumsi yang lebih beragam saat berbuka maupun sahur. Beberapa orang menganggap ini lumrah, sebab sudah menahan lapar dan dahaga seharian ya wajar kalau dapat reward berupa makanan beragam dan wah. Dengan anggapan seperti itu, tidak heran jika konsumsi makanan selama Ramadhan melonjak tajam.
Patut diperhatikan, meningkatnya konsumsi masyarakat kala Ramadhan akan berimbas pada meningkatnya volume sampah. Di Surabaya misalnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya menyebutkan, sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo meningkat 100-200 ton per hari pada bulan Ramadhan dan bisa bertambah 400-500 ton jelang Idul fitri.
Seperti yang sudah saya sebut di atas, salah satu sampah yang meningkat tajam pada bulan Ramadhan adalah sampah makanan sisa. Hal ini disebabkan karena tidak semua makanan yang dibeli sektor rumah tangga habis dikonsumsi. Banyak makanan berakhir jadi sampah karena kebiasaan buruk kita yang tidak menghabiskan makanan atau minuman.
ADVERTISEMENT
Dengan penduduk berjuta-juta jumlahnya, dan kebiasaan buruk buang-buang makanan, tidak heran jika Indonesia dinobatkan sebagai negara mubazir pangan kedua di dunia setelah Saudi Arabia.
Sampah plastik dan peralatan makan sekali pakai juga meningkat tajam. Hal ini terjadi lantaran kemasan makanan untuk kebutuhan berbuka maupun sahur, termasuk juga takjil, menggunakan bahan-bahan seperti plastik dan styrofoam. Dengan meningkatnya konsumsi, tentu penggunaan kemasan tidak ramah lingkungan ini juga mengalami peningkatan.
Fakta meningkatnya sampah di bulan Ramadhan ini tak ayal menjadi tantangan besar gerakan zero sampah yang digaungkan di beberapa kota semisal Yogyakarta. Lebih dari itu, hal ini juga perlu menjadi perhatian bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Di tengah kondisi lingkungan hidup kita yang tidak baik-baik saja, meningkatnya volume sampah di bulan Ramadhan secara tajam adalah kabar buruk.
ADVERTISEMENT
Patut kita ketahui, meningkatnya volume sampah berbanding lurus dengan tingkat keparahan global warming. Makanan-makanan sisa kita yang terbuang, akan membusuk dan dalam proses pembusukan itu mengeluarkan gas metana yang menjadi salah satu sumber efek rumah kaca.
Selain itu, timbunan sampah plastik yang memenuhi sungai dan saluran air, bahkan juga pantai-pantai kita, selain berdampak buruk pada kualitas air, tanah, dan udara, juga berakibat fatal pada kehidupan fauna. Lebih buruk lagi, kesehatan manusia juga akan terganggu. Mikroplastik, pewarna, pelemas plastik yang terkandung dalam kemasan plastik ketika mengontaminasi makanan atau minuman dan masuk ke dalam tubuh manusia dapat menjadi racun yang menyebabkan berbagai masalah kesehatan termasuk kanker.
Bukan tak ada upaya-upaya strategis untuk mengatasi meningkatnya sampah di bulan Ramadhan. Wali Kota Surabaya misalnya, pada 15 Maret 2023 lalu telah mengeluarkan Surat Edaran Imbauan Bulan Ramadhan Tanpa Sampah. Pemkot Yogyakarta bersama Kemenag juga mengimbau pengurus takmir masjid memastikan Gerakan Zero Sampah Anorganik makin gencar dilakukan kala Ramadhan tiba. Komunitas-komunitas Nol Sampah juga banyak memberikan imbauan bagi masyarakat agar mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai, misalnya dengan kampanye Bagi Takjil Tanpa Plastik Sekali Pakai. Namun, nampaknya, upaya yang bentuknya sekadar imbauan itu tidak banyak berdampak.
ADVERTISEMENT
Tidak heran apabila Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Hening Purwati Parlan, merasa prihatin dan sedih dengan peningkatan sampah di kala Ramadhan. Beliau menyampaikan masyarakat masih abai atas perintah agama yang melarang tingkah laku mubazir. Menurut beliau, momen Ramadhan seharusnya jadi momen bagi semua pihak untuk menahan diri dari apa pun yang merusak, termasuk merusak lingkungan. Beliau juga menambahkan kita sudah harus mulai membudayakan Green Ramadhan, Ramadhan yang ramah lingkungan, dengan cara sederhana seperti mengurangi sampah makanan saat berbuka dan sahur.
Green Ramadhan sebagaimana yang disampaikan Hening Purwati di atas, saya rasa adalah konsep yang menarik dan belum banyak digaungkan. Jika pemerintah peduli pada kelestarian lingkungan, maka sudah seharusnya konsep itu dikembangkan dan dikampanyekan lebih luas lagi.
ADVERTISEMENT
Upaya meredam meledaknya sampah di kala Ramadhan tentu tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah semata. Ormas besar, terutama NU dan Muhammadiyah, harus mengambil peran nyata di tengah masyarakat. Mengingat urusan pentingnya menjaga lingkungan ini jarang didengungkan saat ceramah keagamaan, maka para mubaligh harus lebih banyak menyiarkannya sebab bagaimanapun juga menjaga lingkungan adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Pada level individu dan keluarga dekat, kita juga harus mulai memperbaiki diri. Ramadhan kali ini mungkin Ramadhan terakhir yang kita nikmati. Maka sudah seharusnya kita perbaiki kualitasnya. Jika pada Ramadhan sebelumnya kita masih sering berlebih-lebihan dalam konsumsi makanan dan minuman hingga terbuang sia-sia, maka kini saatnya kita kurangi, makan dan minumlah secukupnya. Jika pada Ramadhan yang lalu kita masih sering menggunakan kemasan-kemasan plastik sekali pakai untuk mengemas makanan, maka tahun ini kita mesti mengganti kebiasaan buruk itu.
ADVERTISEMENT
Ramadhan seharusnya jadi kesempatan lingkungan hidup kita untuk healing sejenak, jangan malah kita perbanyak sampah yang membuatnya semakin pening. Jangan sampai, kalimat pertama saya pada tulisan ini berubah redaksinya hingga berbunyi: Bukan iman dan takwa, yang bertambah pada bulan Ramadhan hanyalah sampah kita.