Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Semua Politisi adalah Petugas Partai, Meski Tidak Semua Berani Mengakuinya
30 Mei 2023 21:48 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Cindy Muspratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ibarat kendaraan, partai politik bukan kendaraan biasa, ia adalah mesin tempur yang dilengkapi perangkat-perangkat tertentu untuk meraih tujuan-tujuan politis.
ADVERTISEMENT
Tujuan partai politik bisa macam-macam, tapi yang pasti adalah meraih kekuasaan. Meraih kekuasaan ini tidak mesti kita pahami secara negatif. Kekuasaan, Anda tahu, bukan semata-mata alat untuk meraih hal-hal materialistik dan keduniawian belaka, tapi juga bisa digunakan untuk tujuan-tujuan mulia seperti menegakkan hukum dan keadilan atau untuk melindungi kaum minoritas dan orang-orang tertindas.
Satu hal lagi, mesin tempur jenis apa pun tidak bisa bekerja sendiri. Dia butuh operator. Pesawat tempur secanggih apa pun, jika teronggok di dalam gudang tanpa seorang pun menjalankannya, maka tak akan banyak gunanya.
Begitu pula partai politik. Ia hanya akan berguna jika ada orang-orang yang menjalankannya. Ia hanya akan bekerja jika ada orang-orang yang terlibat dalam agenda-agenda untuk meraih tujuannya. Dan orang-orang inilah yang kita kenal sebagai petugas partai.
ADVERTISEMENT
Tugas para petugas partai tentu bervariasi tergantung status dan peran masing-masing. Namun, yang pasti tujuan akhir pekerjaan mereka adalah memperkuat partai politik dan memenangkan dukungan publik dalam pemilihan umum atau dalam kegiatan politik lainnya.
Istilah "petugas partai" sebenarnya tidak selalu harus kita lihat secara negatif. Namun, memang dalam beberapa konteks dan situasi tertentu, istilah tersebut memiliki konotasi negatif. Salah satu alasan mengapa petugas partai dilihat negatif adalah karena tingkah laku mereka yang tidak etis, tidak jujur, dan korup demi memenangkan dukungan publik atau demi membuat undang-undang dan kebijakan tertentu.
Mereka mungkin terlibat praktik-praktik politik uang, manipulasi data, penyebaran informasi palsu, intimidasi, atau bahkan kekerasan. Pokoknya menghalalkan semua hal asal tujuan partainya tercapai. Bahkan, dalam beberapa sistem politik yang otoriter, petugas partai sangat mungkin terlibat dalam penindasan dan pelanggan HAM terhadap kelompok yang berseberangan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, istilah “petugas partai” dianggap negatif karena usaha beberapa kalangan yang mencoba menabrakkan istilah “petugas partai” dengan “petugas rakyat.” Seakan keduanya adalah hal yang berlawanan dan tidak bisa berjalan beriringan. Petugas partai dianggap orang yang hanya mementingkan kepentingan partainya, yang hanya tunduk pada pimpinan partai, tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Sementara petugas rakyat adalah antitesanya.
Hal itulah yang kemudian menjadi alasan beberapa kubu menyerang kader-kader PDIP yang menjadi pejabat publik atau hendak mencalonkan diri menjadi pemimpin. Kita sebut saja dua nama yang tenar, Presiden Jokowi dan Ganjar Pranowo.
Oleh kelompok oposisi, Jokowi disebut presiden boneka, setelah secara gamblang dalam banyak kesempatan Megawati menyebut dan mengingatkan Jokowi bahwa beliau adalah petugas partai.
ADVERTISEMENT
Begitu pula Ganjar. Saat ia dideklarasikan sebagai calon presiden dari PDIP, Megawati juga menyebut Ganjar sebagai petugas partai. Akibatnya, oleh penyerangnya, Ganjar disebut tidak akan memperjuangkan kepentingan rakyat karena dia bukan petugas rakyat melainkan petugas partai.
Saling serang-menyerang dalam kontestasi politik bukan hal yang dilarang. Itu normal, senormal matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah penyematan “petugas partai” pada kader partai yang menjabat atau yang mencalonkan diri menjadi pemimpin adalah hal yang salah? apakah dengan menjadi seorang petugas partai seseorang kemudian tidak mungkin menjadi petugas rakyat?
Menurut saya, penyematan petugas partai pada Jokowi maupun Ganjar bukanlah hal yang salah. Pada faktanya, Jokowi dan Ganjar memanglah kader partai. Mereka memang memiliki jabatan publik, tapi bukankah jabatan publik itu mereka dapatkan dari proses politik? Melalui mekanisme pencalonan dari partai politik.
ADVERTISEMENT
Penyematan petugas partai pada Jokowi atau Ganjar atau kader partai apa pun yang kebetulan saat ini sedang menjabat atau mencalonkan diri sudah sesuai realita. Karena faktanya memang mereka kader partai, lha apa salahnya menyebutnya sebagai petugas partai? Dan penting diperhatikan, ketika seseorang menjadi petugas partai tidak lantas membuatnya mustahil menjadi petugas rakyat.
Jokowi misalnya, yang merupakan kader PDIP. Sebagai kader PDIP, tentu mustahil baginya melepaskan diri dari partai yang telah mengantarnya bertempur dan menang dalam pilpres. Namun, harus diingat, beliau bukan hanya kader partai, tapi juga Presiden. Dan sebagai Presiden tentu beliau diatur oleh undang-undang yang membuat beliau berkewajiban memperjuangkan kepentingan rakyat.
Lalu, apakah Jokowi yang disebut petugas partai gagal menjadi petugas rakyat? Tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintah yang mencapai 82% rasanya cukup menjadi jawaban. Selama seorang petugas partai paham statusnya sebagai pejabat publik atau wakil rakyat mengharuskannya melayani seluruh rakyat, bukan hanya partai politiknya, maka penyematan istilah petugas partai sama sekali bukan masalah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tidak semua petugas partai terlibat dalam praktik-praktik tidak etis atau melanggar hukum. Banyak petugas partai yang bekerja dengan jujur dan bertanggung jawab dalam memperkuat partai politik dan memenangkan dukungan publik melalui cara-cara yang etis dan positif.
Agenda-agenda partai politik pun tidak selamanya berseberangan dengan kepentingan rakyat. Ketika agenda partai politik sejalan dengan kepentingan rakyat, maka seorang petugas partai yang memperjuangkan kepentingan partai politiknya pun bisa dikatakan sedang memperjuangkan kepentingan rakyat.
Oleh sebab, bukan tugas kita memperdebatkan petugas partai vs petugas rakyat. Tugas kita adalah memilih dengan cermat mana partai politik yang bisa kita percaya, mana kader partai yang layak jadi wakil dan pemimpin kita. Percayalah, politisi yang akan kita pilih nanti, semuanya adalah petugas partai, meski tidak semua berani mengakuinya.
ADVERTISEMENT