Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kurikulum Merdeka dan Polemik di dalamnya
21 Juni 2024 10:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Cintia Yuliani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendidikan di Indonesia tak terlepas dari kurikulum yang menjadi patokan dalam belajar pengajar di sekolah. Tujuan perubahan kurikulum juga untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia agar lebih baik dari sebelumnya. selain itu, dengan perubahan kurikulum juga menyesuaikan perkembangan teknologi yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT
Seperti pada Kurikulum Merdeka yang memanfaatkan teknologi sebagai salah satu media pembelajaran di sekolah. Dilansir dari laman Direktorat Sekolah Dasar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Makarim menetapkan Kurikulum Merdeka pada tanggal 11 Februari 2022. Kurikulum Merdeka ini dianggap lebih sederhana, ringkas, dan fleksibel untuk mengatasi ketertinggalan pendidikan akibat efek pandemi Covid-19 silam.
Peluncuran Kurikulum Merdeka ini juga menjadi pemicu pemanfaatan teknologi di ranah pendidikan yang semakin meningkat. Pendidikan di Indonesia menjadi familiar dengan berbagai teknologi yang ada. Seperti penggunaan aplikasi Zoom, Google Meet, Google Classroom, QR Kode, Canva dan sejenisnya, Microsoft Office, dan lainnya.
Pasca pandemi Covid-19, memang ranah pendidikan semakin dekat dengan teknologi, karena dengan memanfaatkan teknologi aktivitas belajar mengajar bisa terus berjalan. Sehingga, teknologi tersebut diterapkan pada Kurikulum Merdeka sebagai pemanfaatan media pembelajaran di Sekolah. Pemanfaatan teknologi di Kurikulum Merdeka juga bisa dilihat dari buku teksnya, yang di dalamnya terdapat pemanfaatan berbagai media pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya trobosan ini, persoalan Gaptek (Gagal Teknologi) di Indonesia semakin berkurang. Penggunaan teknologi di dalam pembelajaran dapat merangsang peserta didik untuk lebih kreatif dan rasa keingintahuannya dapat meningkat. Pemanfaatan teknologi di ranah pendidikan dapat membuat peserta didik lebih tertarik dengan pembelajaran, karena pembelajaran dianggap lebih bervariatif, sehingga peserta didik tidak mudah bosan.
Namun, kita semua tahu bahwa, tidak semua wilayah di Indonesia familiar akan perkembangan teknologi yang berkembang secara masif ini. Seperti pada wilayah-wilayah pelosok Indonesia yang jauh dari kecanggihan teknologi masa kini. Tuntutan Kurikulum Merdeka apakah memang sudah tetap jika dilihat dari pemerataan pendidikan di Indonesia.
Jika Kurikulum Merdeka berbasis teknologi diterapkan di wilayah yang mendukung berjalannya teknologi, maka bisa bermanfaat bagi perkembangan peserta didik. Akan tetapi, jika Kurikulum Merdeka berbasis teknologi diterapkan di pelosok yang masih minim penggunaan teknologi, hal ini kurang tepat, karena kurangnya pendukung media pembelajaran berbasis teknologi.
ADVERTISEMENT
Namun, disamping manfaat yang diperoleh jika kurikulum berganti, terdapat juga sisi negatif dari sudut pandang guru. Jika kurikulum terus berganti, maka guru pasti akan mempelajari kurikulum baru. Ditambah lagi sistem administrasi Kurikulum Merdeka saat ini memberatkan guru. Sehingga, bukannya guru fokus mengajar murid, malah sibuk mempelajari kurikulum baru dan sistem administrasinya. Hingga timbul pertanyaan baru, sebenarnya tugas guru mengajar muridnya atau rapat dan rapat.
Persoalan pun tidak hanya timbul dari hal tersebut. Kurikulum Merdeka diklaim lebih fleksibel, sederhana, dan ringkas. Namun, faktanya tidak sesederhana itu. Guru diminta untuk Menyusun RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) yang sekarang di Kurikulum Merdeka adalah Modul Ajar, faktanya Modul Ajar yang dibuat oleh guru juga tebal. Di dalam modul ajar mengharuskan memasukan materi ajar di setiap babnya. Sehingga, hal tersebut tidaklah tergolong ringkas dan sederhana.
ADVERTISEMENT
Berita mengenai kurikulum yang belum lama ini juga menuai kritikan dari berbagai pihak. Terbitnya Sastra Masuk Kurikulum dianggap beberapa karya sastra yang masuk dalam buku panduan tidak cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran di sekolah. Adanya unsur pornografi dan seksual dibeberapa karya sastra membuat beberapa pihak mengkritik buku panduan Sastra Masuk Kurikulum tersebut. Tidak hanya itu, kesalahan penulisan, sistematika, di dalam buku panduan tersebut juga banyak disayangkan oleh berbagai pihak.
Kemendikbudristek membuat kebijakan tidak lain untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Lahirnya kebijakan tersebut juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pasti sudah melalui proses yang begitu panjang dan pastinya terdapat tim penyusun yang susah payah untuk membuat kebijakan tersebut dapat terealisasi. Namun, lahirnya kebijakan, pasti tidak luput dari kritikan berbagai pihak.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, jika memang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah baik untuk mutu pendidikan di Indonesia, kita sebagai masyarakat harus mendukung akan hal tersebut. Namun, jika kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dirasa kurang tepat untuk mutu pendidikan di Indonesia, maka sebagai warga negara Indonesia yang demokratis, bisa memberi masukan kepada kebijakan tersebut, tanpa merugikan pihak lain.