Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pegiat Antikorupsi Cirebon Soroti Biaya Pembuatan Dokumen Kontrak di DPUTR
4 Oktober 2024 20:14 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Cirebon-Biaya pembuatan dokumen kontrak di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Cirebon kembali dipertanyakan. Pegiat antikorupsi Kabupaten Cirebon, Ade Riyaman, secara tegas mempertanyakan penggunaan dana dari pembuatan dokumen kontrak tersebut, mengingat DPUTR bukanlah dinas yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
ADVERTISEMENT
“Saya sudah sejak akhir tahun lalu mempertanyakan ke mana alokasi dari biaya pembuatan dokumen kontrak semua proyek di setiap bidang. Nilainya fantastis, tapi untuk apa uang itu digunakan?” ungkap Ade kepada wartawan, Jumat (4/10).
Ade menyayangkan sistem yang diterapkan oleh DPUTR Kabupaten Cirebon. Menurutnya, setiap tahun rekanan proyek seolah tertekan untuk memenuhi biaya tersebut.
Rekanan tidak punya banyak pilihan selain mengikuti aturan ini demi menjaga hubungan baik dan mendapatkan pekerjaan di masa mendatang.
“Ini bukan sekadar indikasi pungutan liar, tapi sudah mengarah ke korupsi. Saya tidak menyalahkan rekanan, mereka butuh pekerjaan. Namun, uang yang terkumpul dari pembuatan dokumen kontrak bisa mencapai miliaran setiap tahun. Ini harus diusut tuntas,” tegasnya.
Ade juga menambahkan bahwa pada tahun ini terdapat kenaikan biaya pembuatan dokumen kontrak. Berdasarkan informasi yang ia kumpulkan, untuk nilai kontrak di bawah Rp200 juta, biayanya dipatok sekitar Rp3,5 juta, sedangkan proyek di atas Rp1 miliar dikenakan biaya hingga Rp8 juta.
ADVERTISEMENT
“Saya sedang mengumpulkan data di lapangan, dan informasi mengenai kenaikan biaya ini sangat serius. Ini bukan sesuatu yang bisa kita diamkan,” katanya.
Ade menekankan, jika pihak DPUTR lebih transparan, seharusnya ada konsultasi terlebih dahulu dengan inspektorat. Apabila biaya ini sah, harus ada dasar hukum yang jelas, sehingga bisa masuk PAD dengan angka yang transparan.
“Jika biaya ini masuk ke PAD dan didasari payung hukum yang jelas, ini akan menjadi pemasukan besar bagi Pemkab Cirebon. Sayangnya, sampai saat ini tidak ada kejelasan soal peruntukannya. Setiap tahun uang yang dihasilkan bisa mencapai miliaran rupiah,” ujar Ade.
Ade tidak mempermasalahkan jika biaya yang dikeluarkan rekanan tidak ditentukan secara spesifik, tetapi kenyataannya sudah ada nominal tertentu yang harus dibayar oleh rekanan untuk pembuatan dokumen kontrak tersebut.
ADVERTISEMENT
“Ini bukan rahasia umum lagi dan ini adalah pelanggaran. Jangan sampai uang hasil pembuatan dokumen kontrak dibagi bagi untuk kepentingan pribadi. Lihat saja, saya akan bawa masalah ini ke ranah hukum,” tandasnya.
Sementara ini pihak DPTUTR masih belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Bahkan saat dikonfirmasi wartawan, Sekretaris DPUTR Kabupaten Cirebon, Tomi Hendrawan, juga enggan memberikan pernyataan.(*)