Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Potret Kemiskinan di Balik Gencarnya Pembangunan di Majalengka
7 Januari 2022 16:05 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Majalengka - Beberapa tahun terakhir sejumlah ruang publik di Kabupaten Majalengka , Jawa Barat, terus dipercantik.
ADVERTISEMENT
Bahkan pada Kamis (6/1/2022) kemarin, Pemkab Majalengka baru saja meresmikan sejumlah capaian pembangunan selama tahun 2021 yang menghabiskan anggaran Rp 303 miliar lebih.
Namun, dibalik kemegahan pembangunan yang selama ini digencarkan di wilayah Majalengka kota itu terlihat adanya ketimpangan pembangunan, salah satunya di wilayah Majalengka bagian utara.
Ternyata di Blok Loji, RT 02/01, Desa Ligung, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka masih ada warga yang tinggal di gubuk tenda plastik. Fuaidin bersama istrinya Wiwin dan kedua anak laki-lakinya sudah 1 tahun jadi penghuni gubuk yang berada di tempat pembuatan bata merah.
"Iya ini bikin sendiri. Pakai bambu, karung, plastik. Lahannya punya pemilik bata, orang Loji. Kebetulan saya bantu-bantu bikin Bata. Sama pemiliknya dikasih tempat, ya udah kami bikin tempat tinggal di sini. Tinggal sama istri terus sama anak 2 masih SD semua. Yang besar 10 tahun (kelas 6) satunya 6 tahun (kelas 4)," kata Fuaidin saat ditemui Ciremaitoday, Jumat (7/1/2022).
ADVERTISEMENT
"Sebelum ke sini (rumah gubuk) tinggal di rumah kosong. Pindah ke sini karena nggak enak aja sama anaknya (pemilik rumah) pindah ke rumah itu," lanjut dia.
Gubuk yang berjarak sekira 100 meter dari pemukiman warga itu, hanya dilengkapi fasilitas tempat tidur dan teras saja. Sedangkan untuk fasilitas lainnya mereka hanya bisa menumpang kepada tetangga sekitar.
"Masak, mandi semuanya numpang ke tetangga. Listrik juga dari sana," ucap pria kelahiran Desa Dumu, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Fuaidin bersama keluarganya menempati gubuk seluas 5x3 meter itu, terpaksa mengisi hari-harinya dengan rasa penuh kekhawatiran. Apalagi pada saat musim hujan, rasa was-was robohnya bangunan terus menghantuinya.
"Kalau hujan, kalau ada angin yang besar kadang suka ngungsi di tetangga. Kalau udah reda ke sini lagi," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Meski tinggal di gubuk, dirinya tetap merasa bersyukur karena lingkungan sekitarnya selalu mendukung keberlangsungan hidup keluarganya. Pasalnya, Fuaidin yang tidak memiliki pekerjaan tetap sering diminta jasanya untuk melakukan pekerjaan oleh tetangganya.
"Alhamdulillah, tetangga baik-baik. Ya mereka juga sering nyuruh ngerjain sesuatu. Alhamdulillah, buat makan sehari-hari," kata dia.
Kendati demikian, Fuaidin yang merupakan lulusan pesantren mengaku, sempat menjalani profesi sebagai guru di wilayah tempat tinggal setempat.
"Iya sempet jadi guru. Jadi guru itu, cuma gantiin guru yang gak masuk gitu. Setalah lulus pesantren ngajar di sini. Di Ligung lor, di SD, MTS. (Alasan tidak dilanjutkan) belum percaya diri aja jadi guru,"
Dia juga mengaku tinggal di kota angin ini sejak duduk di bangku pendidikan pesantren atau pada tahun 2000 lalu. Setelah lulus, lanjut dia, Fuaidin memutuskan menikah dengan warga Majalengka.
ADVERTISEMENT
"Saya asli NTB. Masuk ke Majalengka tahun 2000. Dulu ada program pesantren di Majalengka. Terus nikah sama orang Majalengka tahun 2007 lalu," tutur dia.
"Belum pernah pulang lagi ke kampung. Kalau rasa ingin pulang sih pasti ada, tapi apa boleh buat karena terkendala sama masalah biaya. Dulu masih ada hp suka ada kabar (dari keluarga di NTB), hpnya hilang ya nggak komunikasi lagi," sambungnya.
Solidaritas PWI Majalengka untuk Keluarga Fuaidin
Sementara itu, kondisi tersebut mencuri keprihatinan dari kalangan wartawan yang tergabung dalam PWI Majalengka. Bermodal urunan dari para anggota, mereka menyalurkan bantuan kepada keluarga Fuaidin, pada Jumat (7/1/2022) siang.
Ketua PWI Majalengka Pai Supardi mengatakan, donasi yang disalurkan itu sebagai bentuk kepedulian wartawan terhadap warga yang kehidupannya dinilai belum layak. Kegiatan tersebut sekaligus sebagai bentuk kemanusiaan, di samping tugas utama jurnalis untuk liputan.
ADVERTISEMENT
"Secara profesional, kami liputan, bikin berita. Di sisi lain, ketika dari hasil liputan itu ada hal-hal yang kami anggap perlu donasi, ya kami coba lakukan itu. Ini hasil urunan dari teman-teman di organisasi. Alhamdulillah, Jumat Berkah," kata Pai.
Bantuan yang disalurkan tersebut, jelas dia, sifatnya sebatas jangka pendek. Untuk 'penanganan' jangka panjang, jelas dia, pihaknya akan mencoba untuk berkomunikasi dengan pihak pemerintah setempat.
"Mudah-mudahan ke depan ada penanganan dari pemerintah setempat. Nanti coba kami komunikasikan," jelas Pai. ***