Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Efek Apartheid: Menghadapi Warisan Politik yang Masih Menghantui Afrika Selatan
9 Desember 2024 15:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Daffa Haikal Nurhuda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Afrika Selatan, negara dengan keragaman budaya dan etnis, menyimpan sejarah kelam yang tak mudah dilupakan: sistem apartheid. Meskipun apartheid secara resmi berakhir pada tahun 1994, dampak sosial, ekonomi, dan politik yang ditinggalkan masih sangat terasa hingga hari ini. Dalam artikel ini, kita akan menyusuri perjalanan apartheid dan bagaimana warisannya terus memengaruhi politik dan masyarakat Afrika Selatan saat ini.
Pada tahun 1948, pemerintah kulit putih Afrika Selatan mulai menerapkan kebijakan apartheid yang membagi penduduk berdasarkan ras. Kebijakan ini tidak hanya membatasi kebebasan dasar bagi mayoritas kulit hitam, tetapi juga menciptakan ketimpangan yang mendalam dalam struktur sosial dan ekonomi. Sistem ini menegaskan dominasi orang kulit putih atas orang kulit hitam, dengan memaksa mereka tinggal di wilayah yang terpisah dan membatasi akses mereka terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan publik.
Nelson Mandela, salah satu tokoh paling ikonik dalam perjuangan anti-apartheid, menggambarkan ketidakadilan ini dengan berkata: "Apa yang saya inginkan adalah keadilan sosial, kesempatan yang sama, kebebasan untuk semua." Pernyataan ini menggambarkan esensi dari perjuangan untuk mengakhiri apartheid, yang pada dasarnya merupakan perjuangan untuk hak-hak dasar dan martabat manusia.
ADVERTISEMENT
Perlawanan terhadap apartheid dipimpin oleh tokoh-tokoh besar seperti Nelson Mandela, Desmond Tutu, dan Steve Biko. Mereka menjadi simbol perlawanan global terhadap ketidakadilan. Mandela, yang dipenjara selama 27 tahun, mengingatkan dunia akan pentingnya persatuan dan rekonsiliasi setelah memperoleh kebebasan pada tahun 1990. Ia pernah berkata, “Saya tidak tahu bagaimana negara ini akan dibangun jika kita tidak memiliki rekonsiliasi di dalamnya.”
Pada tahun 1994, setelah bertahun-tahun perjuangan, Mandela akhirnya terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan. Pemilu bebas yang inklusif ini menandai berakhirnya sistem apartheid dan membuka babak baru demokrasi. Namun, meskipun sistem hukum apartheid telah dihapuskan, banyak tantangan yang harus dihadapi negara ini untuk memperbaiki ketidaksetaraan yang diciptakan oleh kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Meskipun apartheid telah berakhir secara hukum, warisannya masih membekas dalam banyak aspek kehidupan. Salah satu tantangan terbesar adalah kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih terlihat jelas. Masyarakat Afrika Selatan, meskipun kini memiliki konstitusi yang mendukung kesetaraan, masih harus berjuang melawan ketimpangan yang mendalam. Banyak wilayah yang sebelumnya merupakan bantustan bagi orang kulit hitam masih tertinggal dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Menurut laporan dari Bank Dunia (2022), ketimpangan pendapatan di Afrika Selatan tetap salah satu yang tertinggi di dunia, dengan rasio Gini yang menunjukkan kesenjangan yang mencolok antara kelompok kaya dan miskin. Laporan ini juga menyoroti bahwa meskipun kebijakan seperti Black Economic Empowerment (BEE) telah diterapkan untuk mengurangi ketimpangan, hasilnya masih jauh dari memadai. Banyak pengusaha kulit hitam baru yang muncul di lapangan, namun distribusi kekayaan yang lebih merata masih menjadi tantangan besar.
ADVERTISEMENT
Partai ANC, yang dulunya merupakan kekuatan utama dalam perlawanan terhadap apartheid, kini menghadapi kritik keras terkait kegagalannya mengatasi ketidaksetaraan ekonomi dan masalah korupsi yang merajalela. Sementara itu, partai oposisi seperti DA dan EFF berusaha meraih dukungan dengan menyoroti masalah ketidaksetaraan rasial dan ekonomi yang belum terselesaikan.
Generasi muda Afrika Selatan yang tumbuh setelah berakhirnya apartheid kini mulai merasa kecewa dengan pemerintah yang dinilai gagal mengatasi masalah mendasar seperti pengangguran, pendidikan, dan perumahan. Mereka merasa bahwa meskipun sistem politik telah berubah, banyak hal yang tidak berubah dalam kehidupan sehari-hari mereka—khususnya dalam hal ketidaksetaraan sosial dan ekonomi.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam South African Journal of Economics (2021), lebih dari 50% pemuda Afrika Selatan mengalami pengangguran, dan sebagian besar dari mereka adalah generasi yang tidak mengalami apartheid secara langsung. Mereka menganggap bahwa pemerintah ANC terlalu lambat dalam memberikan perubahan yang nyata. Seorang pemuda Afrika Selatan, Thuli Nkosi, mengatakan: "Kami mendambakan perubahan, tapi yang kami dapatkan adalah janji-janji kosong."
ADVERTISEMENT
Ketimpangan ekonomi dan sosial yang diwariskan oleh apartheid terus menciptakan ketegangan sosial. Meski kebijakan afirmatif seperti Black Economic Empowerment (BEE) dirancang untuk mengurangi kesenjangan ini, implementasinya masih kontroversial. Beberapa pihak merasa bahwa kebijakan tersebut belum efektif dan bahkan memperburuk ketegangan sosial, karena mengutamakan ras dalam alokasi sumber daya, bukan kemampuan atau prestasi.
Sebagai contoh, sebuah artikel di Journal of African Political Economy (2023) menyoroti bahwa meskipun BEE berhasil menciptakan kelas menengah kulit hitam, itu tidak berhasil mengurangi kemiskinan di kalangan mayoritas kulit hitam, terutama di daerah pedesaan dan kawasan miskin perkotaan. BEE seringkali hanya menguntungkan elite politik yang dekat dengan kekuasaan.
Warisan apartheid adalah tantangan besar yang tidak bisa diabaikan. Afrika Selatan kini berada di persimpangan, berusaha untuk menyeimbangkan kemajuan dengan kenyataan bahwa banyak luka lama belum sepenuhnya sembuh. Negara ini harus terus berusaha memperbaiki ketimpangan ekonomi, menciptakan persatuan antar etnis, dan mengupayakan kesetaraan sejati. Hanya dengan cara ini Afrika Selatan dapat memastikan bahwa perjuangan melawan apartheid tidak sia-sia dan masa depan yang lebih baik dapat terwujud.
ADVERTISEMENT
Referensi:
1. Bank Dunia. (2022). World Bank Report on Inequality in South Africa.
2. Nkosi, T. (2021). Youth Unemployment in South Africa: Challenges and Solutions. South African Journal of Economics, 78(3), 45-60.
3. “Mandela’s Long Walk to Freedom,” Nelson Mandela Foundation.
4. South African Journal of Economics. (2021). A Review of Black Economic Empowerment and Its Impact on South Africa’s Economic Landscape.
5. Tutu, D. (1999). No Future Without Forgiveness. Doubleday.