Konten dari Pengguna

BRICS: Skema Baru Pengendalian Disparitas Global

Dandy Ramdhan Yahya
Pemahat Opini
29 Oktober 2024 21:58 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dandy Ramdhan Yahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendera Negara Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan sebagai Negara Awal Penggagas BRICS | Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Negara Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan sebagai Negara Awal Penggagas BRICS | Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa dekade terakhir, sistem ekonomi dunia telah menjadi semakin kompleks dan terfragmentasi, terutama di tengah dependensi global terhadap dolar Amerika Serikat sebagai mata uang cadangan utama dan dominasi ekonomi negara-negara Barat yang tergabung dalam Global North. Negara-negara berkembang, yang seringkali disebut sebagai bagian dari Global South, merasa termarginalkan dalam tatanan dan arus ekonomi yang super dahsyat ini. Munculnya BRICS—akronim untuk Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan —menjadi respons kolektif negara-negara besar berkembang untuk mengatasi ketidakadilan struktural yang terjadi di dalam sistem tersebut. Didirikan pada tahun 2006, BRICS tidak hanya dibentuk untuk memperkuat kerja sama ekonomi antar anggotanya, tetapi juga untuk membangun forum yang dapat menantang dominasi Global North secara efektif dan efisien.
ADVERTISEMENT

Latar Belakang Berdirinya BRICS

BRICS merupakan aliansi ekonomi dan politik yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, didirikan pada tahun 2006 sebagai forum untuk negara berkembang besar yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Latar belakang berdirinya BRICS dipicu oleh kebutuhan negara-negara berkembang ini untuk menantang dominasi ekonomi Barat yang terpusat pada Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Dengan lebih dari 40% populasi dunia, negara-negara BRICS memainkan peran kunci dalam perekonomian global, terutama dalam sektor energi, komoditas, dan manufaktur.
Profesor Xing Li dari Departemen Sosial dan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Aalborg, Denmark, dalam "The BRICS and Beyond: The International Political Economy of the Emergence of a New World Order" memberikan satu pandangan bahwa tujuan awal didirikannya BRICS adalah sebagai forum kerjasama ekonomi dan dialog politik, khususnya dalam isu-isu yang mendiskriminasi negara-negara berkembang, seperti ketimpangan investasi dan regulasi ekonomi internasional yang bias pada negara-negara maju. Kebutuhan akan forum semacam ini semakin kuat sejak krisis finansial global 2008, yang memperlihatkan kelemahan struktur ekonomi hasil kendali Barat.
ADVERTISEMENT

Global South dan Visi BRICS

BRICS bertujuan untuk menjadi suara kolektif negara-negara Global South dalam memperjuangkan kepentingan ekonomi dan sosial mereka. Visi BRICS adalah menciptakan tatanan ekonomi multipolar yang lebih menjunjung tinggi pilar keadilan, di mana negara-negara berkembang dapat memainkan peran yang lebih signifikan tanpa bergantung pada negara-negara industri besar. Tujuan ini termasuk pengurangan ketergantungan pada sistem keuangan internasional yang didominasi Barat melalui pembangunan infrastruktur ekonomi mandiri, seperti New Development Bank (NDB) yang berfokus pada pendanaan proyek-proyek pembangunan di negara-negara anggota (Global Governance Journal, 2019).
Pakar ekonomi berkaliber, Joseph Eugene Stiglitz, dalam bukunya yang berjudul "Rewriting the Rules of the American Economy: An Agenda for Growth and Shared Prosperity", menyebut langkah ini sebagai upaya kosen dalam menstimulus apa yang disebut sebagai kedaulatan finansial bagi negara-negara berkembang yang selama ini bergantung pada lembaga-lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
ADVERTISEMENT
Para ahli lain juga memiliki pandangan yang variatif terkait pengaruh BRICS dalam menantang dominasi ekonomi Barat. Beberapa ekonom, seperti Ha-Joon Chang, melihat BRICS sebagai instrumen potensial untuk memperkuat posisi negara berkembang dalam negosiasi global. Di sisi lain, analis dari Carnegie Endowment, yang juga merupakan profesor politik internasional dari Universitas Tufts, Daniel W. Drezner, memperingatkan bahwa aliansi ini mungkin sukar mempertahankan koherensi kebijakannya, mengingat divergensi kepentingan antar anggota.
Menurut artikel yang dimuat pada laman Foreign Policy, BRICS dinilai sebagai mekanisme yang mampu mengakomodasi aspirasi negara berkembang. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa terdapat perbedaan kebijakan dalam aliansi tersebut, terutama antara India dan China, yang dapat menjadi kendala bagi perkembangan BRICS ke depannya.
ADVERTISEMENT

Sepak Terjang

Sejak berdirinya, BRICS telah mencapai beberapa progresivitas, terutama dengan mendirikan New Development Bank (NDB) pada 2014. Bank ini telah mendanai berbagai proyek pembangunan di negara anggota dengan fokus pada infrastruktur dan energi terbarukan. NDB menjadi bukti konkret dari keberhasilan BRICS dalam menyediakan pendanaan alternatif yang tidak mengikat pada persyaratan Barat (Development and Change Journal, 2020).
Selain itu, perdagangan antar anggota BRICS juga menunjukkan eskalasi signifikan, khususnya sejak meningkatnya ketegangan geopolitik antara Barat dan Rusia. Laporan dari Boston Consulting Group (BCG) pada tahun 2024 menyatakan bahwa perdagangan intra-BRICS meningkat lebih dari 50% dalam lima tahun terakhir. Hal tersebut setidaknya dapat dijadikan sebuah refleksi bahwa peran BRICS sebagai platform kerjasama ekonomi telah menjalankan fungsinya dengan solid.
ADVERTISEMENT

BRICS Summit 2024

Pertemuan anggota BRICS di Kazan, Rusia tahun 2024 ini menjadi momen krusial dalam perkembangan organisasi ini, dengan membahas berbagai isu strategis yang berfokus pada penguatan kerja sama antar anggota dan agenda Global South. Dalam pertemuan akbar tersebut, para pemimpin BRICS menyatakan komitmennya untuk memperkuat integrasi ekonomi dan politik di antara negara anggota, serta memperkuat upaya untuk memangkas dependensi terhadap dolar Amerika Serikat. Salah satu langkah utama yang dibahas adalah inisiatif untuk memperluas penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antar anggota, yang sejalan dengan tujuan untuk mengurangi hegemoni dolar dalam transaksi internasional.
Pertemuan ini juga menekankan pentingnya menciptakan platform untuk dialog yang lebih terbuka dan inklusif di antara negara-negara berkembang, serta upaya untuk meningkatkan peran BRICS dalam tatanan global yang multipolar. Pemimpin dari berbagai negara, termasuk Rusia dan India, menegaskan bahwa BRICS harus berfungsi sebagai perwakilan yang kuat bagi negara-negara Global South, memperjuangkan kepentingan mereka di forum-forum internasional dan menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan untuk tantangan global yang dihadapi saat ini.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang tersebut, BRICS juga mengumumkan perluasan keanggotaan, dengan mengundang beberapa negara baru untuk bergabung sebagai negara mitra pada aliansi tersebut. Beberapa negara dari kawasan Asia Tenggara turut terlibat di dalamnya, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Perluasan ini menunjukkan intensi BRICS untuk memperkuat impresinya di tingkat global dan memberikan suara yang lebih kuat bagi negara-negara berkembang. Dengan tambahan anggota baru, BRICS kini mencakup lebih dari 40% populasi dunia dan berpotensi meningkatkan daya tawar kolektif mereka dalam percakapan internasional.

Halang Rintang

Meskipun mencapai kemajuan, BRICS masih menghadapi sejumlah tantangan besar. Salah satunya adalah perbedaan kebijakan ekonomi dan sistem politik antar anggota, yang mana hal tersebut berpotensi besar menghambat upaya untuk menciptakan mata uang bersama atau mengintegrasikan sistem keuangan yang lebih pagan. Ketegangan geopolitik, seperti perbedaan posisi India dan China terhadap isu perbatasan, juga menambah kompleksitas dalam menentukan arah kebijakan kolektif BRICS.
ADVERTISEMENT
Selain itu, adopsi sistem pembayaran alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika serikat juga menghadapi tantangan teknis dan politik, karena tidak semua anggota memiliki sistem keuangan yang setara dalam skala dan kapabilitasnya. Para analis dari Journal of Contemporary Asia menyebutkan bahwa keberhasilan BRICS bergantung pada kapasitas anggota untuk menurunkan tensi domestik dan mengintegrasikan kebijakan ekonomi yang lebih harmonis.

Konklusi Sederhana

Secara keseluruhan, BRICS adalah upaya ambisius guna merombak sistem ekonomi global yang lebih adil bagi negara berkembang, terutama negara-negara Global South. Meskipun banyak tantangan yang menghadang, keberhasilan BRICS dalam memperkuat kerjasama ekonomi antar anggotanya menunjukkan bahwa potensi untuk menciptakan tatanan multipolar baru amatlah nyata. Namun, masa depan BRICS masih bergantung pada kemampuan anggotanya untuk mengatasi perbedaan internal dan memperkuat fondasi kerjasama kolektif yang jauh lebih stabil.
ADVERTISEMENT