Konten dari Pengguna

Fenomena Olahraga Lari Karena FOMO, Berbahaya Kah?

Danu Andika Putra
Penikmat Kopi
16 September 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Danu Andika Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) - galeri foto penulis agustus 2024
zoom-in-whitePerbesar
Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) - galeri foto penulis agustus 2024
ADVERTISEMENT
Aktivitas fisik atau olahraga merupakan sebagian kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan kebugaran yang diperlukan tubuh agar membuat badan menjadi sehat. Olahraga adalah salah satu aktivitas fisik yang penting untuk kesehatan. Olahraga dapat membantu menjaga kesehatan tubuh, meningkatkan kebugaran, dan mencegah berbagai penyakit. Meskipun demikian, melihat dari artikel Kemenpora Republik Indonesia berdasarkan laporan Sport Development Index (SDI) tahun 2022 menunjukkan tingkat partisipasi olahraga masyarakat Indonesia sebesar 30,93 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada tahun 2021 yang mencapai 32,80 persen. Artinya kondisi tersebut kemungkinan terjadi karena belum adanya intervensi kebijakan dan program yang memacu pengembangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga serta rendahnya minat olahraga di Indonesia yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya berolahraga untuk mejaga kesehatan, fasilitas dan infrastruktur yang kurang memadai, dan kurangnya dukungan dari pemerintah maupun swasta dalam pengembangan olahraga.
ADVERTISEMENT
Belakangan ini olahraga lari kini menjadi salah satu aktivitas fisik yang paling banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, baik dari kalangan artis maupun masyarakat umum karena melihat olahraga lari ini bisa dilakukan kapanpun dan di manapun, dan tentunya mudah dan simple untuk dilakukan. Tidak diperlukan keahlian khusus, sehingga baik pemula maupun atlet dapat melakukannya.
Di tengah gelombang kesadaran akan pentingnya gaya hidup sehat, olahraga lari menjadi semakin meroket sebagai pilihan utama dalam berolahraga. Namun, lebih dari sekadar kebugaran fisik, lari juga menciptakan sebuah fenomena sosial yang menarik perhatian: Fear of Missing Out (FOMO). FOMO, atau rasa takut ketinggalan, tidak hanya terbatas pada tren atau acara sosial. Di dunia olahraga, khususnya lari, FOMO memainkan peran penting dalam memotivasi banyak orang untuk terlibat dan tetap konsisten dalam kegiatan ini khususnya Gen Z.
ADVERTISEMENT
Penulis merasa bahwa fenomena ini kerap kali terpapar oleh sebagian Gen Z, karena beberapa kali pada saat lari ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) tidak sedikit orang yang lebih banyak menyita waktunya untuk mendokumentasikan momen agar bisa dibagikan di media sosial dibandingkan melakukan aktivitas olahraga. Media sosial memainkan peran besar dalam memperkuat tren ini. Platform seperti Instagram penuh dengan gambar orang-orang yang menunjukkan kebugaran mereka melalui lari, baik itu di taman kota, lintasan, atau bahkan maraton besar. Ini tidak hanya membangkitkan rasa ingin tahu, tetapi juga dorongan untuk bergabung dan melakukan hal serupa.
Para ahli psikologi mencatat bahwa melihat teman-teman atau influencer di media sosial berbagi cerita tentang pengalaman mereka dalam lari dapat memicu perasaan FOMO pada individu yang belum terlibat secara aktif. Foto-foto mereka menyeberangi garis finish atau berbagi pencapaian kilometer yang telah ditempuh seringkali menjadi inspirasi bagi orang lain untuk ikut serta.
ADVERTISEMENT
Bahaya yang mengintai dibalik FOMO olahraga
Meskipun olahraga diperjuangkan sebagai cara yang sehat dan bermanfaat untuk menjaga tubuh tetap bugar, tapi tanpa disadari sebenarnya terdapat bahaya yang mengintai dibalik FOMO olahraga ini. Hal ini diungkapkan oleh dokter Tirta pada akun instagramnya yang diunggah pada Sabtu (1/6/2024).
“Fomo olahraga oh ya bagus banget, karena melatih orang untuk hidup sehat. Tapi, ada yang harus dipahami dan dikritisi,” ucap dokter Tirta.
Salah satu bahaya utama FOMO dalam olahraga adalah mendorong seseorang untuk berlatih di luar batas kemampuan diri. FOMO dapat mendorong seseorang untuk mengabaikan batasan fisiknya dan terlibat dalam latihan yang lebih intens atau berdurasi lebih lama dari yang seharusnya. Hal ini dapat meningkatkan risiko cedera dan stres pada jantung. Selain itu overtraining dapat mengakibatkan cedera serius, termasuk cedera otot, ligamen, dan bahkan kerusakan jangka panjang pada tubuh. Untuk itu, dokter Tirta memeberikan saran olahraga bagi orang-orang yang sedang FOMO olahraga yakni dengan memulai olahraga ringan terlebih dahulu. Bahkan akhir-akhir ini muncul fenomena joki Strava. Jasa “joki Strava” mengacu pada layanan berbayar untuk melakukan aktivitas lari menggantikan orang lain, tetapi menggunakan akun Strava milik pemesan. Fenomena ini menjadi topik perbincangan hangat di kalangan warganet karena sebagian orang merasa bahwa layanan semacam ini mendukung keinginan berlebihan seseorang untuk mendapatkan validasi dan pujian. Mereka beranggapan bahwa menggunakan jasa joki untuk aktivitas lari menipu dan tidak jujur, karena pencapaian yang ditampilkan di akun Strava sebenarnya bukan milik orang tersebut, melainkan hasil dari usaha orang lain yang dibayar.
ADVERTISEMENT
Dari FOMO sampai konsisten
Meskipun FOMO dapat menjadi motivasi awal yang kuat untuk memulai olahraga lari, para ahli mengingatkan pentingnya menemukan keseimbangan. Terlalu fokus pada apa yang dilakukan orang lain bisa mengaburkan kebutuhan pribadi dan melupakan tujuan awal kita melakukan olahraga. Penting untuk mengejar kebugaran dengan cara yang membuat kita bahagia dan sehat secara fisik dan mental. Terlepas dari baik atau tidaknya fenomena FOMO saya rasa tidak ada salahnya dengan FOMO dalam konteks olahraga namun kita tetap harus tau batasan diri kita dalam berolahraga agar tidak terjadi overtraining. Artinya, ketika seseorang terdorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi untuk mencoba hal baru, khususnya dalam melakukan olahraga lari, maka ini akan berdampak pada kesehatan fisik yang lebih baik. Bahkan jika dorongan dari FOMO ini dapat membuat seseorang konsisten berlari, bukan tidak mungkin ia akan meraih pencapaian-pencapaian pribadi yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan, FOMO boleh asal tahu batasan diri dan bisa konsisten ujar “ penulis.
ADVERTISEMENT