Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jejak 'Kampung Jawa' di Chicago
25 Maret 2018 12:48 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Darmawan Hadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kampung Jawa pada Chicago World's Fair (sumber: http://kitakita.id/wp-content/uploads/2017/10/javavillage2-1-1024x553.jpg)
Chicago World’s Fair atau disebut juga World’s Columbian Exposition adalah pameran berskala internasional yang diselenggarakan pemerintah kota Chicago pada bulan Mei hingga Oktober tahun 1893. Pameran tersebut diselenggarakan untuk memperingati 400 tahun perayaan penemuan benua Amerika oleh Christoper Columbus pada tahun 1492.
ADVERTISEMENT
Area pameran dibangun di atas lahan seluas 630 acres (2,4 Km2) di sekitar daerah Jackson Park, Chicago. Pameran ini merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh secara sosial dan budaya di kala itu dan membawa dampak besar terhadap perkembangan arsitektur, seni, dan image kota Chicago.
Pameran ini juga sebagai ikon kebangkitan Chicago pasca-kebakaran hebat yang menghabiskan hampir seluruh kota pada 1871. Pameran ini adalah pameran bertarap internasional ketiga setelah pameran Exposition Universalle Paris (1889) dan Brussel International (1897).
Pameran tersebut diikuti 46 negara yang menampilkan masing-masing hal unik yang mereka miliki. Total pengunjung selama pameran diperkirakan sebanyak 27.300.000 orang (sumber: Wikipedia). Dan ternyata ekshibisi tersebut juga memamerkan “Kampung Jawa” dengan penghuni 125 orang, di antaranya 34 orang perempuan, yang dibawa oleh pemerintah Hindia Belanda dari pulau Jawa.
Kampung Jawa pada Chicago World's Fair (Sumber Foto : https://hhsapush.wikispaces.com/file/view/java_village_2.jpg)
ADVERTISEMENT
Kampung tersebut mempertontonkan kehidupan sehari-hari penduduknya persis sesuai daerah asalnya di Kabupaten Preanger, Jawa Barat. Rumah-rumah dibangun dari bahan bambu dan atap jerami. Suasana kampung diatur sesuai realita aslinya. Terdapat gardoe (pos ronda) yang dilengkapi kohkol (kentungan) untuk memanggil masa ketika ada keadaan bahaya mengancam keamanan desa.
Tidak jauh dari gardoe, terdapat dua leuits (tempat penyimpanan padi) dilengkapi lesung kayu yang digunakan untuk menumbuk padi. Bangunan berikutnya adalah rumah seorang perempuan yang pekerjaanya menenun kain setiap hari dengan perkakas tenun yang sangat sederhana.
Dalam “Kampung Jawa” tersebut terdapat 43 bangunan yang terdiri dari berbagai elemen yang menunjukkan detail kehidupan sehari-hari penduduknya. Selain gardoe, leuits, tentunya terdapat rumah-rumah penduduk dengan berbagai aktivitas penghuninya seperti membuat pedang, keris, suling bambu, dan menenun batik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penduduk “Kampung Jawa” juga membuat berbagai kerajinan tangan seperti toedoengs (songkok pak tani), terompah, keranjang, aneka topeng, dan sejumlah hasil kerajinan lainnya yang dijual kepada para pengunjung. Di dalam “Kampung Jawa” juga terdapat warung yang menjual teh dan kopi asli Jawa yang ditumbuk langsung di tempat oleh si penjual.
Penduduk Kampung Jawa selesai pertunjukan tari (sumber foto: https://claraberkelana.files.wordpress.com)
Salah satu bangunan yang paling menarik dalam komplek kampung tersebut adalah kediaman Radhen Adnin Soekmadilaga yang dijelaskan sebagai seorang pangeran asli Jawa. Bangunan itu adalah satu-satunya bangunan yang dihiasi dengan kaligrafi di pintu masuknya. Disampingnya, terdapat sebuah bangunan besar yang berfungsi sebagai gedung pertunjukan seni musik gamelan, wayang, dan tari-tarian.
ADVERTISEMENT
Selama pameran berlangsung penduduk perempuan selalu mengenakan pakaian dan kain warna-warna terang yang mereka buat sendiri. Kombinasi rok panjang dan atasan kebaya yang dilengkapi dengan selendang dan ikatan rambut ke bagian belakang (konde) menjadi penampilan keseharian mereka. Sementara kaum laki-laki selalu memakai atasan baju daerah jawa dengan tutup kepala khas mirip blangkon.
sumber foto : https://cdn.shopify.com
Sebutan lain dari “Kampung Jawa” dalam pameran tersebut adalah South Seas Island yang dijelaskan sebagai sebuah kumpulan pulau yang terletak di antara Vietnam dan benua Australia. Bagi pengujung yang masuk ke “Kampung Jawa” dikenakan tarif sebesar 25 cents.
Pengunjung Field Museum mencoba Gamelan Digital (sumber: https://static1.squarespace.com/static)
Jejak kehadiran “Kampung Jawa” dalam Chicago World’s Fair 1893 kini masih tersimpan dengan baik di salah satu museum terbesar dunia yang berada di kota Chicago yaitu Field Museum of Natural History. Di museum ini, sejumlah foto dan barang-barang lain seperti topeng dan gamelan jawa yang pada waktu itu digunakan dalam pameran masih terawat dengan baik. Bahkan aransemen musik gamelan jawa didokumentasikan dalam bentuk gamelan digital yang dapat dinikmati pengunjung museum.
ADVERTISEMENT