Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Aku, Islam, dan Patriarki
11 Desember 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Muhamad Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun terakhir islam seringkali dianggap sebagai agama yang patriarki terhadap kaum perempuan hal tersebut tentunya mempunyai alasan tertentu yang menimbulkan sebagian masyarakat memiliki berbagai pandangan. Dalam sistem agama islam yang terlalu didominasi oleh kaum laki-laki sehingga memicu persepsi bagi kaum perempuan sehingga pandangan ini muncul, baik dari interpretasi budaya yang bias maupun kesalahpahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Namun, jika kita menelusuri sumber-sumber utama Islam, yaitu Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW, akan terlihat bahwa Islam justru memberikan penghormatan yang tinggi kepada perempuan dan menegakkan prinsip kesetaraan gender yang adil.
ADVERTISEMENT
Menurut KBBI kata “Patriarki” perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu. sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku patriarki merupakan suatu tindakan penindasan bagi kaum perempuan sehingga aktivitas yang dapat dilakukan oleh perempuan dirasa mendapatkan batasan dan tidak luas serta dianggap bahwa perempuan adalah kaum yang lemah. Fenomena budaya patriarki seringkali ditemukan dalam beberapa negara, dalam hal ini Indonesia juga seringkali terdapat budaya patriarki yang cukup kental dalam budaya di Indonesia. Namun, adanya tindakan patriarki tidak dibenarkan dalam setiap agama dikarenakan setiap makhluk mempunyai porsi dan hak nya masing-masing.
Pandangan Islam Terhadap Kesetaraan Gender
Islam secara tegas melarang segala tindakan yang memiliki dampak mudharat dalam segala aspek kehidupan pada sistem agamanya, dalam hal kesetaraan gender tentunya pada sudut pandang islam tentu perempuan juga memiliki akses dalam segala dimensi kehidupan karena dalam sudut pandang islam setiap manusia berasal dari tempat yang sama yaitu “Adam dan Hawa” hal tersebut dapat dilihat dalam surat An-Nisa ayat 1
ADVERTISEMENT
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءًۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا ١
Artinya : “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (Q.S An-Nisa ayat 1)”
Berdasarkan surat An-Nisa ayat 1 memiliki makna bahwa setiap manusia berasal dari tempat yang sama yaitu Adam dan Hawa. Tidak ada superioritas laki-laki diatas perempuan, dalam konteks ini patriarki sebagai sistem yang meletakkan superioritas laki-laki atas perempuan tidak mendapat pembenaran dalam Islam. Jika dilihat dari arti nama surat pada An-Nisa memiliki makna “Perempuan” jika telaah kembali perempuan dalam islam memiliki posisi yang mulia dalam islam maupun di Al-Qur’an. Bahkan nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan dalam satu hadisnya kepada salah satu sahabat yang bertanya tentang siapa yang harus kita hormati di dunia, dan nabi Muhammad SAW memberikan jawaban “Ibumu, Ibumu, Ibumu, kemudian Bapakmu”
ADVERTISEMENT
يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَ بَ
Artinya : “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya.” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan)”
Berdasarkan riwayat hadits nabi yang menyebutkan kata “Ibu” sebanyak tiga kali hal tersebut membuktikan bahwa begitu mulia kedudukan perempuan dalam islam, dalam hal ini sosok Ibu yang memberikan kehidupan kepada para anak-anaknya. Jika ditelaah kembali dalam kritik islam terhadap patriarki tentu sebaliknya, justru dalam islam sosok perempuan hadir sebagai kesempurnaan dari hadirnya laki-laki di dunia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sejarah dalam perjalanan islam, tentu perempuan juga memiliki peran dalam sosial dan politik, hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran sosok Aisyah Binti Abu Bakar yaitu istri dari nabi Muhammad SAW. Sosok Aisyah sangat dihormati dalam islam, bukan karena sebagai istri nabi melainkan Aisyah merupakan salah satu periwayat hadits terbanyak dan penasihat politik yang dihormati pada masanya. Meskipun islam tidak pernah mengajarkan kebencian atau persepsi merendahkan perempuan, namun tetap muncul persepsi tersebut dari sebagian masyarakat yang menganggap bahwa islam adalah identik dengan kegiatan patriarki. Sebagian besar praktik patriarki yang sering dikaitkan dengan Islam sebenarnya berasal dari interpretasi budaya atau adat-istiadat lokal, bukan dari ajaran Islam itu sendiri. Islam hadir di berbagai belahan dunia dengan latar belakang budaya yang beragam, dan sering kali ajaran Islam bercampur dengan tradisi lokal. Hal ini menyebabkan munculnya pemahaman yang salah kaprah, di mana diskriminasi terhadap perempuan dianggap sebagai bagian dari ajaran agama. Contoh nyata dapat ditemukan dalam pemahaman tentang peran domestik perempuan. Banyak yang mengutip Surah An-Nisa ayat 34 untuk membenarkan superioritas laki-laki. Ayat tersebut berbunyi:
ADVERTISEMENT
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُۗ وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya : “Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka mentaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S An-Nisa ayat 34)”
ADVERTISEMENT
Ayat ini sering disalahpahami sebagai legitimasi bagi laki-laki untuk menindas perempuan. Namun, jika dipahami secara mendalam dalam konteks tafsir dan prinsip Islam yang lebih luas, posisi laki-laki sebagai pemimpin adalah tanggung jawab besar yang diemban untuk melindungi, mendukung, dan menjaga perempuan, bukan untuk menindas mereka. Dalam konteks ayat ini laki-laki sebagai pemimpin mengandung arti pemimpin atau pelindung. Para ulama tafsir, seperti Imam Al-Qurthubi dan Ibnu Katsir, menjelaskan bahwa istilah ini bukan menunjukkan superioritas, melainkan tanggung jawab laki-laki untuk menjaga kesejahteraan perempuan dalam keluarga, baik secara fisik, emosional, maupun material. "Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain." Kalimat ini sering disalah artikan sebagai pernyataan superioritas laki-laki atas perempuan. Padahal, maksudnya adalah pengakuan terhadap perbedaan biologis yang menjadikan laki-laki umumnya memiliki kekuatan fisik lebih besar untuk melindungi. Perbedaan ini bukan untuk menentukan nilai atau martabat, melainkan pembagian peran berdasarkan kemampuan yang berbeda. "Dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." Dalam Islam, laki-laki diwajibkan untuk menafkahi keluarga. Peran ini mencerminkan tanggung jawab besar yang harus dipenuhi oleh laki-laki, termasuk memastikan kebutuhan dasar perempuan terpenuhi tanpa mengharapkan imbalan materi. Maka mengenai hal ini cukup jelas, bahwa laki-laki sebagai pemimpin bukanlah penguasa absolut atas perempuan. Posisi ini lebih menyerupai amanah yang harus dijalankan dengan adil dan bijaksana. Berikut beberapa poin yang menegaskan bahwa pemimpin dalam hal ini adalah tanggung jawab, bukan hak untuk menindas. Surah An-Nisa ayat 34 menunjukkan bahwa laki-laki diberi tanggung jawab besar sebagai pemimpin untuk melindungi, menafkahi, dan menjaga kesejahteraan perempuan. Posisi ini bukanlah bentuk superioritas, melainkan amanah yang harus dijalankan dengan keadilan dan kasih sayang. Kesalahpahaman terhadap ayat ini sering kali muncul dari interpretasi yang tidak kontekstual atau penerapan budaya yang menyimpang dari ajaran Islam. Dengan memahami ayat ini secara mendalam, kita dapat menguatkan prinsip keadilan gender dalam Islam dan menunjukkan bahwa Islam mengajarkan hubungan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan berdasarkan cinta, tanggung jawab, dan saling menghormati.
ADVERTISEMENT
Bahkan islam menolak kekerasan terhadap perempuan. Patriarki seringkali identik dengan kekerasan terhadap perempuan, baik secara fisik maupun psikologis. Islam dengan tegas melarang tindakan semacam itu. Nabi Muhammad SAW bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
Artinya : “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik pada keluarganya. Aku sendiri adalah orang yang paling baik pada keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hadits ini menunjukkan bahwa laki-laki diukur kebagusannya dari bagaimana mereka memperlakukan perempuan. Kekerasan, baik dalam bentuk apapun, bertentangan dengan ajaran Islam.
Kesimpulan
Dalam konteks kehidupan modern, penting untuk membedakan antara ajaran Islam yang sejati dan interpretasi budaya yang patriarkal. Perempuan Muslim di berbagai belahan dunia telah menunjukkan bahwa mereka dapat menjadi pemimpin, ilmuwan, pendidik, dan profesional yang sukses tanpa kehilangan identitas keislaman mereka. Contoh ini menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi perempuan, tetapi justru mendorong mereka untuk berkontribusi secara aktif dalam masyarakat. Berdasarkan sumber-sumber utama Islam, dapat disimpulkan bahwa Islam bukanlah agama yang patriarkal. Islam menegakkan prinsip keadilan dan kesetaraan gender, menghormati peran perempuan, serta menolak segala bentuk penindasan dan diskriminasi. Kesalahpahaman tentang Islam sebagai agama patriarki sering kali berasal dari bias budaya atau interpretasi yang tidak tepat terhadap teks-teks agama. Sebagai Muslim, penting untuk mengedepankan pemahaman yang benar dan mendalam terhadap ajaran Islam, sehingga prinsip-prinsip kesetaraan gender yang diajarkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Islam sejati adalah ajaran yang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang jenis kelamin.
ADVERTISEMENT
Referensi Utama :
Muhammad Firdaus, (2024) Analisis Kesetaraan Dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 1 Dan 34 Pada Penafsiran Al-Ṭabarī Dan Al-Rāzī. Masters thesis, UIN Ar-RaniryBanda Aceh.
Rahmania AZ, Nayla Septiara Rosandi, Ghania Azwa Fazila, Veda Maura Ananti (2023).Pandangan Agama di Indonesia Terhadap Budaya Patriarki dan Dampak Budaya Patriarki Terhadap Korban