Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 Ā© PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nonton Film Lokal di Bioskop Jadi 'Pop-Culture' Baru Masyarakat Indonesia
2 Desember 2024 12:54 WIB
Ā·
waktu baca 4 menitTulisan dari Darrell Octavianus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin terdengar aneh untuk kita yang menganggap memang seharusnya film lokal atau film Indonesia menjadi "Pop-Culture" bagi masyarakat Indonesia. Namun, kenyataan yang terjadi tidak demikian. Jika kita ulas kembali ke masa-masa dulu, film lokal hanyalah 'penghias dinding' bioskop saja. Mereka kalah pamor dengan masifnya film impor yang masuk ke Indonesia. Biasanya, ketika kita mengajak teman untuk nonton film Indoensia di bioskop, jawaban mereka selalu, "Ah bentar lagi juga tayang di TV.", " Sorry, gua ga nonton film Indonesia.". Padahal, banyak hal yang belum kita tahu tentang perjuangan orang-orang untuk menjaga eksistensi film lokal tetap berdiri tegak di rumahnya sendiri. Maka dari itu, untuk lebih menghargai film Indonesia, kita harus tahu dulu gimana sih sejarahnya film lokal atau Film Indonesia ini bisa berkiprah di bioskop Indonesia? Yuk ikutin lebih lanjut!
ADVERTISEMENT
Film lokal yang notabenenya adalah buatan sendiri, seharusnya dapat lebih bersinar di tanah airnya sendiri. Kendati demikian, berdasarkan sejarahnya di tahun 90-an, industri perfilman Indonesia mengalami penurunan minat penonton. Situasi perfilman nasional Indonesia pada saat itu sedang berada dalam kondisi terparah. Namun, pada tahun 1998, banyak pegiat film lokal yang merasa bahwa perfilman Indonesia masih bisa bangkit kembali di tengah gempuran pertelevisian swasta yang baru lahir. Berkat kerja keras para pegiat film dan dukungan dari pemerintah, tanggal 24 Oktober 1998, film lokal Indonesia yang sejak tahun 1990-an sudah tidak pernah diputar di bioskop (kecuali film Fatahillah), akhirnya kembali bermain di bioskop. Film itu berjudul "Kuldesak", disutradarai oleh Mira Lesmana, Nan Triveni Achnas, Riri Riza, dan Rizal Manthovani siap diputar di bioskop jaringan 21 (sekarang bernama Cinema XXI). Modal untuk film ini merupakan hasil patungan para sutradaranya. Pemain dan kru bersedia tidak dibayar, peralatan pinjaman gratis, dan biaya produksinya merupakan sumbangan dari lembaga subsidi film Belanda dan perusahaan televisi "RCTI". Ini merupakan awal kebangkitan film lokal Indonesia.
ADVERTISEMENT
Film lokal mencapai kejayaan pertamanya pada tahun 2000 lewat filmĀ "Petualangan Sherina". Film musikal keluarga ini yang membuat industri film menggeliat kembali. Petualangan Sherina berhasil menarik sekitar 1,6 juta penonton ke bioskop, jumlah yang sangat besar pada saat itu, karena film anak-anak Disney paling laris di tahun itu hanya mencapai 250 ribu penonton. Sampai pada tahun 2019, industri perfilman nasional telah bertumbuh pesat dan merupakan rekor tertinggi dalam sejarah film nasional. Di tahun 2019, 53 juta tiket film lokal terjual lewat seluruh bioskop-bioskop yang semakin menyebar luas di Indonesia dan untuk pertama kalinya dalam sejarah terdapat 15 film nasional yang ditonton lebih dari 1 juta penonton.
Masa kekelaman itu kembali datang. Tahun 2020, industri perfilman Indonesia runtuh akibat Pandemi COVID-19. Semua orang dilarang untuk pergi meninggalkan rumah, bahkan seluruh kota di Indonesia seperti kota mati. Waktu cepat berlalu, pandemi mulai dapat teratasi. Pelan-pelan, bioskop sudah bisa beroperasi dengan film-film yang ditayangkan ulang dan mulai banyak rumah produksi yang membuat film baru. Tapi, ada permasalahan baru yang muncul akibat pandemi tersebut, yaitu berkembangnya platform streaming berbayar (OTT) yang membuat orang terbiasa untuk menonton film di rumah daripada harus ke bioskop. Ditambah banyak situs film bajakan yang memudahkan orang untuk menonton tanpa membayar.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, pandemi juga membawa keberuntungan untuk industri perfilman Indonesia. Lewat thread yang viral di twitter tentang "KKN Di Desa Penari", rumah produksi MD Pictures memanfaatkan momen tersebut untuk mengangkat thread tersebut menjadi film layar lebar sekaligus menjadi pengobat rindu masyarakat Indonesia untuk menonton di bioskop. Benar saja, film "KKN Di Desa Penari" mampu mengembalikan minat menonton di bioskop masyarakat Indonesia karena film tersebut berhasil meraih total 10.061.033 penonton. Pencapaian tersebut juga merupakan jumlah penonton tertinggi film Indonesia.
Momen itu terus terjaga hingga saat ini karena perkembangan penonton bioskop di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data menyebutkan bahwa jumlah penonton film Indonesia mencapai 60,1 juta, yang merupakan angka tertinggi sejak 1926 dan melampaui pencapaian tertingginya pada tahun 2019. Jumlah penonton bioskop Cinema XXI (jaringan 21) meningkat 26,2% di semester I tahun 2024. Di tahun ini, banyak film Indonesia yang berhasil tembus 1 juta penonton, di antaranya Agak Laen, Pemandi Jenazah, Ancika: Dia yang Bersamaku 1995, Kereta Berdarah, Badarawuhi Di Desa Penari, Siksa Kubur dan masih banyak lagi film-film lokal yang melebihi angka tersebut sejak tahun 2021 dan sekarang 1 juta penonton merupakan hal yang sudah biasa didapatkan oleh film-film Indonesia. Inilah yang menandakan bahwa perfilman Indonesia terus berkembang dan akan terus berjaya.
ADVERTISEMENT
Melalui fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa film Indonesia sudah menjadi primadona di negaranya sendiri sampai saat ini. Bahkan sampai muncul kata-kata "Nggak lokal, nggak keren!". Momen ini yang harus terus dijaga seluruh penggerak industri perfilman Indonesia, baik dari rumah produksi, seluruh perangkat film, bioskop, bahkan penonton yang mendukung penuh hasil kerja keras pada pegiat film tersebut. Indonesia sudah memiliki pasarnya sendiri untuk film-filmnya.