Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Membangkitkan Kembali Hewan yang Telah Punah
21 Desember 2020 15:43 WIB
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang terlintas di pikiran ketika mendengar kata 'hewan punah'? Bisa saja mammoth berbulu dan harimau bertaring tajam dari Zaman Es. Dinosaurus yang menguasai dunia sebelum jatuhnya meteor raksasa di bumi juga menghiasi imajinasi manusia modern.
ADVERTISEMENT
Berkat perkembangan tekini dalam ilmu bioteknologi, hal-hal fiksi ilmiah akan segera menjadi kenyataan melalui proses menakjubkan yang disebut 'penghilangan kepunahan' atau 'de-extinction'. Melansir dari Science Abc, berikut penjelasannya mengenai eksperimen dalam membangkitkan kembali hewan yang telah punah.
Apa itu ‘penghilangan kepunahan’ atau 'de-extinction'?
Berdasarkan pedoman The International Union for the Conservation of Nature (IUCN), penghilangan kepunahan adalah kegiatan menggenerasi proksi spesies punah yang secara fungsional setara dengan spesies tersebut.
Kendati demikian, de-extinction bukan merupakan replika yang sebenarnya. Sederhananya, penghilangan kepunahan seperti menekan 'ctrl-Z' atau tombol urungkan untuk hewan punah, meskipun hewan yang dibangkitkan bukanlah salinan persisnya. Menurut para ilmuwan, terdapat tiga teknik utama pada percobaan de-extinction:
ADVERTISEMENT
Perkembangbiakan punggung: Spesies yang ada di mana memiliki sifat serupa dengan spesies yang punah dapat diidentifikasi dan dibiakkan secara selektif untuk menghasilkan keturunan yang lebih mirip dengan spesies punah.
Misalnya, auroch yang telah punah merupakan nenek moyang dari semua sapi modern. Hewan kemudian dibawa untuk dilakukan uji yang disebut ‘Program Tauros’. Dengan membiakkan sapi yang sudah ada dan sangat mirip dengan auroch secara genetik, para ilmuwan berharap untuk mendapatkan hewan yang serupa dengan auroch liar asli Eropa.
Kloning: Klon hewan punah dibuat dengan mengekstraksi nukleus, di mana berisi DNA dari selnya yang telah diawetkan. DNA ini kemudian dimasukkan ke dalam sel telur yang diperoleh dari kerabat terdekat hewan tersebut. Sel telur menyelesaikan perkembangannya di dalam rahim betina pengganti. Hasil keturunannya akan menjadi salinan genetik yang identik dari spesies punah.
ADVERTISEMENT
Metode ini hanya diterapkan pada hewan yang berada di ambang kepunahan atau baru saja punah. Hal itu disebabkan karena kloning memerlukan telur yang diawetkan dengan baik bersama inti yang utuh.
Teknik kloning digunakan pada tahun 2003 untuk mengembalikan seekor kambing liar yang dikenal sebagai bucardo (Pyrenean ibex). Bucardo hanya bertahan selama 10 menit disebabkan oleh lobus ekstra yang besar dan padat di salah satu paru-parunya sehingga hewan tidak dapat bernapas.
Rekayasa genetika: Teknik ini adalah yang terbaru berkat kemajuan teknologi modern. Metode yang digunakan dengan memasukkan gen yang dipilih dari hewan punah menggantikan hewan yang ada pada kerabat terdekatnya yang masih hidup.
ADVERTISEMENT
Proyek Harvard Woolly Mammoth Revival sedang bekerja untuk mengidentifikasi gen penting yang diperlukan untuk beradaptasi dengan iklim tundra dan dingin. Harapan dari percobaan ini bukanlah salinan identik dengan mammoth, melainkan gajah hibrida yang dimodifikasi secara genetik agar menyerupai mammoth.
Mengapa hal ini dilakukan?
Pada tahun 2016, ahli ekologi dari University of South Carolina Beaufort menerbitkan pedoman untuk memutuskan spesies mana yang harus dihidupkan kembali untuk memberikan dampak terbaik bagi ekosistem bumi. Spesies yang dipilih adalah yang telah punah baru-baru ini. Selain itu, spesies harus unik secara ekologis, dan dapat dihidupkan kembali dengan jumlah individu yang melimpah.
Spesies yang memenuhi ketiga kriteria tersebut adalah kelelawar pipistrelle Pulau Natal (Pipistrellus murrayi), kura-kura raksasa Reunion (Cylindraspis indica) dan tikus sarang tongkat kecil (Leporillus apicalis). Tetapi, belum ada program yang ingin mewujudkan gagasan ini.
ADVERTISEMENT
De-extinction adalah kesempatan emas untuk memperbaiki kesalahan masa lalu manusia yang mungkin gagal melindungi spesies punah. Manusia bertanggung jawab atas kepunahan berbagai macam hewan karena perburuan, polusi, dan perusakan habitat.
Misalnya, harimau Tasmania yang merupakan marsupial karnivora asli Tasmania, New Guinea, dan Australia, dilaporkan telah punah pada tahun 1936. Kepunahan disebabkan oleh dampak hilangnya habitat, kurangnya mangsa, dan perburuan. Pyrenean ibex (bucardo) adalah kambing gunung Eropa yang menikmati kedamaian ribuan tahun sebelum para pemburu tiba. Spesies terakhir kali teramati pada tahun 1999.
(Baca juga: 6 Hewan yang Selamat dari Ambang Kepunahan )
Pihak yang kontra terhadap program de-extinction berpendapat bahwa gagasan itu diartikan sebagai bermain dengan Tuhan. Para penentang meyakinkan bahwa hewan yang dibangktikan kembali tidak akan pernah membalikkan kerusakan ekologis yang disebabkan oleh manusia.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, pendukung de-extinction terus mempromosikannya sebagai solusi untuk peristiwa kepunahan massal yang sedang berlangsung di planet ini. Phil Seddon yang membantu merumuskan pedoman IUCN, membujuk manusia harus melindungi hewan yang masih hidup terlebih dahulu.
Meskipun telah menjadi topik hangat untuk diperdebatkan, saat ini terdapat 7 proyek de-extinction di seluruh dunia, yaitu Aurochs (Bos taurus primigenius), quagga (Equus quagga quagga), kura-kura raksasa Pulau Floreana (Chelonoidis elephantopus), merpati penumpang, mammoth berbulu , ayam heath (Tympanuchus cupido) dan upaya untuk memulihkan spesies moa yang beragam (ordo Dinornithiformes).