Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dibalik Layar Thrifting: Menelisik Suara Hati Pedagang Pasar Cimol Gedebage
1 Juli 2024 13:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Deaninda Kirana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Boleh….Celananya…Celananya….5.000 saja…
Bajunya….Obral…10.000an saja….
Sebuah sahutan yang tak asing, bukan? Coba, kapan dan dimana lagi kita bisa mendapatkan harga pakaian ataupun fashion seharga es teh cekek selain di pasar thrifting atau yang dikenal dengan pasar barang bekas?
ADVERTISEMENT
Pasar barang bekas kini mulai digandrungi oleh berbagai kalangan, terutama Gen Z. Berburu barang bekas atau yang kini dikenal dengan Thrifting ini menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi para Gen Z, karena hanya di sana, mereka bisa mendapatkan fashion unik dan tidak pasaran dengan harga yang sangat terjangkau.
Thrifting merupakan kegiatan membeli produk bekas namun berkualitas dan layak pakai. Istilah ini berasal dari kata thrift dalam bahasa Inggris yang berarti hemat. Meski pada dasarnya thrifting berarti membeli barang-barang bekas, namun bukan berarti kualitas barang yang dijual sudah tidak bagus. Barang-barang yang dijual dalam thrift harus dalam kondisi dan kualitas yang baik.
Melalui kegiatan Thrifting ini pula, kita dapat memberikan bentuk kontribusi pada lingkungan, yaitu mengurangi limbah tekstil yang kini menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. Dikutip dari Fibre2Fashion, pada tahun 2020, sekitar 18,6 juta ton limbah tekstil dibuang di tempat pembuangan akhir. Melalui kegiatan Thrifting ini, Anda menerapkan slow fashion yang berarti menggunakan kembali tekstil yang masih layak digunakan dan masih terjamin kualitasnya sehingga dapat mengurangi volume limbah tekstil yang dihasilkan.
ADVERTISEMENT
Perkembangan kembali kegiatan jual-beli barang bekas ini didukung oleh digitalisasi yang semakin maju, dimana hal ini juga mempermudah proses jual-beli barang impor bekas yang kebanyakan masih layak pakai dan bisa dijual lagi. Namun, di sisi lainnya, digitalisasi ini sendiri juga mengancam keberadaan pasar barang bekas, karena peminat belanja offline semakin berkurang. Hal ini pun tentunya juga dirasakan oleh para pedagang Pasar Cimol Gedebage, salah satu pasar thrifting terbesar di Kota Bandung. Kini, berbelanja online juga tak kalah terjangkau dengan berbelanja barang bekas, bahkan Anda bisa mendapatkan barang baru, bukan lagi barang bekas. Tak sampai disitu, lebih jauh daripada itu, selain ancaman digitalisasi yang membuat konsumen kini lebih memilih belanja offline, para pedagang pasar thrifting kemarin juga sempat digemparkan dan dibuat cemas dengan usul pemerintah yang berencana menutup pasar thrifting, termasuk Pasar Cimol Gedebage. Hal ini dikarenakan, thrifting sendiri dianggap mengancam keberadaan industri tekstil di Indonesia. Tak hanya itu, pemerintah juga mengkhawatirkan persaingan UMKM yang terganggu akibat hadirnya pasar thrifting ini.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran Pemerintah
Bukan jadi rahasia, tahun lalu, persoalan pasar thrifting ini sempat menjadi pro-kontra panas yang ada antara pemerintah dan para pedagang pasar thrifting. Bahkan, Pasar Cimol Gedebage sempat ditutup selama beberapa waktu pada bulan Maret 2023 lalu. Selaras dengan penutupan tersebut, Kementerian Perdagangan melarang bisnis thrifting sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Larangan itu mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 mengenai Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa 'Barang Dilarang Impor berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas'.
Pemerintah memutuskan perubahan Undang-Undang ini karena pemerintah melihat potensi ancaman dari hadirnya pasar thrifting ini. Kehadiran pasar thrifting ini dianggap mengganggu jalannya industri tekstil lokal dan persaingan UMKM fashion lokal yang merasa terhantam dengan hadirnya toko baju impor bekas, seperti Pasar Cimol Gedebage Bandung, salah satunya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kekhawatiran pemerintah yang kemudian menghasilkan perubahan Undang-Undang ini di lain sisi menjadi ancaman besar bagi beberapa keluarga, terutama keluarga yang masih bergantung kehidupan pada kehadiran pasar thrifting sebagai sumber nafkah utama mereka.
Suara Hati Pedagang Pasar Cimol Gedebage
Walaupun sudah kembali beroperasi seperti biasa, tetapi para pedagang di Pasar Cimol Gedebage masih resah hal yang sama seperti Maret 2023 lalu akan terjadi lagi, yakni penutupan tanpa peringatan apapun. Selain itu, mereka juga mengaku beberapa bulan kebelakang, kini pelanggan yang datang sudah semakin berkurang ketimbang dahulu, yang menyebabkan penjualan mereka pun merosot, padahal harga yang mereka berikan masih stagnan dan sama, tidak ada kenaikan harga.
“Iya sih, beberapa bulan kebelakang ini, penjualan merosot, padahal harga nggak ada kenaikan,” ujar Yudi, salah satu pedagang di Pasar Cimol Gedebage.
ADVERTISEMENT
“Sejujurnya memang setelah COVID-19 itu karena ada gonjang-ganjing virus bawaan itu, penjualan makin berkurang. Karena hadirnya perbelanjaan online juga, jadi orang lebih memilih online daripada offline gitu,” curhat Rusdianto yang dikenal dengan Bang Yadi, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Cimol Gedebage.
Tak hanya perihal penjualan yang merosot, pedagang Pasar Cimol Gedebage juga mengeluhkan mengenai alasan perubahan Undang-Undang yang kemarin sempat membuat mereka terpaksa menutup kios selama beberapa waktu.
“Pemerintah khawatir perihal persaingan UMKM fashion lokal, padahal tidak juga. Yang sebenarnya mengancam itu impor barang baru dari China yang besar-besaran. Jadi, kalau gitu Pemerintah sebenarnya lindungi siapa,” tutur Yadi
Yadi juga mengatakan, bahwa banyak pedagang kecil yang menggantungkan kelangsungan hidup mereka pada Pasar Cimol.
ADVERTISEMENT
“Banyak juga, orang yang menggantungkan hidupnya ke Pasar Cimol ini. Pindahan dari Pasar Baru, ITC, semuanya kesini untuk batu loncatan,” tambah Yadi ketika membicarakan tentang populasi pedagang di Pasar Cimol.
Yadi, sebagai Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Cimol Gedebage hanya berharap Pemerintah bisa lebih memberikan bimbingan pada seluruh pedagang baju/barang bekas, karena mereka sebagai pedagang hanya bisa mengikuti Undang-Undang dan arahan pemerintah, maka hendaknya diberikan sosialisasi dan bimbingan terlebih dahulu terkait kebijakan barang bekas di Indonesia ini, karena selama ini, Menurut Yadi, pemerintah belum cukup membimbing para pedagang barang bekas.