Konten dari Pengguna

Indonesia Tidak Akui Nine-Dash Line China

Deco Anderson Valentino
Mahasiswa hukum dari Universitas Jambi
27 November 2024 9:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deco Anderson Valentino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sunset dari pulau Natuna Indonesia. https://pixabay.com/photos/sunset-pulau-laut-natuna-island-sun-5766421/
zoom-in-whitePerbesar
Sunset dari pulau Natuna Indonesia. https://pixabay.com/photos/sunset-pulau-laut-natuna-island-sun-5766421/
Ketegangan antara Indonesia dan China terkait klaim maritim di Laut Natuna kembali meningkat, terutama setelah pergerakan kapal-kapal penjaga pantai China yang terlihat aktif di wilayah tersebut. Laporan terbaru dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menunjukkan bahwa kapal-kapal China Coast Guard mulai beroperasi di Laut Natuna Utara sejak awal Oktober 2024, bertepatan dengan survei eksplorasi migas yang dilakukan oleh kapal Geo Coral berbendera Norwegia untuk perusahaan BUMN, Pertamina. Pada 19 Oktober 2024, kapal China Coast Guard 5402 dilaporkan mengganggu survei tersebut, menandai awal dari serangkaian insiden yang memicu kekhawatiran akan kedaulatan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada 20 Oktober 2024, Indonesia melantik Prabowo Subianto sebagai Presiden, dan hanya beberapa hari setelahnya, Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI Angkatan Laut merespons kehadiran kapal-kapal China di perairan tersebut. Pada 4 November, kapal China Coast Guard 542 meninggalkan Laut Natuna Utara, namun ketegangan kembali meningkat pada 11 November ketika kapal tersebut kembali memasuki wilayah yang diperebutkan.
Situasi ini menjadi semakin rumit setelah adanya joint statement antara Indonesia dan Republik Rakyat China (RRC) pada 9-10 November. Pernyataan bersama ini mencakup masalah 'klaim tumpang tindih' di bidang maritim, yang menciptakan kebingungan mengenai posisi kedua negara terhadap klaim masing-masing. IOJI menekankan bahwa Indonesia tidak memiliki klaim tumpang tindih dengan China dan menolak pengakuan atas 'nine-dash line' yang telah dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Analis senior IOJI, Imam Prakoso, mengemukakan bahwa kehadiran kapal-kapal China Coast Guard ini tampaknya berkaitan dengan situasi politik penting di Indonesia saat itu. Dia menegaskan bahwa gangguan dari kapal-kapal tersebut tidak hanya merupakan tindakan provokatif tetapi juga mencerminkan ketidakpastian dalam hubungan bilateral antara kedua negara. Grace Binowo, Senior Advisor IOJI, menambahkan bahwa seharusnya Indonesia tidak mengadakan joint statement dengan China, melainkan dengan negara-negara seperti Vietnam dan Malaysia yang memiliki klaim tumpang tindih di kawasan tersebut.
Sikap tegas pemerintah Indonesia dalam menghadapi situasi ini terlihat dari pernyataan Kementerian Luar Negeri yang menegaskan bahwa kerja sama maritim dengan China tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim 'nine-dash line'. Dalam konteks ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menggarisbawahi pentingnya menjaga kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia atas sumber daya maritim di Laut Natuna.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya untuk meredakan ketegangan, Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping telah melakukan komunikasi bilateral. Namun, hingga saat ini, belum ada kesepakatan konkret yang dicapai. Ketegangan di Laut Natuna mencerminkan tantangan lebih luas terkait hak berdaulat atas sumber daya maritim dan keamanan regional. Dengan menolak klaim 'nine-dash line' China, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk melindungi wilayahnya sesuai dengan hukum internasional. Upaya diplomatik serta peningkatan pengawasan di perairan Natuna akan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini ke depan.