Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kesempatan Dalam Kesempitan Bagi Investor Saham Ketika Resesi Ekonomi 2023
17 Oktober 2022 17:35 WIB
Tulisan dari Fadel Mohammad Khatami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Resesi diartikan sebagai kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya, atau menurunnya kegiatan dagang dan industri. Resesi merupakan fenomena ekonomi di mana terjadi penurunan yang signifikan dalam aktivitas ekonomi dalam waktu yang stagnan dan cukup lama, mulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Ini adalah keadaan yang menakutkan bagi seluruh negara di dunia karena akan mengakibatkan pelemahan aktivitas ekonomi secara agregat bagi suatu negara, mulai dari level makro hingga level mikro. Defisit anggaran, peningkatan utang negara, penurunan daya beli masyarakat, perusahaan bangkrut hingga peningkatan angka pengangguran akan terwujud jika resesi terjadi. Resesi disebabkan oleh beberapa hal seperti inflasi, deflasi, tingginya suku bunga, gelembung aset, dan guncangan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Mungkin bagi beberapa orang, istilah resesi adalah sesuatu yang baru, namun resesi bukanlah sebuah fenomena baru. Resesi ekonomi sudah beberapa kali terjadi, di antaranya adalah Depresi Hebat (Great Depression) pada tahun 1929-1939, krisis ekonomi tahun 1997-1998, krisis keuangan tahun 2007-2008, dan resesi akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Terbaru, lembaga keuangan global seperti Bank Dunia, IMF, hingga lembaga keuangan nasional seperti OJK telah memberikan prediksi tentang ancaman resesi yang akan melanda perekonomian dunia pada tahun 2023 dan memberitahukan negara-negara di dunia agar melakukan persiapan untuk menghadapinya.
Orang nomor satu di Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo telah mengatakan bahwa tahun depan akan gelap, resesi tidak diketahui akan sekuat apa dan tidak bisa dikalkulasi. Ini adalah pernyataan sekaligus himbauan kepada seluruh lembaga keuangan, perusahaan, rumah tangga, hingga individu masyarakat sebagai pelaku ekonomi agar bersiap-siap menghadapi krisis ekonomi yang akan terjadi. Jelas, ini adalah hal yang logis dan untuk dilakukan, persiapan sebelum menghadapi badai selalu diperlukan agar kita tidak terjatuh ke jurang krisis. Meskipun ada perbedaan pendapat apakah Indonesia sendiri akan terkena dampak dari resesi ekonomi atau tidak.
ADVERTISEMENT
Menghadapi resesi ekonomi ini, beberapa pihak terlihat seperti menyebarkan ketakutan terhadap krisis ekonomi yang akan terjadi, yang mana menurut penulis, ini sangat tidak diperlukan bahkan ini bisa merugikan. Kita bisa waspada, tetapi ketakutan berlebihan (excessive fear) terhadap resesi adalah hal yang tidak perlu. Rumor yang berlebihan terhadap potensi resesi ekonomi akan semakin menambah kekhawatiran para pelaku pasar terhadap kelesuan ekonomi. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif terhadap pasar keuangan global, di mana saat ini saja sudah banyak aset keuangan yang mengalami koreksi.
Salah satu sektor yang akan terdampak karena terjadi resesi ekonomi adalah pasar modal. Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
ADVERTISEMENT
Pasar saham adalah bagian dari pasar modal. Salah satu aspek yang mempengaruhi pasar saham adalah tren ekonomi. Sampai saat ini, kinerja pasar saham nasional tidaklah mengecewakan. Sepanjang tahun berjalan hingga 30 September 2022, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG masih berhasil mencatatkan kenaikan 6,9 persen pada level 7.041, meskipun secara bulanan pada September, indeks saham tanah air terkoreksi hingga 1,9 persen. Kinerja saham yang cukup baik ini dipengaruhi oleh masih kuatnya fundamental ekonomi nasional. Otoritas Jasa Keuangan mencatat, meski pasar terkoreksi secara bulanan di September 2022, investor asing masih membukukan arus masuk Rp3.055 triliun. Bahkan, sepanjang tahun berjalan hingga September investor asing membukukan net buy Rp69,47 triliun.
Jika dilihat kembali dampak resesi pada tahun 1997-1998, 2007-2008, dan 2020 terhadap pasar saham domestik, indeks pasar saham (IHSG) selalu terjun bebas pada level terendah di setiap resesi. Pada resesi 1997-1998, IHSG menyentuh level terendah yakni 256,83 atau turun 54,17 persen dari level tertingginya. Pada resesi 2007-2008, IHSG juga merosot ke level terendah yaitu 1.111,39 atau anjlok 60,37 persen dari level tertingginya. Kemudian, pada resesi tahun 2020, IHSG sempat menyentuh 3.937,63 (level tertinggi 6.325,41) dan pada akhir September 2020, IHSG tercatat pada 3.870,04 atau turun 29,35 persen jika dibandingkan akhir tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Melihat tren pasar saham pada saat resesi ini, banyak pihak yang memiliki perbedaan pendapat bagaimana investor saham bersikap ketika resesi yang akan terjadi. Ada yang berpendapat sebaiknya mengurangi investasi saham, rebalancing portofolio, ada juga yang menyarankan supaya mencairkan aset investasi menjadi uang tunai, mengikuti istilah cash is king pada saat resesi. Banyak investor bingung bagaimana mereka menyikapi resesi ekonomi yang akan terjadi.
Telah dijelaskan bahwa resesi memiliki dampak perlambatan ekonomi, termasuk pasar saham pada saat resesi terjadi selalu mengalami penurunan kinerja. Ini adalah sebuah kesempitan. Lantas, di mana letak kesempatan di dalam kesempitan tersebut?
Salah satu yang harus dilakukan seorang investor yang berinvestasi di saham adalah memilih perusahaan yang bagus di mana ia ingin menanamkan modalnya. Ini tetap dilakukan seorang investor kapan pun ia ingin berinvestasi saham, termasuk ketika resesi. Namun, pada saat resesi ada sebuah pembeda yang bisa menjadi sebuah kesempatan besar bagi seorang investor, yaitu harga saham. Harga saham ketika resesi akan jatuh dikarenakan ekonomi sedang terpuruk. Ketika orang lain berpikir bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berinvestasi, kita bisa memanfaatkan momentum penurunan atau “diskon” harga saham ini sebagai peluang emas karena menjadi sebuah kesempatan yang sempurna untuk membeli lebih banyak saham dengan harga lebih rendah. Jadi, kita dapat memperoleh saham berkualitas bagus dengan harga diskon, dan memanen keuntungan atau profit yang lebih tinggi ketika harga saham atau ekonomi pulih dan melambung nantinya. Inilah yang disebut kesempatan di dalam kesempitan bagi investor di tengah resesi ekonomi yang melanda.
ADVERTISEMENT
Kembali pada tahun 2008 saat terjadi krisis keuangan, Warren Buffett menulis sebuah opini untuk The New York Times. Di dalamnya, dia berkata: "Singkatnya, berita buruk adalah sahabat investor. Tapi, ini memungkinkan Anda membeli sepotong masa depan Amerika dengan harga yang diturunkan," ujar Warren Buffett.