Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
ChatGPT dan Matinya Kepakaran
20 Oktober 2023 17:50 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nanda Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dulu semasa masih tingkat dasar ketika dihadapkan oleh beberapa masalah yang tidak bisa dipecahkan membuat diri terdorong untuk menemui ahli, dalam bidang agama ada ustaz, di bidang ilmu pengetahuan ada guru, di dunia mistis ada paranormal.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu beberapa profesi di atas sudah kehilangan taringnya, karena dampak dari teknologi sehingga semua orang sudah bisa menjadi apa saja walaupun ia tidak punya ilmu yang memadai dalam hal itu.
Teknologi memang mampu membunuh beberapa profesi-profesi ahli, seperti salah satu yang di khawatirkan oleh Tom Nicholson dalam bukunya matinya kepakaran. Di era digital hari ini orang dengan mudah menyaksikan fenomena ini berulang berkali-kali di tengah lingkungan kita.
Di era digital yang terus berubah, teknologi komunikasi manusia-mesin telah mengalami perubahan yang sangat besar. Salah satu inovasi yang menonjol adalah Chat GPT (Generative Pre-trained Transformer), sebuah sistem kecerdasan buatan yang mampu menghasilkan teks yang sangat mirip dengan teks manusia. Artikel ini akan mengeksplorasi dampak GPT Chat terhadap konsep keahlian tradisional, mengidentifikasi perubahan paradigma yang terjadi di dunia pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Untuk memahami arti Obrolan GPT, penting untuk melihat kembali dan menelusuri evolusi konsep keahlian. Keahlian, dalam bentuknya yang paling tradisional, mencakup pengalaman dan pengetahuan luas dalam bidang tertentu. Namun seiring dengan munculnya teknologi baru, model ini mulai goyah.
Chat GPT merupakan hasil kemajuan di bidang kecerdasan buatan khususnya pemrosesan bahasa alami. Pada bagian ini, kami akan mengeksplorasi dan menjelaskan bagaimana model ini dapat menghasilkan teks yang mirip manusia dan mempelajari penerapan praktisnya di berbagai industri.
Pergeseran paradigma terbesar terjadi pada cara kita memandang keahlian. Obrolan GPT membuka pintu komunikasi dan pembelajaran tanpa batasan geografis atau keterampilan khusus. Para ahli dan pakar tidak lagi memonopoli pengetahuan. Kini, pengetahuan bisa diakses oleh siapa saja yang memiliki akses internet.
ADVERTISEMENT
Namun, manfaat ini juga mempunyai tantangan besar. Kepercayaan terhadap informasi yang dihasilkan oleh GPT Chat, etika penggunaan, dan keamanan data menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan secara serius. Tantangan-tantangan ini harus diatasi untuk memastikan penggunaan GPT Chat yang bertanggung jawab dan aman.
Dengan maraknya penggunaan GPT Chat tentunya akan berdampak pada aksesibilitas akses-akses utama seperti pendidikan, salah satunya dengan alat ini pendidikan akan kehilangan nilai, anggap saja apa yang dibutuhkan siswa akan mudah diakses di sini.
Selain itu, siswa juga dapat dengan mudah mendiskusikan interaksi dua arah dengan alat ini berbeda dengan area lokal, terkadang banyak siswa yang menyembunyikan pertanyaan karena malu.
Dalam hal industri sebut saja pada suatu aplikasi yang hampir tidak pernah alpa di akses yaitu YouTube, kita lihat banyak anak muda dengan lancarnya membedah buku buku yang berbobot berat bahkan ia sendiri tidak pernah membaca buku yang ia bedah di akun YouTube nya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, peluangnya tidak terbatas. Penggunaan GPT Chat dalam pendidikan, penelitian, bisnis, dan layanan pelanggan akan membuka jalan inovasi baru. Kreativitas dan keahlian manusia tetap penting, namun kini dapat diperkuat dan diperluas melalui teknologi.
Terakhir, GPT Chat adalah contoh nyata bagaimana teknologi dapat mendobrak batasan konvensional. Pergeseran paradigma dalam bidang keahlian menantang kita untuk mempertimbangkan kembali cara kita mendefinisikan dan berbagi pengetahuan. Dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang ini, manusia harus terus mengasah kreativitas dan etika, menjadikan teknologi sebagai alat untuk meningkatkan pemahaman kita tentang dunia, bukan menggantikannya.