Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nelayan Resah, Reklamasi Muara Angke Teluk Jakarta Tak Kunjung Usai
12 Juni 2022 13:50 WIB
Tulisan dari Dhea Putri Aryani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bagian Wilayah Jakarta yang Indah
Jakarta merupakan salah satu daerah yang dikenal padat penduduk dan menjadi salah satu daerah penyedia jasa industri besar. Banyak orang yang mengetahui bahwa di Jakarta hanya terdapat perumahan dan gedung-gedung tinggi, namun nyatanya juga terdapat daerah seperti muara angke yang merupakan tempat Pelabuhan kapal ikan atau nelayan di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Muara angke dikenal oleh orang Jakarta sebagai kampung nelayan, tempat pelelangan dan pelabuhan ikan. Selain itu, wilayah ini juga menyimpan potensi lain yaitu terdapat suaka margasatwa muara angke, dan kawasan hutan bakau yang luas dihuni oleh berbagai spesies burung. Muara angke merupakan bagian dari hutan bakau terakhir yang tersisa di provinsi DKI Jakarta. Namun, bagaimana kondisi muara angke saat ini?
Reklamasi Hancurkan Ekosistem Muara Angke
Adanya peraturan Pemerintah DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah No. 1 tahun 2012 bertekad untuk membangun tanggul laut raksasa (giant sea wall) di sepanjang pesisir Jakarta sebagai bagian dari proyek Jakarta Coastal Defence Strategy. Proyek ini dimulai gempar beberapa tahun kebelakang yang dikenal sebagai aktivitas reklamasi untuk pencegahan pemanasan global. Kegiatan reklamasi ini sudah dimulai dari adanya reklamasi ancol, reklamasi bandara, hingga reklamasi tanjung priok.
ADVERTISEMENT
Reklamasi muara angke dicanangkan oleh pemerintah pusat sejak dahulu, namun terlaksana setelah beberapa tahun kemudian. Aktivitas ini memberikan dampak yang besar untuk lingkungan maupun manusia disekitarnya. Reklamasi ini dilakukan di beberapa pulau yang mana sempat adanya isu pemberhentian proyek ini namun hanya wacana dan tetap dilanjutkan. Hal tersebut membuat adanya kegagalan dalam tata kelola sumber daya alam (SDA) dari berbagai sisi.
Pertama, kegagalan tata kelola SDA secara ekologis. Dampak ekologis yang dirasakan yaitu utamanya bagi makhluk hidup laut dan lingkungan sekitarnya. Wacana pembuatan pulau buatan ini membuat pasir yang dibawa ke pesisir muara terbawa arus hinggga air menjadi keruh tercemari limbah dan udara menjadi tidak sehat. Selain itu, reklamasi ini berdampak pada penggusuran pemukiman warga sehingga menimbulkan kerusakan sumberdaya pada ekosistem.
ADVERTISEMENT
Kedua, kegagalan tata kelola SDA secara sosial-ekonomi. Lokasi dilakukannya reklamasi oleh pemerintah merupakan area produktif nelayan dalam mencari ikan. Namun setelah proyek dilakukan membuat ikan dan juga keanekaragaman hayati di dalamnya hilang. Hal tersebut membuat nelayan menjadi resah karena sumber mata pencahariannya terancam dan pendapatannya menurun drastis. Kemudian pada akhirnya menimbulkan adanya konflik antara masyarakat dan pemerintah. Wilayah proyek reklamasi membuat area disekitarnya menjadi keruh sehingga nelayan sulit mencari ikan karena jalur lain yang terlalu dangkal dilewati perahu.
Ketiga, kegagalan tata kelola SDA secara politik. Tujuan utama dari reklamasi ini sebenarnya memang untuk memberikan perhatian kepada masyarakat akan dampak yang dirasakan dari pemanasan global. Akan tetapi kebijakan pemerintah ini membuat rakyat sengsara karena harus merampas sumber mata pencaharian mereka dan pemukiman mereka terpaksa digusur dari wilayah tersebut. Pemerintah seakan paling berkuasa dalam mengakui sumber daya alam yang ada, sehingga menjadi pengatur tidak berempati pada makhluk hidup didalamnya.
ADVERTISEMENT
Wajah Dibalik Reklamasi Muara Angke
Masyarakat sebagai penghuni muara angke dan menyerahkan kehidupannya pada laut merasa sangat dirugikan dengan adanya reklamasi. Pengelolaan yang dilakukan masyarakat sebelum adanya reklamasi sudah sangat baik karena mereka menjaga laut sehingga bisa dimanfaatkan sampai keturunannya nanti. Masyarakat marah bukan karena merasa muara angke ini miliknya, tetapi hanya mencari keadilan dari upaya pengelolaan yang telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh masyarakat dihancurkan begitu saja.
Pemerintah sebagai pelaku utama dari proyek reklamasi ini terus mencanangkan proyek sebagai upaya tata kelola sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah dalam keputusannya untuk mereklamasi berbagai wilayah pasti ada tujuannya, salah satunya reklamasi muara angke untuk mencegah pemanasan global. Namun perlu ditilik lebih jauh dari pandangan masyarakat dan dampak yang akan didapatkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar muara angke.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa tahun muara angke direklamasi, belum ada keputusan lebih lanjut dari pemerintah sebagai pemilik wewenang. Pemerintah harus dapat mengevaluasi dan mencabut berbagai regulasi di bawah kewenangan Pemerintah provinsi DKI yang melanggengkan proyek reklamasi. Keadilan bagi masyarakat perlu ditegakkan untuk perlindungan masyarakat nelayan dan pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan.
Hentikan Reklamasi, Lakukan Pengelolaan SDA yang Optimal
Dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang optimal diperlukan tindakan kolaborasi dari para aktor yaitu masyarakat dan pemerintah. Adanya Revisi UU No. 7/2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam (Pemerintah), seharusnya membuat pemerintah mempertimbangkan hal tersebut saat akan melakukan reklamasi.
Dengan Pengelolaan SDA yang optimal dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pengelolaan SDA perlu optimal dengan mengedepankan prinsip efisien, transparan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan berkeadilan yang berasaskan keberpihakan dan kepentingan bangsa dan keseimbangan (kesatuan ekonomi) (Summa, 2020). Hal tersebut dapat direalisasikan dengan melakukan pemanfaatan kekayaan sumber daya alam secara maksimal, penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, peningkatan sistem dan kapasitas pengelolaan dan operasional, serta tidak melakukan eksploitasi SDA.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Summa. (2020). PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM. [MAKALAH]. Diakses pada 11 Juni 2022. 1-17.