Konten dari Pengguna

Mengenal Prinsip Muamalah Islam

Dheni Ramadhan
Mahasiswa Program S-1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15 Juni 2022 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dheni Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi kegiatan bermuamalah. Photo by Karolina Grabowska from Pexels
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi kegiatan bermuamalah. Photo by Karolina Grabowska from Pexels
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang perekonomian dunia saat ini, sulit rasanya untuk menemukan standar etika bisnis yang satu. Kesulitan tersebut terletak pada tidak adanya kesamaan pandangan yang universal terhadap etika bisnis itu sendiri. Segala yang dianggap etis di Indonesia belum tentu etis dan dapat diterima serta diartikan sama pada lingkungan masyarakat lain, misalnya Amerika Serikat atau negara-negara di Eropa.
ADVERTISEMENT
Andaikan saja para ekonom sedikit melirik kepada etika bisnis yang ada dalam ajaran Islam dan tidak berpandangan subyektif, ada nilai-nilai universal yang sebenarnya dijunjung tinggi oleh manusia madani yang beradab. Di dalam aktivitas bermuamalah secara Islami, ada prinsip-prinsip etika yang harus dijunjung tinggi oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi. Prinsip-prinsip tersebut, tidak hanya dijunjung tinggi oleh manusia yang mengandung nilai-nilai universal, tapi juga bersumber dari wahyu.
Pada sejarah awal terciptanya, cakupan muamalah di dalam fikih meliputi permasalahan yang terjadi di dalam keluarga, seperti perkawinan dan perceraian. Namun, setelah terjadi disintegrasi di dunia Islam, khususnya di zaman Utsmani (Turki Ottoman), mulailah terjadi perkembangan fikih. Cakupan atas bidang muamalah dipersempit, sehingga kemudian masalah yang berhubungan dengan hukum keluarga tidak lagi masuk ke dalam pengertian muamalah. Hukum keluarga dan segala yang terkait dengannya tersebut menjadi disebut al-ahwal al-syakhshiyah (masalah pribadi).
ADVERTISEMENT
Dan pada akhirnya muamalah dikenal sebagai hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dengan sesamanya yang menyangkut perihal harta dan hak serta penyelesaian masalah di antara mereka. Definisi ini memberikan gambaran bahwa muamalah hanya mengatur permasalahan hak dan harta yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan badan hukum, atau antara badan hukum dengan badan hukum yang lain.
Masuk ke dalam pembahasan prinsip muamalah, sebelumnya telah dijelaskan bahwa muamalah merupakan cakupan dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih di dalam suatu transaksi. Dari pengertian ini ada dua hal yang menjadi ruang lingkup dari muamalah. Pertama, yaitu bagaimana sebuah transaksi itu dilakukan. Cakupan ini menyangkut pada aspek etika (adabiyah) suatu transaksi, seperti tidak adanya keterpaksaan dalam transaksi dari salah satu pihak, ijab kabul, adanya hak dan kewajiban masing-masing, saling meridai, kejujuran, atau mungkin ada penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang berkaitan dengan peredaran aliran harta dalam kehidupan masyarakat. Kemudian yang kedua, apa bentuk transaksi tersebut. Ini menyangkut seputar materi (madiyah) transaksi yang dilakukan, seperti transaksi jual beli, jaminan dan tanggungan, pemindah alihan utang, gadai dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan apa yang ada pada ruang lingkup di atas, maka prinsip-prinsip muamalah berada pada ranah etika (adabiyah), yaitu bagaimana transaksi itu dilakukan. Prinsip tersebut pada dasarnya bertujuan agar pada setiap proses transaksi tidak menimbulkan kerugian baik salah satu pihak atau kedua belah pihak, atau mungkin hanya menguntungkan salah satu pihak saja.
Prinsip-prinsip tersebut, antara lain, sebagai berikut. Pertama, setiap proses transaksi pada dasarnya mengikat pihak-pihak yang melakukan transaksi itu sendiri, kecuali transaksi itu ternyata terbukti melanggar ketentuan syariat. Prinsip ini sesuai dengan maksud ayat surat al-Maidah : 1 dan surat al-Isra : 34, yang di dalamnya memerintahkan orang-orang mukmin agar memenuhi akad atau janjinya apabila mereka melakukan perjanjian dalam suatu transaksi.
ADVERTISEMENT
Kedua, proses transaksi dilakukan secara suka rela, yaitu tanpa ada paksaan atau intimidasi dari pihak manapun.
Ketiga, pembuat hukum mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik, sehingga segala bentuk penipuan, kecurangan, dan penyelewengan dapat dihindari. Bagi pihak yang ditipu atau dicurigai maka akan diberi hak khiar (kebebasan untuk memilih apakah tetap melangsungkan atau membatalkan transaksi tersebut.
Keempat, setiap butir pererjanjian dalam transaksi itu dirancang serta dilakukan oleh kedua belah pihak secara bebas dan penuh tanggung jawab, selama tidak bertentangan dengan peraturan syariat dan adab sopan santun.
Kelima, penentuan hak yang muncul dari suatu transaksi diberikan oleh syara pada urf (adat) untuk menentukan kriteria dan batasannya. Artinya, peranan urf (adat/kebiasaan) dalam bidang transaksi sangat menentukan selama syara tidak menentukan yang lain. Oleh karena itu, ada juga yang mengartikan muamalah sebagai bentuk hukum syara yang berkaitan dengan masalah duniawi, seperti pinjam meminjam, sewa menyewa dan jual beli.
ADVERTISEMENT
Sehingga kemudian kesimpulan yang dapat diambil atas kelima prinsip di atas ialah bahwa dalam suatu transaksi yang menimbulkan suatu akad perjanjian yang bersifat mengikat, pihak-pihak yang melakukannya dapat melakukan secara bebas serta bertanggung jawab dalam menetukan bentuk perjanjian maupun yang berkenaan dengan hak dan kewajibannya masing-masing atas kemauan kedua belah pihak tanpa ada paksaan atau didasari atas niat baik dan kejujuran dan memenuhi syarat-syarat yang sudah biasa dilakukan, seperti syarat-syarat administrasi, agunan dalam pinjam meminjam, saksi-saksi dan sebagainya.
Dan itulah tadi bagaimana sebenarnya prinsip bermuamalah yang pada dasarnya dapat menjadi standar umum yang dapat menjadi acuan masyarakat dalam melakukan suatu transaksi muamalah dengan penerapan etika bisnis di dalamnya.