Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perjalanan Timnas Inggris dan Repetisi Tahunan Pendukungnya
12 Juli 2021 19:08 WIB
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:02 WIB
Tulisan dari Dias Lanang Prabowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhirnya "Football is NOT Coming Home..."
Sedari awal ketika Inggris melangkah di babak final, saya telah memiliki firasat bahwa Inggris tak akan baik-baik saja di laga final.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak, rentetan tak pernah kalah selama gelaran Euro 2020, ditambah faktor tampil di publik sendiri, secara alam bawah sadar Pendukung Timnas Inggris di manapun akan percaya 100% romantisasi cerita “Tim ini akan juara, Football akan kembali ke rumahnya” .
Hal ini bisa dilihat dari beberapa aksi yang tersebar di media sosial seperti drone yang membentuk formasi tulisan “It’s Coming Home” dan Rusuhnya euphoria supporter Inggris sebelum Kick-off memberikan representasi “Timnas ini mau Juara”
Sebagai mantan negara imperialis, saya tak kaget Inggris memang diberkahi tabiat kolektif untuk bersikap arogan, over-confident yang sudah kadung terpatri di sanubari mayoritas pendukungnya. Sehingga terkadang ketika hal tersebut ketika gagal dicapai, tak banyak yang belajar bahwa niscaya investasi besar kesombongan itu berubah arah secara spektakuler menjadi komedi yang ditertawakan bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Firasat buruk itu sudah mulai terendus ketika pemain Man United yakni Marcus Rashford dan rekrutan anyarnya, Jadon Sancho sengaja dimasukan seakan-akan menjadi senjata rahasia yang telah disiapkan untuk babak penalti. Antiklimaks, kedua nama tersebut berurutan gagal menceploskan bola ke gawang.
Namun pertunjukan drama tak hanya sampai di situ, Jordan Pickford yang sudah 120 menit mati-matian berjuang menjaga gawang dan menepis penalti Jorginho untuk memperpanjang nafas, secara spektakuler usahanya menjadi sia-sia ketika Sir Southgate lebih memilih pemain muda 19 tahun yang kelewat berat untuk menanggung beban untuk menyelamatkan Inggris di situasi genting.
Bukayo Saka yang satu musim clubnya adalah tim stand-up comedy, bisa jadi merasa de-javu serasa kutukan buruk di level klub berpindah langsung dari Emirates Stadium(markas arsenal) ke Wembley saat itu. Ketiga nama di atas gagal mengeksekusi tendangan penalti dan banyak publik mengaitkan dengan nasib tragis mereka di level klub. Mungkin benar, Manchester United dan Arsenal merupakan Beban Negara yang selalu lekat untuk menjadi objek tertawaan.
ADVERTISEMENT
Grup lawak satir di Inggris bernama Monty Python mungkin bisa dibilang karyanya visioner untuk menggambarkan kondisi getir yang dialami timnas sepakbolanya. Kutipan lirik “Always look on the bright side of life” bisa jadi penghibur. Selalu ada sisi cerah dari sebuah keburukan.
Sebagai pendukung Timnas Inggris,kita mungkin terlatih untuk patah hati dan bisa belajar untuk meniru prinsip kebersahajaan pendukung Liverpool yang menunggu gelar juara EPL hampir beberapa dekade, sebelum akhirnya tercapai di tahun 2020. Konon, kata semangat yang legend yang selalu direpetisi tiap tahun,yakni “Next Year, will be our Year”.
Jangan bersedih, Minum KukuBima Ener-G! plus Vitamin C 1000, ROSA!" untuk bekal kekuatan menghadapi piala dunia musim depan Lads!.