Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kenapa Komentar Nyeleneh Netizen Bisa Jadi Humor?
11 Desember 2024 12:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dias Siska D tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terkadang kolom komentar sebuah konten terasa lebih menarik dibandingkan dengan kontennya sendiri. Mau itu konten serius atau bukan, pasti ada saja komentar-komentar asbun yang ditulis netizen untuk menanggapi konten tersebut. Hasilnya tentu saja gelak tawa dari pembaca yang menuliskan “wkwkwkwkwkwk” dibawah komentar nyeleneh itu. Walau sekilas hanya terlihat sebagai keabsurdan netizen di media sosial, komentar asbun atau nyeleneh sebenarnya merupakan hasil dari pelanggaran prinsip komunikasi atau Prinsip Kerjasama yang dipopulerkan oleh Grice (1975). Grice kemudian menyebut prinsip-prinsip ini sebagai maxim. Akibat dari pelanggaran maxim tersebut jadilah komentar nyeleneh yang kita baca bisa bikin kita tertawa. Kok bisa?
ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku The Linguistic of Humor karya Attardo (2020, h.113), sebuah teks yang lucu bisa berasal dari komunikasi non-bona-fide atau komunikasi yang melanggar prinsip kerjasama (maxim) Grice, baik sengaja atau tidak.
Prinsip Kerjasama (Maxim)
Sebelum menyelam lebih jauh, ada baiknya bagi kita untuk memahami konsep dari maxim. Secara singkat, maxim merupakan prinsip komunikasi yang dikenalkan oleh Grice (1975). Menurut Grice, ada empat aturan dasar (maxim) yang perlu dipatuhi supaya komunikasi jadi efektif. Pertama, jangan kasih TMI (Too Much Information)! Cukup kasih informasi secukupnya aja. Kalau berlebihan jadinya malah melanggar maxim of quantity. Kedua, jangan bohong! Memberi jawaban bohong artinya melanggar maxim of quality. Ketiga, jawaban yang kita kasih juga harus relevan dengan apa yang ditanyakan. Kalau jawabannya gak nyambung jadinya melanggar maxim of relevance. Terakhir jangan melanggar maxim of manner dengan memberi jawaban yang ambigu.
ADVERTISEMENT
Pelanggaran inilah yang memunculkan sebuah konsep yang dikenal sebagai flouting maxim dan violating maxim. Lantas, apa sebenarnya flouting maxim dan violating maxim itu?
Biasanya, netizen suka balas komentar dengan jawaban yang nyeleneh secara sengaja. Ditanya A jawabannya C, atau sengaja bikin jokes-jokes satire buat nyindir. Kadang malah balas dengan template komentar yang gak sesuai dengan konteks dari konten yang dikomentarin. Nah, inilah yang dinamakan flouting, pelanggaran yang sengaja dilakukan. Tujuannya? Biar lucu. Contohnya kaya gini:
Kalau kita nanya tentang pelajaran apa yang orang pelajari di jurusan kuliah tertentu, pasti kita berharap untuk dapat jawaban berupa nama-nama mata kuliah yang dipelajari. Sayangnya, kita tidak bisa mendapatkan jawaban yang sesuai dengan harapanmu kalau kita bertanya pada akun @deryandreas (lihat foto). Karena alih-alih memberi jawaban yang sesuai dia malah menjawab dengan jawaban yang nyeleneh! “belajar sabar” katanya. Itulah yang dia pelajari sebagai mahasiswa Sistem Informasi di UI.
ADVERTISEMENT
Tapi, meskipun Dery mengatakan hal yang sebenarnya, jawaban Dery yang tidak relevan dengan konteks yang ditanyakan telah melanggar salah satu prinsip maxim, yaitu maxim of relevance. Lalu, ketidaksesuaian dari jawaban yang diharapkan dengan yang didapatkan pada komentar tersebut pada akhirnya menghasilkan efek jenaka dan buat kita tertawa.
Sedikit berbeda dengan flouting, violating biasanya terjadi secara tidak sengaja dan tidak dimaksudkan untuk menciptakan humor. Tapi, efek jenaka tetap bisa muncul dari jawaban yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Violating biasanya terjadi saat ada kesalahpahaman antara orang yang sedang berkomunikasi. Misalnya, salah tangkap maksud dari yang disampaikan oleh pembicara dan akhirnya secara tidak sadar memberi respon yang tidak sesuai dengan konteks. Efek jenaka bisa muncul karena ketidaksesuaian tersebut terlihat konyol atau tidak terduga oleh pendengar lainnya. Contohnya:
Pada contoh tersebut bisa dilihat bahwa terjadi kesalahpahaman antara Bercy dan Wanda. Dimulai dengan twit “tetangga gue ketok2 tembok kedengaran astaga berisik betul.” Yang mendapat balasan “lagi malu kali.” dan berakhir disalahpahami maknanya oleh Wanda. kesalahpahaman itu terjadi karena Wanda yang salah memahami kata “malu.” Wanda menangkap maksud kata “malu” sebagai kata sifat, yaitu sebagai perasaan tidak enak hati, bukannya sebagai kata kerja yang berarti sedang memukul dengan palu (memalu). Perbedaan pemahaman ini bisa muncul karena adanya kata yang memiliki makna ganda, yaitu kata yang bisa diartikan secara berbeda tergantung pada konteks penggunaannya. Oleh karena itu, saat menggunakan kata bermakna ganda kita perlu memperjelas konteksnya. Jika tidak, maka hasilnya akan sama dengan apa yang terjadi antara akun @rjthexplorer dan @softjunie, tidak saling memahami.
Twit antara akun @rjthexplorer dan @softjunie tersebut merupakan contoh pelanggaran maxim yang terjadi dengan tidak disengaja atau violating maxim. Kegagalan Wanda untuk memahami makna yang ingin disampaikan Bercy merupakan bentuk dari violation of manner, yang terjadi karena adanya ambiguitas pada jawaban yang diberikan. Kesalahpahaman tersebut akhirnya menghasilkan sebuah humor yang tidak direncanakan. Ini sejalan dengan Semantic Script Theory of Humor dari Raskin (1985), di mana sebuah teks humor dapat terbentuk karena adanya dua makna atau script yang saling bertentangan dalam satu konteks.
ADVERTISEMENT
Begitulah perbedaan antara flouting maxim dan violating maxim serta bagaimana pelanggaran maxim menciptakan humor lewat komentar-komentar netizen di media sosial yang nyeleneh. Flouting maxim dilakukan dengan sengaja dan sering digunakan untuk memancing tawa melalui jawaban yang nyeleneh. Sementara violating maxim terjadi tanpa disengaja tapi tetap bisa menghasilkan efek lucu karena terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi. Dari sini, bisa disimpulkan juga kalau humor itu bisa muncul secara disengaja ataupun tidak.
Jadi, selain komentar nyeleneh, menurutmu, di mana lagi humor yang terbentuk dari pelanggaran maxim bisa ditemukan?
-
Dias Siska Damayanti, penulis dari Universitas Brawijaya & pemagang di Institut Humor Indonesia Kini / ihik3.com, lembaga kajian yang serius mengelola humor secara profesional.
ADVERTISEMENT