Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pariwisata sebagai Industri Strategis Indonesia
19 Oktober 2023 14:27 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Diki Kuswito Afandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Membicarakan Indonesia sebagai magnet pariwisata dunia agaknya tidak berlebihan jika dikatakan potensinya tidak hanya sebagai destinasi pelipur penat akan tetapi dapat turut serta dalam membangun dan memajukan Indonesia. Hal ini bukan tanpa alasan melainkan berdasarkan perkembangan sektor-sektor utamanya seperti wisata pantai dan perairan laut, wisata alam dan juga wisata budaya yang beragam dari sabang hingga merauke. Tiga sektor ini apabila mendapatkan perencanaan yang matang akan memberikan sentimen positif serta menjadi daya tarik turis lokal dan mancanegara.
ADVERTISEMENT
Pada fase next normal saat ini di mana berdasarkan pendataan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tingkat perkembangan pariwisata meningkat 11,44% dengan perbandingan month to month (mei 2023) dan 119,24% secara year to year (perbandingan juni 2022). Dengan geliat yang semakin baik, harapannya dapat memutar kembali roda perekonomian yang sempat mati suri diterpa Covid-19.
Dalam kaitannya dengan perkembangan yang berkesinambungan, saya melihat sektor pariwisata kita seperti sebuah bangunan. Apabila bangunan tersebut diberikan fondasi yang kuat niscaya tidak akan mudah goyah meskipun diterpa cuaca ekstrem. Dasar fondasi tersebut juga dapat menentukan jumlah tingkat yang akan dibangun nantinya. Tentunya keinginan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi hanya dapat tercapai apabila perhitungannya tepat. Pada akhirnya bangunan tersebut harus siap untuk dimanfaatkan demi kepentingan sendiri maupun dengan maksud komersil.
ADVERTISEMENT
Perkembangan Industri Hiburan Negeri Gingseng
Korea Selatan berhasil menunjukkan bahwa satu sektor strategis dapat membantu meningkatkan kapasitas negara. Dampak signifikan terlihat dalam pembangunan baik itu infrastruktur maupun sumber daya manusia.
Adalah sosok yang bernama Kim Young Sam, Presiden Korea Selatan periode 1993-1998 yang mengambil langkah pertama setelah termotivasi atas revenue film Hollywood Jurrasic Park yang setara dengan penjualan mobil Hyundai kebanggaan negaranya pada tahun 1994 silam. Di tahun 1995 Presiden Kim menetapkan kebijakan segyehwa (globalisasi) sebagai upaya untuk meningkatkan diplomasi budaya.
Presiden Kim tidak bekerja sendiri, dalam sebuah artikel “How Korean Bureaucrats Turned K Pop National Symbol” disampaikan pada periode selanjutnya tahun 1998-2003 Presiden Kim Dae Jung memfokuskan Industri hiburan sebagai alat pertumbuhan Korea Selatan. Di periode tersebut Hallyu/Korean Wave (Gelombang budaya korea pada aspek musik, drama, film, fashion, makanan, bahasa, dsb) digunakan sebagai alat bagi Menteri Budaya dan Pariwisata Korea Selatan untuk mempromosikan produk hiburan di Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Journal of Comprative Asian Development dengan topik Promoting a Policy Initiative for Nation Branding: The Case of South Korea, Istilah Hallyu juga merupakan salah satu wujud implementasi dari program Presiden Lee Myung-bak, periode 2008-2012, untuk mempromosikan merek negara Korea Selatan di dunia internasional .
Sebagaimana terlihat dampaknya memang tidak instan akan tetapi bisa diakui saat ini Korea Selatan telah menjadi salah satu kiblat industri hiburan yang diperhitungkan bahkan dinilai sejajar dengan Hollywood. Terhitung sejak awal tahun 2000an demam korea berhasil masuk dan bertahan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Tidak sampai di situ saja industri kecantikan turut berkembang secara masif sebagai respons melonjaknya permintaan masyarakat lokal maupun internasional. Bahkan dewasa ini standar kecantikan baru dipercaya telah muncul dengan berdasarkan perkembangan industri hiburan (terutama efek K-Pop dan K-Drama). Meskipun masih terdapat pro dan kontra akan tetapi hal ini merupakan fenomena yang tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
ADVERTISEMENT
Selain itu pemerintah juga turut andil memberikan kebijakan strategis mengenai pajak dan membantu mempromosikan industri hiburan Korea Selatan. Bak gayung bersambut, korporasi swasta memberikan respons positif atas kebijakan pemerintah dengan tujuan utama untuk memajukan industri hiburan.
Saat ini kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan perusahaan hiburan “Raksasa” asal Korea Selatan seperti CJ Entertainment, SM Entertainment, Hybe Corporation, JYP Entertainment dan masih banyak lagi yang pada akhirnya saling melengkapi, bahu membahu secara tidak langsung dengan pemerintah membangun kepentingan nasional.
Dalam perkembangannya CJ Entertaiment sendiri sudah beberapa kali berkolaborasi dengan dunia perfilman Indonesia dalam sejumlah box office movie seperti A Copy of My Mind tahun 2015, Pengabdi Setan tahun 2017, dan Perempuan Tanah Jahanam tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Sampai pada titik ini saya merenung, skema yang dilakukan tersebut secara tidak langsung serupa dengan gotong royong yang sudah dikenal dan dipraktikkan bangsa ini jauh sebelum Indonesia itu sendiri berdiri tahun 1945.
Menurut sejarawan Sardjono Kartodirjo pelaksanaan gotong royong tersebut dapat diketahui dari Prasasti Baru zaman Mataram Kuno, sekitar abad ke-10, di mana pada saat itu sedang masif pembangunan candi-candi sehingga memerlukan tenaga banyak orang. Untuk melaksanakannya gotong royong menjadi kunci. Hingga saat ini pun gotong royong telah menjadi budaya yang mengakar bagi masyarakat Indonesia.
Bukankah semangat yang sama seharusnya juga dapat ditularkan sebagai salah satu kekuatan untuk membangun industri pariwisata Indonesia?
Pilar Pembangunan Industri Pariwisata
Setidaknya ada empat pilar yang harus menjadi fondasi utama untuk membangun industri Pariwisata. Pertama dalam balutan peraturan perundang-undangan. Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan merupakan bentuk dari kepastian hukum agar penerapannya dapat diatur dan dikelola secara tepat dengan mengedepankan kepentingan nasional.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2009 Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (“UU Kepariwisataan”) untuk mengakomodir seputar kepentingan pariwisata di Indonesia. Selain itu ada sejumlah peraturan pelaksana juga yang turut mendukung secara teknis keberlakuan dari UU Kepariwisataan tersebut.
Andil pemerintah selain melakukan pengaturan untuk memberikan kepastian hukum juga harus didukung dengan kebijakan strategis bagi industri pariwisata. Dengan memberikan kebijakan-kebijakan strategis seperti halnya yang dilakukan duo Presiden Kim dan Presiden Lee bukan tidak mungkin industri pariwisata akan berkembang pesat. Oleh karenanya kini penting untuk mengetahui sejauh mana UU Kepariwisataan beserta dengan turunannya atau peraturan terkait lainnya dalam mengakomodir kepentingan nasional di bidang pariwisata.
ADVERTISEMENT
Kedua melalui pembangunan sekolah khusus pariwisata dengan kurikulum khusus sesuai perkembangan global. Edukasi bidang kejuruan khusus seperti ini diperlukan agar pelajarnya dapat berkontribusi langsung terhadap industri.
Saat ini di Indonesia sudah ada beberapa sekolah kejuruan dengan bidang pariwisata, sayangnya sekolah-sekolah tersebut baru terdapat di kota-kota besar atau opsi lainnya setingkat dengan sekolah tinggi. Apabila sekolah dengan basis pariwisata ini didirikan di sekitar wilayah pariwisata bukan tidak mungkin akan lebih mudah menarik peminat sekaligus dapat memberikan sosialisasi mengenai potensi Indonesia menjadi kiblat pariwisata dunia.
Akan lebih baik lagi apabila sekolah-sekolah ini mendapatkan insentif khusus mulai dari bahan ajar, tenaga pendidik hingga fasilitas kelengkapan sekolah. Kemudian penguasaan bahasa asing juga perlu dipraktikkan secara regular. Hal ini tidak lain untuk membantu menyambung komunikasi kepada wisatawan mancanegara yang tidak dapat berbahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketiga dengan membangun brand eco-tourism (berbasis dengan lingkungan). Wilayah Indonesia sudah terkenal dengan keindahan alamnya. Pembangunan dengan mengedepankan konsep kelestarian lingkungan sepertinya akan lebih mudah diterima ketimbang pembangunan resort-resort modern yang membutuhkan pembangunan ulang terlebih dahulu. Apalagi jika lahan tersebut dahulunya sudah merupakan lahan produktif masyarakat.
Jika bisa disandingkan keberagamannya tidak hanya melalui wisata alam saja, melainkan juga memperkenalkan wisata budaya mengenai bagaimana masyarakat setempat mengolah lahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara tradisional.
Keempat dengan memberikan dampak langsung kepada masyarakat local. Tidak jarang terjadi perselisihan antara pemerintah, investor dengan masyarakat lokal dalam bernegosiasi pemanfaatan lahan. Saat ini hemat saya sudah tidak zamannya lagi untuk berlaku represif dengan mengorbankan salah satu pihak.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya masyarakat tersebut harus diberikan jaminan mengenai bagaimana kelangsungan hidup mereka apabila lahan yang mulanya dipergunakan sebagai tempat mencari nafkah dapat tetap berkontribusi meskipun sudah dialih tangankan untuk kepentingan wisata. Keributan yang timbul seringkali bermula pada upaya untuk memutus simpul ekonomi yang telah terbentuk puluhan tahun dengan pemberian ganti rugi yang dinilai kurang sesuai.
Menurut saya hal ini masuk akal juga. Masyarakat pasti akan khawatir berapa pun nilai ganti rugi yang diberikan apabila dengan itu pekerjaan tetapnya menjadi hilang. Setelah uang ganti rugi tersebut habis lalu bagaimana kelangsungan hidup mereka? Inilah titik temu yang harus dicari solusi bersama. Pembangunan ideal harus berkesinambungan dan menguntungkan semua pihak.
Kompromi Demi Mencapai Solusi
Dalam mengembangkan daerah wisata masyarakat harus diberikan andil sehingga tidak kehilangan pekerjaan begitu saja ketika daerahnya dijadikan lokasi pariwisata. Tantangannya adalah minimnya pengetahuan masyarakat secara umum maupun praktik. Akan tetapi hal ini menurut saya dapat ditanggulangi dengan aktivitas pelatihan berkelanjutan terutama bagi warga masyarakat setempat. Karena dengan itu dampaknya akan berkelanjutan pada generasi-generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Saya selalu percaya bahwa untuk sampai pada suatu tujuan bagaimanapun sulitnya yang dibutuhkan adalah langkah pertama. Sebagaimana dahulu yang pernah dikatakan oleh Lao Tzu, seorang filsuf China “Perjalanan seribu mil selalu dimulai dengan langkah pertama”. Tanpa hal tersebut mungkin hanya angan-angan saja yang sampai tujuan sedangkan raga tetap berada pada tempat yang sama.
Jika Presiden Kim memperoleh hasil positif dengan langkah pertamanya, maka kita juga memiliki potensi yang sama. Harapannya langkah tersebut tidak berhenti pada masa pemerintahan saja tapi berkesinambungan hingga periode-periode berikutnya.
Mari kita kesampingkan dahulu ego pribadi dan golongan sebagai penulis sejarah. Sekarang adalah saatnya untuk mengurangi emosi dan mengedepankan solusi. Empat pilar di atas dapat menjadi rantai solusi yang saling mengikat satu dengan lainnya. Untuk itu implementasinya bersifat keseluruhan bukan hanya pilar-pilar tertentu saja.
ADVERTISEMENT